Sebenarnya...

198 12 11
                                    

Aku sedang dalam perjalanan pulang dari rumah Fadil. Aku baru sadar, selama ini aku tak pernah tahu dimana rumah cowok yang pernah ku sukai berada. Dia tinggal di kompleks, aku lupa namanya. Tapi yang pasti hampir serupa dengan kompleks kami.

"Nis, kok bengong aja dari tadi?" Tanya Mama yang mengalihkan pandangannya sekilas dari jalan, untuk melihatku, lalu kembali memandangi jalan ibukota dengan was-was.

"Gak papa, Ma." Sahutku, masih termenung melihat kaca jendela.

"Eh, btw, si Fadil-Fadil itu temen kamu sejak kelas berapa, Nis? Kuliah atau dari SMA?"

"SMP."

"Ohh," kata Mamaku takjub, "kok ga pernah tau ya Mama."

"Dia bukan temen. Cuma...kenalan." Ya, kenalan adalah kata yang tepat. "Dia saudara Bagus, Ma."

"Ohh, si Bagus yang gendut-gendut itu, yaa. Hahaha. Kok bisa sepupunya kece gitu, ya," Kece.

Bukan kece, Ma. Tapi buat orang lain Kecewa.

"Yah namanya beda bapak, beda mamak." Jawabku singkat.

"Nisa kok gitu sih. Pasti ada masalah ya? Kok jawabnya singkat-singkat banget, kayak ngomong itu bayar aja. Yang bayar itu kalo ngomong di telepon." Kata Mama panjang lebar.

"Gak papa, Ma. Cuma sariawan." Jawabku mengarang, tapi tampaknya Mama percaya.

"Ya udah, minum deh tu Ad*m Sari,"

"Ya, ma, sampe rumah pasti Nisa buat." Jawabku sambil tersenyum, senyum palsu pastinya, yang dibalas dengan senyuman oleh Mama. Mama kemudian mengalihkan tangan kirinya dari setir dan mengusap-usap puncak kepalaku. Entah kenapa, hal itu membuat perasaan sakitku sedikit berkurang.

"Ehh, Ma. Kok belok. Bukannya kita mau jemput Nasim?"

"Ya Allah, Mama lupaa."

***

Aku merebahkan diri di kasur empukku sambil memegang hp. Aku mengaktifkan hp itu lalu melihat notifikasinya, dan...wow...

176 buah telepon masuk, 54 buah pesan singkat, dan 999+ pesan LINE.

Dan semuanya itu berasal dari satu orang. Adam.

Sekonyong-konyongnya telepon genggamku itu berbunyi. Terpampang jelas nama Adam disana. Aku sebenarnya sudah mau menekan tombol yang berwarna merah, yang artinya Reject, tapi sebagian dari diriku juga mendorongku menekan tombol bewarna hijau. Alasannya, ingin mendapatkan klarifikasi yang sejelas-jelasnya. Yah, walaupun itu berarti mimpi yang lebih buruk lagi. Tapi, aku siap.

Aku rasa.



Aku menekan tombol yang hijau.

"Halo?"

"Hmm."

"Nisa?! Kamu beneran jawab???"

"Hmm."

"Ya ampun, Nisa. Aku seneng banget akhirnya kamu ngejaw--"

"To the point aja. Ga usah banyak chit-chat."

"Nisa." Jeda. "Maafin aku. Maaf banget."

"Udah cukup maafnya. Sekarang bilang aja yang sebenarnya. Itu cewek siapa lo?"

"Cuma temen, Nis. Cuma temen."

"Yakin lo? Jangan sampe gue yang cari tahu yang SEBENARNYA!"

"Hmm.. Sebenarnya..."

Apa?! Ada 'sebenarnya'??!?!

"Sebenarnya.. Maafin aku, Nis. Sebenarnya, ya, aku bener ngehianati kamu."

Jantungku memompa lebih kencang. Hampir keluar dari tempatnya, apabila tidak ditahan oleh rusuk-rusukku. Peluhku menetes dari puncak kepala, walaupun kamarku ini sangat dingin akibat pendingin ruangan. Telepon genggam itu jatuh dari tangan kananku meninggalkan bunyi barang jatuh di lantai. Suara Adam yang tadinya masih berkoar-koar, sudah tak terdengar lagi. Tapi ada suaranya yang masih tertinggal di diriku, di tiap sela otakku, di tiap sudut terkecil hatiku.

Sebenarnya.. Maafin aku, Nis. Sebenarnya, ya, aku bener ngehianati kamu.

Aku bener ngehianati kamu.
Bener ngehianati.
Sebenarnya.
Lo itu ga pantes buat gue.

Aku mengedarkan pandang ke segala ruang kamarku dan tatapanku tertahan pada sisi ruangan dimana cermin tergantung. Aku berjalan lunglai ke arahnya. Tatapanku bertemu dengan tatapan seorang cewek di balik cermin itu. Aku mengelus-elus cermin itu. Dia mengekor. Aku mengamati setiap jengkal wajahnya. Cantik. Tapi kenapa? Kenapa dia masih bisa dikhianati?

Gadis itu memandangiku sambil termenung. Pelupuk matanya sudah berusaha untuk menahan air matanya yang sebentar lagi akan turun dengan deras seperti hujan.

Aku harus kuat! Tekadku. Tekad gadis di balik cermin itu.

Dengan itupun aku menghapus air mata itu dan berjalan menuju ranjang untuk tidur, dan menunggu hari esok yang pasti lebih cerah.

================================
Nisa kuatt. Nisa strong💪😢

Btw, hari ini 12 Juni 2016, Nisa ultah yang ke-15. Woopp, Nisa tambah tua aja. Gue udh macem cenayang, ceritain Nisa 5 tahun kedepan wkwk.

Sebenarnya... juga, gue lg males buat cerita. Tapi demi kasih surprise buat Nisa, jd deh chap ini. Makanya agak gaje.

Berikut pesan-pesan buat Nisa :

"Hbd Nisa bodooo.. Jangan lupain gue di sekolah baru elo ya, di Internasional High School."

-Ashilla

"Oi, hbd coeg. Jgn lupain perut gue ini yaa."

-Bagus

HEARTBREAKERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang