Tetangga : Dekat tapi Jauh

174 18 3
                                    

"Nis, minggu nanti temanin gue ke mall, ya. Ada makan-makan bareng temen gue. Mereka suruh bawa...pacar."

"Mall mana?"

"Belum tau juga. Nanti dikabarin lagi sama mereka. Mau kan?"

"Serah sih,"

"Yaudah, bye Nisnis."

"Bye, Dam."

"Love ya"

"Too."

"TUT..TUT..TUT..." Sambungan telepon terputus.

Adam mengajak aku jalan lagi Minggu ini. Mungkinkah ini waktu yang tepat untuk menyampaikan berita kepindahanku?

***

Sudah 15 menit aku duduk di samping bangku pengemudi, tak berkata sepatah kata pun. Kata-kata seperti pindah rumah, luar negeri, putus, maaf, sudah berputar-putar di otakku. Tapi, lidahku keluh. Jangankan kata-kata itu, bilang 'Hai, sayang, apa kabar?' saja pun tak mampu.

Sekitar 1 jam kemudian, kami sampai di mall tersebut. Jika tadi jalanan tak macet, mungkin kami cuma harus menempuh waktu 30 menit saja.

Sesudah Adam memarkirkan kendaraannya, aku pun keluar. Aku menandai tempat mobil Adam terparkir, biar nanti tidak terlalu repot untuk mencari-cari lagi. F7 tertanda di sana. Beep. Adam mengunci mobilnya, dan kami pun berjalan masuk ke gedung mall. Dalam perjalanan kami menuju lantai 3, tempat dimana teman-teman kuliahan Adam menunggu, sesekali Adam mencoba untuk menggenggam tanganku, yang selalu kutepis refleks. Aku tahu aku dan Adam sudah resmi berpacaran, tapi entah mengapa, aku masih belum terbiasa dengan ini semua.

"Damm!!" Seru suara yang entah datang dari mana. Aku dan Adam celengak-celenguk mencari sumber suara sampai aku menjumpai seseorang berjalan mendekat sambil melambai-lambai. Ralat, bukan seseorang, tapi sesosok! Ralat lagi, seonggok!

"Nasim! Ngapain lo? Lo kenal sama Adam?" Tanyaku. Ya, seonggok daging itu adalah Nasim, abangku. Well, Adam memang tetangga kami, jadi tidak memungkiri keterkenalan Nasim dengannya. Tapi, aku tak pernah melihat Nasim dan Adam hang out bareng atau apapunlah, jadi hal ini merupakan hal yang baru bagiku.

"Nisa! Itu elo ya? Ngepain lo? Siapa yang ngajak lo? Trus... barusan lo manggil gue Nasim? Ga sopan banget lo ya, jadi adek. Ga ada embel-embel 'Bang', 'Kak' gitu?" Hmm, mulai deh ngocehnya.

Adam yang dari tadi cuma terdiam akhirnya buka suara. "Tunggu.. Nis, lo kenal Nasim?"

What????!!!

"Nasim ini abang gue lo. Lo masak ga tau sih? Tetangga lo sendiri padahal."

"Hah?? Tetangga?" Adam dan Nasim berkata bersamaan, melihat satu sama lain.

"Kok...kok bisa gue gak tau sampe sekarang ya? Padahal lo kan pacar gue. Auww~" ucap Adam yang diakhiri dengan jeritan.

"Pacar??!!" Tanya Nasim sedikit berteriak.

"Bisa gak kita selesaikan ini pas udah duduk aja? Kaki gue udah pegel nih!" Kataku sambil pura-pura mengusap-usap kakiku, sambil hatiku berulang-ulang berdoa supaya Nasim lupa kejadian barusan saat sampai di meja yang sudah dipesannya. Tapi, sayang sekali, Tuhan berkehendak lain.

"Duduk Nis." Katanya yang lebih terdengar seperti perintah. "Jadi, lo dan Adam ini pacaran?"

Pura-pura mengalihkan pembicaraan! Pura-pura mengalihkan pembicaraan! Pintaku dalam hati.

"Eh, kam--kamu siapa?" Tanyaku pada seorang gadis yang duduk di meja kami, selain aku, Nasim, dan Adam.

"Nurul." Jawabnya singkat. "Pacarnya Nasim."

Layaknya di film-film kartun, sudah muncul 2 tanduk di kepalaku, di kiri dan di kanan. Tanduk berwarna merah yang selaras dengan ekor berujung runcing. Dengan sekuat tenaga kuteriakkan, "Oh gitu, ya. Lo bakal ngaduh ke Mama kalo ketahuan gue pacaran, tapi lo sendiri pacaran. Iya, si Adam pacar gue? Mau apa lo? Mau bilang Mama? Bilangin noh. Gue bilangin juga loo.. Wekkss," Kataku yang diakhiri dengan juluran lidah keluar tanda mengejek.

"Terserah lo lah." Kata Nasim yang kali ini ciut.

"Udah.. udah.. Kita kan kesini mau makan, bukan mau reuni keluarga." Ucap Adam menjadi penengah.

Kami pun menghentikan perdebatan yang tampaknya jika Adam tak menginterupsi, tak akan pernah berujung. Pelayan datang, aku memesan Nasi Goreng Spesial--menu andalan ketika malas buka-buka daftar menu, juga Lemon Tea--sama andalannya dengan Nasi Goreng Spesial.

Tak berapa lama, makanan kami datang. Suara hanya terdengar sesekali, sehingga musik jazz dari pengeras suara terdengar mengalun indah.

***

"Lo pulang sama siapa?" Tanya Nasim kepadaku.

"Terserah."

"Sama gue aja, Sim. Lagian lu kan mau nganterin cewe lo lagi." Ucap Adam.

"Yaudah. Pulanglah, sana. Nanti kemalaman. Gue juga nih mau pulang, tapi anter Nurul dulu." Kata Nasim.

"Jadi..." kataku.

"Apalagi?" Tanya Nasim sambil mengerutkan keningnya.

"Siapa yang bayar?" Lanjutku sambil menyengir.

"Bayar masing-masinglahh.." Jawabnya.

Aku mengerucutkan bibirku.

"Nisa.. Aku bayarin ya," tawar Adam.

"Gak..gak."

"Kok nggak?"

"Gak nolak, maksudnya, wkwkkwk"

HEARTBREAKERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang