9. Janji

907 73 0
                                    

Aran tak habis pikir, gadis yang ada dihadapannya itu kini terbaring lemah.

"Apa lihat-lihat?" Tanya rey ketus. Sedetik kemudian ia terbatuk.

"Kamu harus tanggung jawab." Ujar Rian tiba-tiba. Sudah pasti kalimat itu ditujukan pada Aran.

"Kenapa aku??"

Rian menjitak kepala Aran pelan. "Hey! Kenapa kamu biarkan dia kena hujan!" Seru Rian kesal. Arna hanya diam dibelakang seperti biasa.

"Memangnya aku pawang hujan? Mana bisa kucegah!" Balas Aran tak mau kalah.

Rian menghela nafas. "Yasudah. Yang penting kalian berdua tidak melakukan sesuatu ditengah hujan kan? Haha."

Suasana hening kemudian. Wajah Aran dan Rey sontak memerah. Rian terdiam. Ia menyadari perubahan situasi ini.

"Jangan bilang kalian-"

"Hacchu!" Perkataan Rian disela oleh suara bersin Rey.

Rian mnghela nafas melihat adiknya itu. "Dia gampang sakit. Sekalinya sakit, parah. Walaupun kelihatannya cuma flu biasa, tapi kalau demamnya tinggi bahaya." Jelas Rian. Aran mengangguk saja.

"Aku harus keluar kota, ada acara keluarga." Sahut Arna tiba-tiba.

"Ah, aku juga. Aku harus ke bogor hari ini!" Keluh Rian.

Mereka terdiam. Sedetik kemudian pandangan Rian dan Arna terpaku pada Aran.

"A-apa?" Tanya Aran gugup.

"Kamu bisa jaga dia kan?" Tanya Rian.

"Tuan tidak ada pertandingan hari ini kan?" Tambah Arna. Aran terdiam kemudian mengangguk saja.

"Yap, beres." Ujar Rian lega. Saat Rian akan bangkit, Rey menarik tangannya.

"Kakak, ja-uhuk!" Kalimatnya terhenti. Rian tertawa kecil. Ia mengelus kepala adiknya itu.

"tidak pergi. Minum obatmu ya. Cuma sebentar." Ujar kakaknya menghibur. Sepertinya ada yang ingin Dikatakan Rey, tapi tertahan karena tenggorokannya yang sakit.

"Aran, jaga dia ya." Pesan Rian sedikit kesal. Ia kemudian pergi keluar. Sedangkan Arna mengeluarkan koper dari dalam lemari.

"Aku pergi dulu ya." Pamit Arna. Aran mengangguk saja. Kini hanya ada Aran dan Rey didalam kamar.

"Pergi saja." Suruh Rey.

"Mana bisa, aku sudah janji pada kakakmu." Bela Aran. Rey terdiam. Ia menarik selimutnya dan memejamkan matanya. Sesekali ia terbatuk-batuk.

Aran duduk dikursi samping ranjang Rey. Ia menatap ke luar jendela. Jendela itu lebar dan bening. Cuacanya mendung sama seperti kemarin.

Sesaat kemudian Aran menatap Rey yang sudah tenang. Aran tersenyum kecil. Tangannya menyelipkan rambut Rey dibelakang telinga agar tidak menutupi wajahnya. Aran tertegun. Ia kemudian meletakkan punggung tangannya di kening Rey.

"Demamnya.. tinggi." Ujarnya cemas. Ia bangkit dari tempatnya kemudian melangkah keluar kamar.

_____

Rey membuka matanya. Ia tak menemukan siapapun disana. Rey terduduk. Ia terbatuk-batuk kecil.

"Aran?" Panggilnya dengan suara parau. Tak ada jawaban. Rey menoleh kearah jendela dan melihat hujan yang turun dengan derasanya. Ia dapat merasakan dadanya yang mulai sesak.

"Aran?" Panggil Rey lagi. Kini ia menoleh ke arah pintu yang tertutup itu. Ia mencari Aran di seluru penjuru kamar. Tak ada siapapun disana.

"Aran!" Panggil Rey lebih keras. Kini ia berusaha dengan susah payah bangkit dari ranjangnya sambil berpegangan pada dinding. Tak dapat dipungkiri Rey hampir saja terjatuh karena kepalanya yang pusing.

Stand By YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang