Aran dan Rian diam berkutat dengan pikiran masing-masing. Mereka berdua duduk berhadapan di ruang kerja Rian. Sesekali mereka saling menatap satu sama lain.
"Apa yang kau pikirkan?" Tanya Aran.
"Aku berpikir bagaimana reaksi ayah saat tahu anak yang dimaksud sudah ada dirumah ini. Dan dia adalah pelayan yang disapanya." Jawab Rian. "Kamu apa?"
Aran menghela nafas. "Aku lebih berat. Kalau ayah tahu anak itu ada disini, ia akan menjadikannya saudaraku. Dia pasti tak mau aku memiliki hubungan spesial semacam itu. Dan kalau ayah tidak tahu, ia pasti juga tidak mau aku memiliki hubungan dengan seorang pelayan." Jelas Aran.
Rian berpikir sebentar. "Kalian kan tidak pacaran."
Aran menatap Rian tajam. "Bisa tidak jangan langsung menusuk seperti itu."
Pintu terbuka perlahan. Rey masuk dengan membawa nampan berisi dua cangkir teh. Aran tak menyadarinya Karena duduk membelakangi pintu.
"Pokoknya jangan sampai ayah tahu Rey lebih jauh lagi." Tambah Aran membuat Rey mengeryitkan keningnya.
"Aku apa?"
Aran duduk menegak. Ia menoleh dan mendapati Rey berdiri dengan nampan disana. Aran kembali menoleh untuk menghardik Rian dengan tatapan mata tajamnya.
"Bukan apa-apa." Ujar Aran
"Bohong, jelas-jelas kamu menyebut namaku." Bela Rey. Aran berdecak kesal.
"Pokoknya tidak ada!" Bentak Aran. Rey terdiam sebentar. Sedikit terkejut dengan bentakan itu. Ia kemudian menaruh nampan diatas meja dengan sedikit kasar.
"Silahkan TUAN." Ujar Rey dengan penekanan kata Tuan yang amat sangat.
Saat Rey akan keluar dari sana, Rian menghentikannya.
"Reyna," panggil Rian. Rey membalikkan badannya. "Kemarilah dik. Duduk disini." Ujarnya ramah menunjuk kursi disamping Aran.aran terbelalak mendengar sapaan hangat itu.
Rey tersenyum tipis karena kehangatan kakaknya itu. Ia mengangguk dan duduk di samping Aran. Aran mendengus kesal.
_____
"Eh? Begitu?" Rey mengerjapkan matanya beberapa kali. "Hanya itu?"
Rian tersenyum. "Ya, hanya itu."
"Oh."
Aran terbelalak. Ia menatap Rey tak percaya. "Hanya itu? Hei, kita akan menjadi saudara? Dan kau bilang hanya itu?"
Rey mengedipkan matanya beberapa kali sebelum membalas. "Memangnya kenapa? Kamu tidak mau? Padahal kak Rian juga sudah jadi saudaramu kan?"
"Bukan itu! Kalau kamu menjadi saudaraku, maka kita—" Aran berhenti. Ia terdiam beberapa saat dan menghela nafas panjang.
"Kita?"
Aran diam. Ia lupa. Harusnya tidak begini. "Tidak. Bukan apa-apa."
"Apasih?"
"Diamlah." Ujar Aran.
Rey mengerutkan keningnya. Ia kemudian berdiri dengan kesal lalu melangkah keluar ruangan.
"He-hei, Reyna!" Panggil Rian. Rey tak menoleh dan mrmbanting pintu. Kini giliran Rian yang frustasi.
"Kenapa kalian harus kelahi lagi sih?"
"Bukan salahku." Ujar Aran ketus.
Didepan pintu, Rey masih berdiri bersandar. Ia terdiam sesaat.
"Kalau kita saudara, aku harus menyerah pada perasaanku ya.."
_____
Malam itu Rey dan Arna duduk dikarpet kamar mereka. Mereka berdua terpaku pada televisi dihadapan mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stand By You
Teen FictionReyna adalah seorang gadis penderita Athazagoraphobia yang hidup bahagia bersama ayahnya. phobianya itu adalah alasan dari sikapnya yang tertutup. ia tidak lagi mau menerima seseorang didalam hidupnya. Pada akhirnya prinsipnya itu hancur karena suat...