2. Who?

1.2K 96 0
                                    

Pagi itu Reyna kembali terbangun dari tidurnya. Ada yang beda. Tempat ia terbangun, dan rasa takut yang nasih dirasakannya.

"Cepat bangun!" Seruan itu membuat Rey segera bngun dari ranjangnya. Kak Arna, teman sekamarnya sudah siap berseragam dihadapannya dengan berkacak pinggang. Rambutnya pendek dan matanya tajam.

"Apa aku... harus bekerja juga?" Tanya Rey bingung. Jam didindingnya menunjukkan pukul 5 pagi.

"Tentu saja." Balas kak Arna datar. Ia menggantung seragam maid untuk Rey dibelakang pintu. Rey mengangkat sebelah alisnya. Seragam maid itu berwarna hitam putih sama seperti yang ada di televisi, tapi kali ini lebih tertutup.

"Jangan terlalu keras padanya." Ujar sebuah suara lembut dari ambang pintu yang terbuka. Rey dan Arna menoleh. Rian berdiri disana dengan kaos v-neck coklatnya. "Dia bahkan lebih seperti tamu disini."

"Maaf tuan." Balas Arna sopan. Rey mengeryitkan keningnya semakin tak mengerti.

"Keluarlah Arna, ada yang ingin kubicarakan dengannya." Arna mengangguk mendengar perintah tuannya itu kemudian berlalu.

Rey terdiam. Kini ia hanya bersama Rian didalam ruangan itu. Dengan canggung Rey duduk sedikit menjauh.

"Jangan berpikir yang tidak-tidak." Ujar Rian melihat tingkah laku Rey.

"Kenapa aku harus bekerja disini?" Tanya Rey mengalihkan topik. Rian tersenyum hangat.

"Apa menurutmu semua ini bisa kau dapatkan dengan gratis? Rumah yang bahkan bisa disebut sebagai istana, makanan gratis? uang jajan? Tentu tidak."

Rey terdiam mendengar penjelasan Rian.

"Aku sama sepertimu. Kita tak akan diterima dengan mudahnya disini. Mereka meminta bayaran dari kita. Meminta usaha kita." Tambahnya.

Rey mengerjapkan matanya beberapa kali. Tak mengerti apa maksudnya.

"Kau hanya perlu bekerja sebagai maid selama 2-3 jam saja sepulang sekolah." Tambah Rian."pakai seragamnya dan ke meja makan."

Rian kemudian berjalan meninggalkan Rey diruangan itu dengan santainya. Rey masih diam tak mengerti tapi tetap menuruti perkataan Rian.

_____

Rey berdiri bersama Arna diruang makan yang luas itu. Setelah sibuk menata meja makan, mereka akhirnya beristirahat...sambil berdiri disana.

Rian masuk keruangan dengan baju formalnya sama seperti saat Rey bertemu dengannya. Di meja yang panjang itu, Rian duduk diujungnya. Seorang anak lelaki sebaya dengan Rey masuk juga keruangan itu dengan seragam SMP nya. Ia duduk disebrang Rian.

Rey terdiam melihat suasana canggung itu. Anak lelaki berseragam putih biru itu berambut coklat, anehnya tidak mirip sama sekali dengan Rian. Rey terpana pada akhirnya. Ia mengenal anak lelaki itu.

"Aran, dasimu tidak terpasang dengan benar." Ujar Rian.

"Biarkan saja." Balas Aran tidak peduli. Ia sibuk memasang jam tangannya. Rey terbelalak. Sekarang ternyata ia harus menjadi pelayan di rumah orang yang baru saja ditolaknya.

Rian mendengus, ia kemudian menatap Rey yang masih terkejut. "Reyna, tolong perbaiki dasi Aran." Suruh Rian tiba-tiba.

Rey segera menoleh ke arah Rian dengan terkejut, selang beberapa detik terdengar suara dentingan sendok dan garpu dari tempat Aran. Rey segera menoleh ke arah Aran yang menatapnya penuh keterkejutannya.

Rian tersenyum tiba-tiba. "Ah iya kalian satu sekolah ya. Tapi aku tidak tahu kalau kamu pacar Aran." Rian terkekeh sedangkan Aran menatapnya tajam.

"Aku bukan pacarnya." Balas Aran kesal. Rey menelan ludahnya.

"Kenapa kau diam? Bukankah kusuruh untuk perbaiki dasinya?" Rian menoleh ke arah Rey.

"tidak usah, biarkan saja." Sela Aran.

"Reyna." Sebut Rian dengan tegas dan penuh penekanan. Rey terkejut mendengar namanya disebut seperti itu. Pada akhirnya Reyna mengangguk dan berjalan mendekati Aran.

"Hentikan!" Seru Aran tepat sebelum Rey menyentuh dasinya. "Kakak, apa maksudnya ini?!"

"Aku sudah menceritakannya padamu dua hari yang lalu. Reyna, lakukan." Ujar Rey.

"Ti-"

"Maaf, permisi." Ujar Rey tiba-tiba menghentikan perkelahian kedua saudara itu. Dengan cepat Rey melepas ikatan dasi Aran kemudian memperbaikinya.

Aran diam tak bergeming saat merasakan sentuhan hangat yang kadang tak sengaja menyentuh kulitnya. Rey segera melepaskan tangannya saat ikatan itu telah rapi. Ia berjalan menjauh dan kembali ke posisinya semula.

Acara sarapan kedua saudara itu kembali berjalan dengan hening yang sangat panjang.

"Reyna, bersiaplah untuk sekolah." Ujar Rian setelah melirik jam tangannya yang menunjukkan pukul 6.10 pagi.

Rey mengangguk dan melangkah pergi dengan sopan. Setelah Rey pergi terjadi perang dingin diantara Rian dan Aran.

"Kakak tidak bilang kalau Reyna orang yang kakak maksud!" Seru Aran kesal tiba-tiba.

"Kakak sudah mengatakannya. Kamu saja yang tidak mendengarkan." Balas Rian santai.

Aran diam kemudian. Memang dua hari yang lalu ia tak mendengarkan pembicaraan yang diarahkan kakaknya.

Aran berdiri dari tempatnya kemudian melangkah menuju pintu keluar.

"Aran," Aran berhenti melangkah saat kakaknya itu memanggilnya. Ia membalikkan tubuhnya dengan sedikit kesal.

"Apa?" Tanyanya ketus. Rian tak mempermasalahkannya.

"Aku titip Reyna." Ujarnya tiba-tiba membuat Aran tercenggang.

"Ha?"

Rian bangkit dari kursinya dan melangkah mendekati Rian. "Dia penderita athazagoraphobia. Jangan tinggalkan dia." Ujarnya kemudian berjalan keluar ruangan melewati Aran.

"Atha- apa?" Pertanyaan Aran itu tak digubris oleh Rian yang sudah terlanjur pergi dari tempat itu, meninggalkan Aran yang masih kebingungan dengan situasi ini.

_____

"Kamu gak bawa bekal?" Tanya Agnes takjub. Rey terkekeh sambil mengangguk.

"Iya, lupa." Ujarnya berbohong. Lebih tepatnya bukan lupa, tapi tak sempat. Kehidupan sekolah Rey berjalan seperti biasa. Tak ada yang tahu kejadian yang menimpa ayahnya, atau kejadian yang menimpa dirinya.

"Pertanda hujan nih kalau Rey lupa." Balas Agnes mengingat phobia Rey. Rey kembali tertawa.

"Reyna," Rey dan Agnes menoleh. Tepat disebelah mereka, Aran berdiri dengn canggungnya. "Ah, halo Agnes." Sapanya. Agnes yang masih terkejut mengangguk saja.

Aran menaruh bungkusan roti isi dan susu kotak diatas meja Rey. "Jangan sampai sakit." Ujarnya lalu berlalu. Seisi kelas menatap Aran yang berjalan meninggalkan kelas, kemudian menatap Rey penuh tanda tanya.

Agnes menatap Rey penuh selidik. "Ada apa ini? Katamu kamu menolaknya kan?"

Rey menelan ludah lalu menghela nafas panjang. "Yah ceritanya panjang. Jadi.."

"Na, kamu pacaran sama Aran?" Tanya Kiky yang tiba-tiba muncul dibelakangnya. Agnes dan Rey menoleh.

"Nggak!" Jawab Rey singkat.

"Hebat banget loh Na, si anak konglomerat itu naksir kamu!" Sahut Arya temannya yang lain. Rey terdiam.

"Konglomerat?" Tanya Rey tak paham, tapo kemudian berdecak mengngat rumah bak istana yang ditempatinya sekarang.

"Iya, ada yang bilang dia penerus perusahaan Surya Corporation itu!" Sahut Regan yang tiba-tiba berdiri didekatnya.

Suasana semakin ribut saat semua temannya membicarakan siapa keluarga Aran.

Agnes dan Rey saling pandang kemudian menghela nafas.

Rey menghela nafas lebih panjang dari Agnes. "Siapa sih mereka.." gumamnya.

_____

Stand By YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang