3. Kakak

1.1K 89 1
                                    

Rey bisa dibilang cukup beruntung. Saat kak Arna dan maid yang lain harus bekerja sampai larut malam, ia bisa dengan bebasnya bersantai dikamar. Kak Arna yang kelihatannya galak, bagi Rey sebenarnya baik, hanya nada bicaranya saja yang seperti itu.

"Rey, dipanggil." Ujar kak Arna setelah Rey menata seragam sekolahnya. Rey tidak bertanya lebih lanjut karena ada Rian yang berdiri diambang pintu.

"Ya." Jawabnya sambil keluar dari kamar. Rian berjalan dan memberi petunjuk pada Rey untuk mengikutinya.

Malam itu dingin dan sunyi. Mereka berdua berjalan dalam diam. Rian memakai jaket coklatnya dan celana panjang berwarna hitam, sedangkan Rey memakai kaos lengan pendek berwarna abu-abu dan celana training.

Mereka berdua berhenti saat sampai di beranda lantai dua. Rian bersandar pada pagar pembatas sambil melihat pemandangan. Rey mengikutinya.

"Apa kau betah disini?" Tanyanya. Rey tidak menjawab. Ia lebih memilih memperhatikan mata teduh Rian saat itu.

"Kenapa diam?" Tanya Rian lagi.

"Ya." Jawab Rey pada akhirnya.

"Apa itu kamuflase jawaban 'tidak' darimu?" Rian menoleh menatap wajah Rey. Rey terdiam. Jantung berdebar lebih cepat. Ia menatap mata Rian dengan terkejut. Rian mengalihkan pandangannya.

"Reyna," ujarnya. "Aku akan berusaha membuatmu nyaman disini. Tidak peduli apapun, aku akan selalu berada dipihakmu."

Rey hanya diam menatap mata itu.

"Aku akan mengurus segalanya dan menuruti semua permintaanmu agar kau merasa nyaman disini."

Rey masih diam.

"Besok kita akan menjenguk ayahmu." Tambah Rian. Tapi Rey tetap tak menjawab. Rian mngerutkan kening dan menoleh, menemukan Rey yang terpana melihatnya.

"Kamu dengar kan Rey?" Tanya Rian menatap Rey.

Rey membuka mulutnya sedikit, "A-yah?"

Mata Rian melebar saat mendengar Rey menyebutkan kata itu, tapi ia memyembunyikannya.

"Iya, besok kita akan menjenguk ayahmu."

"Kamu... mirip ayah.." ujar Rey. Kali ini Rian tak bisa menyembunyikan keterkejutannya. Kini mereka berdua saling tatap menahan keterkejutan.

Rian dan Rey terdiam. Salah satu dari mereka tidak memberi tanda akan berbicara.

Tapi kemudian Rian menatap Rey pernuh rasa bersalah. Dengan tangannya itu, Rian segera menarik Rey kedalam pelukannya. Merengkuhnya dalam dekapan hangat yang sangat Rey rindukan.

Rey tidak menolak sama sekali. Ia justru menikmati pelukan itu sama seperti saat ayahnya memeluknya.

Dekapan hangat itu berlangsung lama. Rian menyelipkan jari jemarinya menelusuri rambut panjang milik Reyna.

"Bukan hanya aku. Kau pun mirip dengan ibu." Kata-kata yang keluar dari mulut Rian itu membuat Rey terpana.

"Caramu berbicara, rambutmu, senyummu, bahkan tingkah lakumu.. semuanya mengingatkanku pada ibu." Rey dapat merasakan tetesan air yang membasahi kepalanya. Rian mencium puncak kepala Rey, memeluknya makin erat, berusaha melepaskan kerinduan yang amat dalam.

"Aku tak pernah memiliki kesempatan untuk menggendongmu layaknya seorang adik, mendekapmu, melndungimu, menemanimu. Aku tak pernah melakukannya."

"Tapi sekarang berbeda. Kau ada disampingku. Aku akan membayar semua waktu yang terlewatkan itu."

Mata Rey melebar. Mulutnya sedikit terbuka ingin mengucapkan sesuatu. Dalam balutan semilir angin dingin yang kencang itu, Rey merasa nyamn dalam pelukan itu.

Stand By YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang