24. Percaya

731 72 9
                                    

Pagi itu Aran melakukan rutinitasnya seperti biasa. Tak ada yang aneh baginya. Ia pergi ke sekolah sendiri karena tidak melihat Rey yak tak kunjung tiba.

"Mungkin pergi sendiri. Hari ini dia piket sih." Ujarnya sendiri.

Baginya tak ada yang aneh.

Aran sampai di sekolah tepat saat bel berbunyi. ia menghela nafas lega saat sampai dikelasnya sebelum gurunya masuk.

"Eh, Rey, tadi—"

Aran terpana. Ia tak melanjutkan kalimatnya karena heran. Kursi Rey disebelahnya kosong.

"Eh, Rana, Rey kemana?" Tanya Aran setengah berbisik. Rana mengangkat bahunya sedikit heran juga.

Aran menaikkan sebelah alisnya. Tapi kemudian ia mengangkat bahunya.

_____

Aran pergi ke kamar mandi di jam istirahat. Ia mengambil handphonenya dan menghubungi Rian. Sayangnya tak diangkat. Ia balik menghubungi Rey. Tak diangkat juga.

"Adik dan kakak sama saja." Umpatnya kesal.

Ia segera menghubungi Arna. Tak aktif. Aran mendengus kesal.

"Apa gunanya hp mereka?" Ujarnya sendiri dengan kesal. Sesaat kemudian Aran terdiam.

kemarin pagi dengan jelas ia pergi bersama Rey. Pergi kencan. Ayahnya seharian ada di rumah. Tak mungkin ayahnya itu tak menyadari kepergiannya sehari penuh.

ayahnya pasti tahu ia pergi bersama Rey dari John.

Aneh.

Ayah Aran bukanlah tipe orang yang membiarkan orang lain melanggar aturannya sedikitpun. Tanpa terkecuali Aran.

Ada firasat aneh. Aran segera menghubungi ayahnya itu.

"Aran, ada apa?" Tanya ayahnya di telepon.

"Ayah, apa ayah.... tahu dimana Reyna?" Tanya Aran dengan jantung berdebar.

"Ah.."

Aran menelan ludah gugup saat ada jeda di pembicaraan itu.

"Kau tidak diberitahu ya? Dia—"

Mata Aran membulat mendengar jawaban ayahnya. Ia mendengus kesal sambil menutup telepon itu.

Aran berlari dengan kesalnya.

Kenapa kau tidak bilang?! Reyna!

_____

Rey berhenti sebentar. Ada yang mengganjal.

"Kenapa?" Tanya Rian ikut berhenti dibelakang Rey.

Rey terdiam sebentar lalu menggeleng. "Tidak. Hanya saja mungkin dari sini aku bisa sendiri." Ujarnya. Rian mengangguk khawatir.

arna hanya diam ikut menatap Rey cemas dibelakang.

"Rey, hati-hati ya." pesan Rian khawatir. Rey mengangguk sambil tersenyum tipis.

"Tenang saja!" Serunya semangat, tapi Rian tahu sebenarnya tidak begitu.

"Rey," panggil Arna. "Kamu sudah cerita ke Aran kan?"

Rey terdiam. "....rahasiakan ya." Ujarnya.

Arna dan Rian saling pandang saja.

"Oh iya, kalau nanti ada pesta pernikahan, kirimkan undangannya." Ujar Rey tiba-tiba membuat wajah Arna dan Rian memerah.

Rey terkekeh. "Sudah ya." Pamitnya. Rian mengangguk. Ia memeluk adiknya itu erat untuk terakhir kali. Tanpa mengatakan apapun.

Arna memeluk Rey setelahnya. Rey masih tersenyum menatap keduanya, laku berjalan meninggalkan mereka berdua.

Stand By YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang