Wanita cantik itu tampak mengelus perut ratanya dengan sangat sayang. Walaupun usiakandungannya baru berusia dua bulan – Prilly tampak sangan bahagia dan tidak sabar menanti kelahiran anaknya itu. Ya sudah genap sebulan Prilly menjabat sebagai nyonya Syarif di rumah besar keluarga Syarif. Awlanya Ali memang berencana tinggal hanya berdua dengan Prilly di Penthousenya, akan tetapi belum genap sehari mereka menghuni Penthouse mereka Nenek Rita – Nenek Ali – sangat menentang dan karah besar terhadap Ali sampai-sampai membuat sakit darah tinggi Nenek Rita kambuh. Alhasil Ali mengalah dan tinggal di rumah besar keluarga Syarif.
"Jangan dilihat terus perut lo juga belum gedhe dan pastinya anak itu juga belum tumbuh di rahim lo."
Prilly tersentak mendengar penuturan Ali. Entah kenapa Ai belum mau mengakui anak yang berada di kandungan Prilly adalah anak mereka. Ali lebih memilih menggunakan anak itu daripada anak kita saat-saat menyebut anak mereka. Selain itu Ali juga tak pernah sekalipun mau berinteraksi dengan anak mereka itu, yang mana membuat sedikit hati Prilly tercubit ngilu memikirkan hal itu.
Melihat perubahan ekspresi Prilly entah mengapa membuat Ali sedikit tak nyaman. Walaupun baru sebulan mereka tinggal serumah, jujur Ali sangat terbantu dengan adanya Prilly. Prilly memang sosok istri idamannya yang selalu mengurus apapun yang dia butuhkan dari baju untuk berangkat kekantor, memasangkan dasi, menyiapkan makan pagi dan lain sebagainya.
Ali berdehem pelan, "Gue denger lo ikut kelas ibu hamil?"
"Iya, nenek yang merekomendasikan minggu lalu." Ujar Prilly sembari memasangkan dasi Ali.
Ali tampak memperhatikan bagaimana ketika Prilly memasangkan dasi di leher Ali "Cantik" hanya kata-kata itu yang ada di kepala Ali.
"Udah selese, kalo kamu gak keberatan sekali-sekali kamu dateng ikut kelas bareng aku." Ucap Prilly sambil menunduk gugup.
"Hm"
Hanya gumaman yang sangat ambigu yang didapat Prilly. Dia hanya mendesah pasrah mana boleh dia berharap lebih pada sosok seperti Ali yang menurutnya sangat sulit untuk ditebak.
Prilly hanya dapa mendesah pasrah untuk kesekian kalinya dan mengantarkan Ali sampai depan pintu seperti biasa. Raut wajah Prilly yang menunjukan kekecewaan sesaat setelah Ali berangkat dengan kuda besinya. Hal itu tak luput dari pandangan sepasang mata penuh dengan gurat kehidupan.
"Sabar ya sayang Ali memang seperti itu tapi kamu tenang saja dia itu sebenarnya pribadi yang sangat ceria dan hangat. Hanya saja kamu harus bekerja ekstra untuk membuatnya kembali seperti dulu"
Mendengar hal itu Prilly langsung memeluk erat tubuh tua tersebut ada setitik air mata yang jatuh di kelopak mata hazel indah itu. Walaupun dia berada jauh dari bundanya, disini Prilly tak pernah merasa kesepian karena ada nenek Rita yang selalu mau memeluknya erat saat-saat dia sedih.
"Udah ah nek. Kok jadi melow gini, Prilly berangkat dulu ya. Prilly mau sekolah biar nanti kalau baby lahir, Prilly udah siapin semuanya buat dia." ujar prilly sambil mengelus perutnya sayang.
"Hati-hati sayang, biar si Parjo yang nganterin kamu."
"Gak usah nek. Prilly pingin naik bus aja mau cari udara segar sekalian olahraga biar baby sehat."
Nenek Rita hanya dapat menghembuskan nafas pasrahnya karena walaupun baru beberapa bulan kenal dengan sosok Prilly. Nenek Rita tau bagaimana sifat Prilly yang memang keras kepala.
"Baiklah kalau memang kamu ingin berjalan-jalan, tapi hati-hati dan jaga mama mu ya baby sayang." ujar nenek Rita sambil mengelus perut Prilly.
KAMU SEDANG MEMBACA
Complicated
FanfictionTak pernah disangka liburan yang awalnya dikira menyenangkan membuat seorang gadis muda yang bernama prilly arinda ini terjebak dengan seorang CEO sebuah perusahaan ternama Syarif Company dalam kamar hotel yang sama dalam keadaan yang tdk bisa terba...