Part 25

23.9K 1K 44
                                    

Makasih semua yang mau komen hihi

Karena semuanya menginginkan mereka tidak dipisahkan jadinya kaya gini deh...

Maaf ya kalau feellnya kurang aku memang hanya seorang penulis abal-abal hahaha

Ali membeku, dia diam mematung. Wajahnya tampak pucat pasi, oksigen yang dia hirup untuk bertahan hidup seakan berbalik mencekiknya. Air mata Ali jatuh begitu saja tanpa berusaha dia cegah. Matanya memandang nanar mata Prilly seakan mencari kebohongan akan ucapan yang baru saja Prilly ucapkan.

"Hey Prilly sayang kamu bercanda kan?" Ali masih menyangkal ucapan Prilly yang bagaikan hukuman mati baginya. "Sayang, kita mulai semuanya dari awal. Tarik kata-katamu, Pril. Aku mohon." Ujar Ali memelas. Ali benar-benar tak ingin kehilangan Prilly- istrinya. Istri yang berhasil membuatnya mengerti arti cinta yang sesungguhnya.

"Maaf, Li. Aku benar-benar ingin mengakhiri ini semua agar tak ada yang terluka diantara kita. Dan kau akan lebih leluasa berhubungan dengan kekasihmu itu." Ali menatap Prilly tak percaya. Ali hanya mencintai satu orang yang sekarang sedang berada dihadapannya itu. "Aku mencintaimu, Prilly Arinda. Aku benar-benar mencintaimu." Ucap Ali memegang erat kedua bahu Prilly.

Prilly tersenyum miris, "Jangan terlalu merasa bersalah dan mengatakan itu seolah-oleh kau memang benar-benar mencintaiku." Ali mengertakan giginya. "Aku benar-benar mencintaimu!" Kata Ali yang satu oktaf lebih keras.

Prilly melepaskan tangan Ali yang berada dipundaknya, "Jangan kasihan padaku, aku tak butuh rasa kasihanmu itu! Kau tak perlu merasa bersalah karena memang ini semua adalah salahku bukan salahmu! Aku tidak seharusnya menyetujui menikah denganmu hanya karena rasa tanggungjawabmu padahal aku tau k-kamu punya seseorang dihatimu." Ujar Prilly terisak. Ali merasakan jika ada beribu-ribu jarum tak kasat mata menusuk hatinya. Hatinya terasa sangat sakit saat melihat air mata Prilly jatuh begitu saja, bahkan saat tempo hari Gina menangis didepannya hatinya tak merasakan sesakit ini.

"Hey, maafkan aku. Semuanya bukan salahmu Pril. Tak ada yang salah disini semua hanya sebagian dari takdir. Cinta kita sedang di uji, anggap saja Allah sedang menguji cinta kita." Ali menghapus air mata Prilly tapi tangannya ditepis begitu saja.

"Aku bilang pergi!" suara serak itu terdengar dingin kembali.

"Nggak! Aku nggak akan pergi." Ali berujar mantap. Prilly membuang pandangannya kesamping menarik nafasnya dalam. "Baiklah tuan Syarif, jika memang anda tak mau pergi saya yang akan pergi. Lagi pula kontrak pernikahan kita akan segera berakhir karena bayi yang aku kandung sudah tidak ada lagi. Jadi tunggungjawab anda sudah selesai, Tuan! Lagi pula tak pernah ada rasa cinta pada diri kita, tuan! Jadi ceraikan saya sekarang juga."ujar Prilly mantap.

Rahang Ali kembali mengeras, matanya kini sudah memerah pertanda menahan sebuah amarah. Dia tak habis fikir istrinya itu memang sangat keras kepala dan tidaklah mungkin dia menjelaskan isi hatinya sekarang. Dan jika diteruskan, Ali tidak yakin dapat menahan amarahnya sedikit lebih lama lagi. Ali segera bangkit dari ranjang Prilly dan mengetikan sebuah nomor pada handphone nya. Tak lama Ali berujar tenang, akan tetapi syarat akan nada perintah yang tak terbantahkan.

"Adam, batalkan surat kontrak pernikahan yang pernah aku buat!"

­"______"

"Aku bilang batalkan sekarang juga! Tak ada bantahan aku ingin surat itu dibatalkan, sekarang! Aku tunggu laporanmu sebelum hari ini berlalu jika tidak aku akan membatalkan kontrak kerja dengan firma hukum milikmu." tanpa menunggu balasan, dia memutuskan sambungannya sepihak.

Prilly menatap Ali tak percaya, dia tak habis fikir Ali benar-benar menjadi sosok yang sangat arogan. "Apa yang kau lakukan! Aku bilang kita sudah selesai! Tak ada yang bisa dipertahakan dalam hubungan ini dan sebaiknya kita berce-" Prilly berteriak pada Ali. Tapi hanya dibalas dengan pandangan mata yang sangat tajam yang mengarah padanya. Prilly merasakan jika hatinya menciut takut melihat sorot mata yang tidak pernah ditampakkan oleh Ali.

"Dengar Nyonya Prilly Syarif! Aku tak akan melepaskanmu, apapun alasannya dan jangan pernah mengucapkan kata-kata sialan itu sampai kapanpun. Aku telah membatalkan surat perjanjian itu dan tak ada alasan bagimu untuk pergi dariku. Ada ataupun tidaknya baby kita bukan alasanmu juga untuk meninggalkanku sayang. Kau hanya milikku dan jika kau ingin meninggalkanku setidaknya kau harus membunuhku dengan tangamu sendiri. Dan melihatku mati didepanmu, hanya itu yang bisa membuatmu lepas dariku. Camkan itu baik-baik nyonya Syarif" Ujar Ali dingin dengan sorot mata tajam yang terasa menelanjangi setiap sudut tubuh Prilly. Dan kemudian Ali pergi meninggalkan Prilly yang mematung di ruangannya.

Setelah keluar dari ruangan yang benar-benar menyesakkan dadanya Ali akhirnya menghembuskan nafas lelahnya. Dia merutuki semua kebodohan yang membuat istrinya mengucapkan kata-kata sial yang tak penah dia ingin dengar sekalipun. Tak taukah istrinya jika dia tak dapat melihat istrinya itu sama saja dengan membunuhnya. Dia memijit pangkal hidungnya pertanda bahwa dia sedang sangat kalut hari ini. Bayangkan dia baru saja kehilangan calon anaknya dan sekarang istrinya itu meminta bercerai yang kemudian meninggalkannya. Tidak, itu tidak akan terjadi karena Ali tak mungkin akan bisa bertahan hidup jika oksigennya hilang begitu saja.

"Brengsek! Belum puaskah Lo bikin sahabat gue menderita! Mending Lo pergi dari hidup sahabat gue dan jangan pernah kembali lagi! Karena Lo, Prilly kehilangan bayinya. Brengsek!" Jessi marah akan semua yang terjadi pada sahabatnya. Pasalnya Prilly adalah gadis baik yang tidak pernah sekalipun membuat siapapun sedih. "Lo benar-benar lelaki brengsek yang berani selingkuh dibelakang istrinya yang sedang mengandung! Dan liat sekarang gara-gara kelakuan biadabmu itu, Prilly harus menanggung semuanya! Ceraikan Prilly dan bairkan dia pergi, brengsek!" Tangan Jessi yang sedari tadi terkepal di samping tubuhnya itu, dia ayunkan dengan cepat ingin memukul Ali. Tapi yang dilakukan oleh Jessi tidaklah kalah cepat dengan refleks Ali, tangannya berhasil di tahan oleh Ali. Pandangan Ali yang tajam membuat hati Jessi terasa sedikit takut. Pandangan mata hitam itu begitu menusuk dan seperti menahan sebuah bom besar yang siap meledak kapan saja.

"Aku tau jika perbuatanku membuat sahabat anda menderita nona. Tapi jangan pernah berharap saya akan meninggalkan istri saya. Dan jika anda memang benar-benar menginginkan hal tersebut dengan amat sangat menyesal saya tidak memperbolehkan anda untuk menemui istri saya!" kemarahan Ali sudah mencapai ubun-ubun dan siap meledak kapan saja setelah mendengar perkataan sarkas sahabat Prilly ini.

Kevin yang melihat itu semua kemudian berjalan menghampiri Jessi dan menariknya untuk sedikit menjauh dari Ali. Kevin tau jika tetap membiarkan Jessi mengeluarkan kata-kata memprovokasi bukan tidak mungkin Ali akan bertindak kasar pada wanita itu. Sebelum Kevin pergi dia sempat berbisik pada Ali, "Kita bicara nanti."

Ali menjambak surai hitamnya frustasi, dan kemudian mendial sebuah nomor dan menunggu orang dari seberang menjawab panggilannya.

"Kirim orang-orang kepercayaanmu 2 orang untuk berjaga di sekitar ruang rawat istriku, ben."

"______"

"Dan perintahkan pada orang-orangmu untuk melaporkan apapun kegiatan istriku."

"______"

"Satu lagi. Jangan biarkan dia keluar dari ruangan tanpa pengawasan orangmu. Mengerti!" Ali menutup telfonnya. Tangannya membelai pintu bercat putih pucat itu seakan sedang membelai seseorang yang sedang berada di dalamnya. "Maafkan aku sayang. Setidaknya dengan begini aku akan sedikit lega karena kau tidaklah akan meninggalkanku diam-diam."

Terimakasih yang sudah mau komen dan vote....

Lope u all^^

ComplicatedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang