Setelah tau jika Ali kembali bersama dengan kekasihnya – Gina, dia tak pernah mempertanyakan semua itu pada Ali. Ya, Prilly memilih diam. Dia memilih untuk tetap diam dan melakukan kegiatannya seperti biasa. Walaupun sekarang waktu Ali buat dirinya memang berkurang banyak karena Ali akan berangkat pagi-pagi sekali dan pulang saat larut malam. Setiap Prilly bertanya kenapa akhir-akhir ini Ali terlihat sangat sibuk, maka Ali hanya akan menjawab jika sekarang dia sedang mengurus sebuah proyek besar yang mengharuskan dirinya untuk lembur setiap hari dikator.
Ali memang sebenarnya tidak terlalu berbohong, dia memang sedang mengurus sebuah proyek besar yang mengharuskan dirinya lembur walaupun tidak setiap hari. Tapi karena kedatangan Gina yang tiba-tiba dan mengajaknya makan malam bersama saat dirinya tidak begitu sibuk membuat Ali mau atau tidak harus menuruti kemauan Gina. Sebenarnya jauh di relung hatinya, Ali begitu merindukan sosok istri mungilnya. Karena akhir-akhir ini dia hanya bisa memandangi istrinya ketika pulang kantor dengan keadaan tertidur nyenyak. Ali memang tidak pernah melewatkan untuk tidak mengirimkan sebuah pesan kepada istrinya untuk mengingatkan agar istrinya itu tidak telat makan dan meminum vitaminnya. Sebenarnya Ali merasakan jika istrinya itu merajuk, karena setiap dia mengirimkan pesan, istrinya hanya membalasnya dengan sangat singkat. Ali hanya berfikir jika Prilly merajuk pasal dirinya yang tidak sama sekali memiliki waktu untuk berdua dengannya. Padalah sebenarnya ada hal besar yang sedang menantinya, hanya masalah waktu yang dapat menjawabnya.
----
"Kenapa bos? Pagi-pagi buta sudah memegangi kepala, kaya orang frustasi aja deh lo!" ucapan Kevin yang tiba-tiba muncul di balik pintu ruangannya itu.
"Gue bingung sama perasaan ini. Kenapa rasanya begitu berbeda." Ali berguman lirih yang masih dapat didengar oleh Kevin.
"Yaelah, Lo yang berbuat sendiri kenapa pusing. Gue udah pernah bilang saat Gina pertama kali menampakan hidungnya lagi. Gue bilang agar Lo mau jujur ama tu anak orang biar masalahnya nggak serumit ini. Paling enggak kalo Lo jujur apapun yang akan Gina katakan Lo bisa mengambil sikap. Lo itu udahpunya istri, Bro. Lo itu udah berkomitmen untuk bertanggung jawab tapi kenapa Lo sekarang bersikap kaya pengecut gini. Secara tidak langsung Lo nyakitin perasaan Gina, Prilly istri Lo, dan diri Lo sendiri Bro!" Kevin mengeluarkan semua unek-unek yang ada di kepalanya sedari kejadian ini dimulai. Kevin tak habis pikir dengan sahabat sekaligus bosnya dikantor. Entah kenapa bos yang terkenal lulusan terbaik dan memiliki otak yang begitu pintar seolah-olah berubah menjadi dungu. Dan Kevin sangatlah geram dengan tingkah laku Ali yang dirasa sangat labil itu. ali terkesan lebih mementingkan Gina daripada Prilly. Saat ditanya Ali berdalih jika dia langsung berubah sikap pada Gina itu akan menyakiti hati Gina. Tak taukah dia jika hati Prilly juga tersakiti secara tidak langsung.
"Gue tau itu, Vin!" ujar Ali frustasi. Kevin tidaklah memberikan solusi malah menambah runyam suasana. Ali memang berencana untuk memberitahukan semuanya kepada Gina tapi bukan sekarang, belum saatnya.
"Terserah Lo, Bos. Yang pasti jangan sampai Lo menyesal kalo Lo kehilangan keduanya." Kevin langsung berjalan keluar dari ruangan bosnya setelah memberikan laporan yang tadi diminta oleh Ali.
"Ya Tuhan, apa yang harus aku lakukan." Ali mengusap kasar wajahnya.
"Kamu kenapa, Li?"
-----
Ketika Prilly sedang membersihkan rumah, tak sengaja dia menemukan sebuah map berwarna biru. Jika tidak salah tadi Ali sempat membawa map tersebut dan menyebutnya saat sebelum berangkat kekantor terburu-buru. Mungkin map itu tidak sengaja tertinggal saat Ali terburu-buru memakai sepatunya.
"Kalau begitu aku akan ke kantor Ali siapa tau map ini penting." Ujar Prilly lebih pada dirinya sendiri.
Setelah selesai berbenah Prilly telah siap pergi ke kantor Ali dengan pakaian yang dia kenakan yaitu rok terusan lengan tiga perempat yang panjangnya hanya sampai dengkul dengan polesan sedikit makeup. Yang membuat perut yang sudah membuncit itu tidak begitu terlihat. Prilly tampak begitu cantik dan segar.
--------
Prilly memandang takjub sebuah gedung berlantai entah berapa yang menjulang tinggi di langit. Ini adalah kali pertama Prilly memasuki gedung tempat suaminya bekerja sekaligus pemilik dari gedung besar ini. Prilly tersenyum kecil membayangkan suaminya itu sedang bekerja keras untuk dirinya dan juga calon anak mereka. Tapi seketika senyum itu pudar saat dirinya harus dihadapkan oleh kenyatan bahwa Ali menikahinya hanya sebatas rasa tanggung jawab akan calon anak mereka hanya itu tak lebih. Karena bagaimanapun saat membandingkan sikap Ali padanya dan pada kekasihnya- Gina, Prilly dapat melihat jika Ali lebih bahagia bersama Gina bukan dirinya. Prilly menghela nafas kasar berjalan lurus ke arah resepsionis yang juga sedang menatapnya heran.
"Ada yang bisa saya bantu, ehm..nona?" Resepsionis itu tampak melihat Prilly dari atas hingga bawah menilai penampilan Prilly yang tampak masih seperti anak kecil itu. tak taukah resepsionis itu siapa dirinya, tentu saja dia tak tau pikir Prilly.
"Ehm, saya mau bertemu dengan Pak Ali. Apakah saya bisa bertemu dengannya?" tanya Prilly sambil tersenyum manis.
"Apakah anda sudah membuat janji, nona?" tanya resepsionis itu penuh selidik.
Sebelum Prilly menjawab pertanyaan resepsionis itu, sebuah tepukan tangan besar membuatnya mau tak mau berbalik melihat siapa yang sedang menepuk bahunya itu. alisnya mengernyit bingung siapa laki-laki yang berani menepuk pundaknya padahal setaunya dia tak pernah melihat lelaki itu.
"Prilly kan?" tanya laki-laki itu dengan senyum hangat. Prilly semakin bingung saat tau laki-laki tampan itu tau namanya. Prilly hanya mengangguk singkat mengiyakan pertanyaan laki-laki tampan itu. "Oh! Maaf perkenalkan aku Kevin sahabat Ali."
"Maaf aku nggak tau, kalau kamu sahabat Ali." Senyum yang Prilly tampilkan saat berkenalan dengan Kevin entah kenapa membuat Kevin terpana sesaat. Senyum itu tampak tulus dan tidak dibuat-buat, wajah istri sahabatnya itu juga tampak sangat cantik dan terkesan natural seperti barbie yang selalu di mainkan oleh keponakan Kevin.
Kevin ataupun Prilly memang tak pernah bertemu, tapi Kevin tau seperti apa Prilly karena saat sahabatnya itu sering memandang potret Prilly yang berada di meja kebesarannya. "Mau ketemu Ali?"
"Iya, kayaknya dia meninggalkan map penting ini dirumah. Tapi kalau tidak bisa bertemu dengannya juga tak apa-apa. Biar tuan-"
"Kevin, panggil aku Kevin saja." Potong Kevin cepat.
"Tapi sepertinya anda lebih tua dibandingkan dengan saya." Prilly merutuki kebodohan mulutnya yang entah kenapa tak bisa dikontrol belakangan ini. Ucapan Prilly membuat Kevin seketika tertawa, dia tak menyangka jika pesonanya tidak mempan terhadap wanita milik sahabatnya itu. Dan dengan tanpa dosa Prilly mengatainya tua, tidak bisa dibayangkan.
"Maaf." Prilly menunduk menyesali ucapanya.
Kevin memandang Prilly lucu dan menghentikan tawanya, "Kalau aku terlihat setua itu panggil saja aku kakak asal jangan kau panggil tuan saja."
"Baiklah, Kak Kevin."
"Tidak buruk juga. Baiklah ayo ikut denganku sepertinya kedatanganmu akan membuat suamimu itu lebih tenang." Kevin sangat bersemangat membawa Prilly menaiki lift yang menuju ruangan Ali. Tanpa mereka sadari ternyata sebuah badai besar sedang menunggu mereka.
Hehehe....
Entah kenapa sebuah ide tiba-tiba muncul yang membuatku bisa produktif walaupun Cuma satu part lagi hihihi... ceritanya aku mau menebus kesalahan gara-gara agak telat update padahal kemarin aku janji kalau urusanku selesai mau update... owh iya maaf kalau belum balas komen part sebelumnya...makasih yang udah mau komen dan makasih pokoknya buat masukan kakak2 semua. Masukan kalian pokoknya sangat berarti dan bisa dijadikan pertimbangan buat part selanjutanya.. hehe
js JrԚ"
KAMU SEDANG MEMBACA
Complicated
FanfictionTak pernah disangka liburan yang awalnya dikira menyenangkan membuat seorang gadis muda yang bernama prilly arinda ini terjebak dengan seorang CEO sebuah perusahaan ternama Syarif Company dalam kamar hotel yang sama dalam keadaan yang tdk bisa terba...