Baru tiga hari ini Prilly mengikuti kelas ibu hamil. Selain di ajarkan senam ibu hamil, kelas ini juga mengjarkan para calon ibu untuk dapat mengurus anak mereka nantinya saat setelah melahirkan mulai dari memilih bahan pakaian yang baik, cara memandikan bayi yang benar, memijat, dan makanan yang sesuai dengan tumbuh kembang anak. Kelas tersebut tidak hanya diikuti oleh ibu hamil saja tapi para suami dari ibu-ibu hamil tersebut juga mengikuti kelas itu agar menjadi suami siaga. Hal tersebut tak luput dari pandangan Prilly.
Wanita hazel itu hanya dapat tersenyum miris karena hanya dia yang sendirian disini tanpa didampingi suaminya.
"Nyonya Prilly, apakah ada yang bisa saya bantu?" Tepukan dari Renata membuyarkan lamunan Prilly seketika.
"Ah, tidak apa-apa." Dengan senyum canggungnya Prilly melanjutkan membuat model untuk baju ananya kelak.
Tanpa disadar, sedari tadi dibalik pintu seorang laki-laki berjas memandang lekat ke arah istrinya berada. Dapat dilihatnya sedari tadi istri yang tak pernah mau dia akui tersebut memandang pasangan lain dengan iri. Ali akui jika dia tak pernah mau tau perasaannya istrinya itu. Ai merasa sangat jahat terhadap Prilly, padahal setiap hari istrinya itu tak pernah sekalipun tidak melayaninya. Bahkan sering kali Prilly harus tertidur sofa karena menunggui Ali pulang bekerja.
"Tuan apakah anda akan terus mengintip istri anda ataukah anda mau bergabung dengan yang lain?" Renata pelatih kelas ibu hamil tersebut memang sedari tadi memperhatikan Ali yang terus saja melihat ke arah Prilly dengan raut wajah yang tak terbaca.
" Nyonya Prilly? Apakah pria ini suami anda?"
Sontak semua orang yang sedang berada di kelas melirik ke arah suara Renata dan kemudian berbalik menatap Prilly satu-satunya ibu hamil yang berada dikelas tanpa ditemani oleh suaminya itu.
Dengan canggung Prilly menggigit bibir bawahnya dan mengangguk kaku ketika melihat Ali yang berdiri canggung seperti seorang penguntit yang ketahuan. Tanpa menunggu lama Ali berjalan menghampiri Prilly dan duduk disebelahnya. Renata yang bersedekap memperhatikan Ali dan Prilly yang terlihat canggung itu hanya dapat menggelengkan kepalanya diapun kembali berjalan ke depan dan melanjutkan penjelasannya tadi kepada murid-muridnya itu.
Prilly merasa sangat canggung karena sekarang ada Ali yang duduk disampingnya. Sampai-sampai saat dia memasukkan jarum untuk menjahit baju tidak sengaja mengenai tangannya.
"Aw!"
"Hati-hati dong!" desis Ali dengan suara pelan dan dengan segera Ali memegang jari Prilly dan menghisap darah Prilly agar berhenti.
Prilly memandang takjub apa yang dilakukan Ali kepadanya, pasalnya selama ini Ali tak pernah sekalipun perduli padanya tapi lihat sekarang jari Prilly yang terluka sedikit itu langsung mendapatkan respon berlebih dari Ali.
"Kamu harus hati-hati jangan ngelamun kalo lagi pegang benda tajam. Lihat kan jarimu terluka!"
Prilly tak dapat berkata apa-apalagi dia benar-benar takjub oleh apa yang dilakukan Ali. Bahkan Ali memanggilnya dengan sebutan "Kamu", Prilly sempat bergidik ketika dia berfikir jika Ali sedang kena guna-guna atau kerasukan jin saat berada dikantor.
"Sini biar aku aja yang buat. Bikin kaya gini aja gak bisa!" tanpa sadar sekarang Ali yang telah mengambil jarum yang tadi melukai jari mungil Prilly.
"Gak usah biar aku saja. Gak papa kok, aku bisa sendiri." Prilly berusaha mengambil jarum itu lagi tapi dengan cepat Ali menghalanginya.
"Biarkan aku yang buat. Kamu diam saja, dan perhatikan!" ucap Ali final tanpa bisa dibantah oleh Prilly.
Prilly hanya dapat menghembuskan nafas pasrah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Complicated
FanfictionTak pernah disangka liburan yang awalnya dikira menyenangkan membuat seorang gadis muda yang bernama prilly arinda ini terjebak dengan seorang CEO sebuah perusahaan ternama Syarif Company dalam kamar hotel yang sama dalam keadaan yang tdk bisa terba...