Melihat Prilly yang sudah kembali tertawa, Ali memberanikan diri untuk memasuki kamar itu. Saat keberadaan Ali sudah diketahui oleh Prilly, seketika suasana menjadid sunyi. Jessi yang berada disanapun langsung mengalihkan pandangannya menghadap arah lain. Sedangkan sepasang suami istri itu tampak saling memandang, bukan pandangan sayang yang mereka tampilkan tapi pandangan marah dan kecewa. Lebih tepatnya pandangan kecewa dan kemarahan itu Prilly arahkan ke Ali. Sedangkan Ali yang dipandang seperti itu merasakan hatinya seperti teriris. Sebelum Ali melangkahkan kakinya lebih jauh sebuah suara dingin kembali Prilly layangkan. "Pergi!"
"Pril, aku mohon. Aku ingin bicara sama kamu, sayang." Ucap Ali memelas.
"Aku bilang pergi!" prilly menatap penuh kebencian pada Ali yang membuat Ali kembali mematung. Sekarang tak ada tatapan lembut dari mata hazel itu, apakah tak ada maaf lagi baginya.
Jessi yang mendengar suara Prilly yang terasa sedikit bergetar, dia menghampiri Ali dan menyeretnya pergi dari kamar itu. "Gue mohon, elo pergi dulu dari sini."
"T-tapi gue pingin ng-"
"Tunggu sampai Prilly benar-benar tenang. Tapi jangan sekarang, biarkan dia menata hatinya." Ujar Jessi pelan saat berhasil menyeret Ali keluar dari kamar rawat Prilly. "Gue tau lo pingin ngejelasin sesuatu sama, Prilly. Gue juga tau kalau elo emang benar-benar menyesal. Maaf kalau tadi gue sempat nyolot dan bikin lo marah. Jangan kaget gue tau darimana, gue bisa liat bagaimana tersiksanya elo yang memandang Prilly sedari tadi." Jessi menarik nafas dalam. Jessi tidak akan menutup mata saat melihat dari mata kedua suami istri yang sebenarnya memiliki perasaan yang sama tapi terkalahkan oleh sebuah ego dan tentu saja masalah pelik yang sedang mereka terima. Jessi juga tak bisa menutup mata saat sedari tadi mata Ali selalu mengintip dibalik kaca kecil yang berada di tengah pintu dengan pandangan yang menyedihkan. Jessi juga tak dapat diam saja ketika dia juga tau sebenarnya Prilly juga memandang Ali dengan pandangan yang juga sama terlukanya. Tapi dibalik semua tatapan itu sebenarnya ada sebuah cinta yang begitu besar yang ingin mereka ungkapkan.
"Maaf juga karena tadi gue sempat ngancam lo."
"No problem, gue tau lo nglakuin itu karena takut kehilangan dia kan. Tenang aja gue gk bakalan bikin lo kehilangan dia, tapi gue juga gak mau bantuin apapun kalau Prilly gak meminta atapun menginginkannya." Jessi berujar santai yang dibalas helaan nafas berat Ali.
"Gue nggak akan meminta apapun karena gue tau disini gue yang salah. Tapi gue mohon jagain istri gue buat dia tersenyum. Itu adalah hal yang paling gue inginkan saat ini." Ali mencoba tersenyum tulus memandang Jessika penuh permohonan.
"Oke, gue masuk dulu. Gue mohon jangan mencoba mendekatinya saat ini karena itu akan membuat Prilly semakin stres." Jessi berlalu pergi meninggalkan Ali yang duduk kembali di luar ruangan ruang rawat itu.
-----
Ali terlihat membuka pintu bercat putih itu pelan, takut menimbulkan bunyi yang dapat mengusik seorang yang sedang tidur dengan sangat nyaman. Dia menatap lekat sepasang mata yang sedang tertutup rapat itu. Tangan besar itu mengelus rambut madu istrinya dengan sayang. Tak terasa air mata kembali meluncur bebas dari mata hitam itu dengan lancangnya. Dia menghapus kasar air mata yang mengalir tanpa permisi dari kedua bola matanya. Dia rindu tatapan sayang yang selalu mata itu pancarkan saat bersamanya, tapi sekaramg tatapan mata itu berubah ketika melihatnya. Hanya ada tatapan mata kecewa dan benci. Karena itulah Ali benar-benar membenci dirinya, karena kekhilafannya membuat istri sekarang berbalik membencinya. Karenalah juga dia harus kehilangan buah hati mereka.
Ali menangis dalam diam menggenggam erat tangan Prilly yang sekarang sedang tertidur pulas karena efek obat yang dikonsumsinya. Dia mencium tangan itu dalam diam, menghirup lama bau strowberry yang menguar dari kulit pucat istrinya itu seakan-akan sedang mengisi energi untuk esok hari.
"Maafkan aku, Pril. Aku memang lelaki brengsek yang tidak pantas buatmu. Tapi aku juga tak bisa kehilanganmu istriku." Ali terisak pelan menumpahkan semua keluh kesahnya yang sedari tadi pagi dia sembunyikan.
"Hey, aku memang lelaki bodoh yang tidak pernah memikirkan prasaanmu. Tapi asal kamu tau aku hanya mencintaimu sayang. Apa yang kau lihat waktu itu bukan seperti yang kamu lihat. Saat itu aku sedang meniup mata Gina yang kemasukan debu. Aku tak melakukan apapun sayang. Kau akhir-akhir ini aku memang sedang disibukan karena nenek tiba-tiba melimpahkan semua urusan kantor padaku dan beliau juga tak bisa dihubungi sampai sekarang. Aku butuh kamu Pril, aku butuh kasih sayangmu. Walaupun akhir-akhir ini aku hanya dapat melihatmu dan baby boo sebentar." Ali menangis dalam diam. Air matanya dengan deras meluncur begitu saja dari kedua matanya. Untuk malam ini dia ingin menagis karena kebodohannya.
Tanpa dia tau sebenarnya sepasang mata sedang memperhatikan isak tangis Ali dari kejauhan. Dia- Jessi sekarang tau jika Ali memang benar-benar telah mencintai Prilly dengan tulus. Bagaimana tidak baru saja dia juga bertemu dengan Kevin membicarakan masalah kedua suami istri itu. kevin juga mengatakan jika sahabatnya itu memiliki suatu janji kepada mendiang kedua orangtua Gina untuk selalu menjaga gadis itu dan membahagiakan gadis itu. itulah pesan terakhir dari kedua orang tua Gina saat menghembuskan nafas terakhirya karena kecelakaan yang sebenarnya menimpa Ali dan juga Gina. Tapi karena Ali dan Gina berada di kursi depan dan memakai sabuk pengaman menjadikan mereka tak terluka parah yang juga mengakibatkan kedua orang tua Gina meninggal. Disanalah Ali berjanji untuk membuat Gina bahagia selamnya apapun akan dia lakukan.
u
KAMU SEDANG MEMBACA
Complicated
FanfictionTak pernah disangka liburan yang awalnya dikira menyenangkan membuat seorang gadis muda yang bernama prilly arinda ini terjebak dengan seorang CEO sebuah perusahaan ternama Syarif Company dalam kamar hotel yang sama dalam keadaan yang tdk bisa terba...