#3

2.4K 77 2
                                    

"Gud ipening, Wan."

Awan menoleh. Kawannya, Haris, membawakannya secangkir kopi. Ia terkekeh.

"Gud ipening tu, Ris." Awan tertawa. "Lembur ogé?"

"Muhun." Haris menyesap kopinya. "Perasaan kemarin kamu ga lembur. Kenapa mata ada lingkaran hitamnya?"

"Bukannya pasti ada, ya?"

Awan menunjuk manik matanya. Haris meninju pelan lengan Awan.

"Sial!" maki Haris.

Awan tergelak.

"Iya, nih, Ris. Lagi mikir."

"Mikir apa lagi? Jangan bilang tentang perempuan."

"Sayangnya iya." Awan merenung. "Rasa-rasanya tak mungkin, tapi terjadi!"

"Ari Awan téh kenapa? Kenapa ga mungkin?"

Awan tertawa dan berkata, "Aku jatuh cinta pada pandangan pertama, Ris!"

***

Bore log. Data gelombang. Data angin. Konsep yang diinginkan.

Jingga menundukkan kepalanya dan menyerah. Sialan, memang, menjadi seorang consultant engineer jika dirinya sudah dicap 'babu' oleh klien. Permintaan yang aneh, biaya yang selalu harus ditekan, ekspektasi yang terlalu tinggi....

Ia tak sadar bahwa Awan sedang menatapnya.

"Kerudungmu berantakan, lo, Ga."

Jingga tersentak. Ia melirik kaca kecil di sebelah kiri. Kerudungnya hanya sedikit miring. Alisnya naik, namun ia menghargai peringatan kecil Awan.

"Makasih ya Mas, diingetin," kata Jingga sambil tersenyum.

"Nggak apa-apa." Awan tersenyum jahil. "Jangan Mas dong. Akang aja. Lebih nyunda."

Mata Jingga melebar. Ganjen amat!

"Nggak, makasih."

"Harusnya, kalau kamu ke tanah Sunda, kamu harus belajar juga budayanya. Bahasanya. Mulai dari manggil saya aja."

Setelah mendesah pelan sambil menggelengkan kepala, akhirnya ia membalas, "Iyalah, Kang Awan. Apa yang nggak buat Akang?"

Keduanya tertawa.

***

Ogé: juga

Muhun: iya

Bore log: data hasil penyelidikan tanah; untuk menghitung seberapa dalam atau jenis pondasi yang akan dibangun

Jingga | ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang