#16

852 38 1
                                    

Banu terbelalak. Baru kemarin rasanya ia menggeliat kemerahan ketika melihat Jingga. Kini, anak itu terlihat menolak kehadirannya.

Yang ngejar siapa, yang ninggalin siapa.

Bahkan, walaupun dengan embel-embel sebagai sesama pria, Banu tak membenarkan perilaku Awan.

"Jujur, Wan, kamu keterlaluan," Banu mendesah, "tapi saya ga mau ngurusin hidup kamu. Udah sana, kerja lagi. Semoga cocok sama mbak-nya ya."

Awan terdiam mendengar reaksi Banu--dan semua orang di kantor--saat mendengar dia jatuh cinta pada Alin. Memangnya apa salahnya? Toh Jingga tak meresponnya. Toh kedekatan mereka tak seintensif itu.

Ia menggelengkan kepalanya. Ia lanjut bekerja.

***

Sudah beberapa hari sejak Awan mengantar Alin pulang. Diam-diam, Awan sering memperhatikan jadwal pulang Alin.

Alin sering pulang sehabis maghrib. Ia selalu menunggu di halte depan kantor Awan. Selain naik taksi, terkadang Alin dijemput koleganya. Awan menduga bahwa Alin mudah akrab dengan orang lain. Hal ini terbukti dengan mobil berbeda-beda yang menjemputnya.

Pernah pada suatu hari Awan dikejutkan oleh Jingga yang hendak pulang.

"Kang Awan ngapain?" tanya Jingga. "Mau nebeng?"

"Saya bawa mobil, kok," jawab Awan pendek.

Seakan mengerti dengan pikiran Awan yang sedang fokus pada Alin di halte, Jingga membalas, "Oke, saya duluan."

Ya sudah. Begitu saja. Memang Awan dan Jingga itu apa?

***

Jingga mengambil selimut di kamarnya dan membawanya ke sofa. Ia menggulungkan diri pada selimut, menyalakan laptop, dan mengaktifkan opsi tethering and portable hotspot pada ponselnya.

Pertama, ia membuka Facebook dan memeriksa chat-nya. Segera setelah ia membalas semuanya, ia membuka e-mail.

E-mail dari Pak Brian dua puluh menit yang lalu. Pasti penting.

Setelah membaca dan membalas e-mail Pak Brian, ia mengunduh file yang dikirimkan Pak Brian dan kembali melihat beranda Facebook. Ada nama Awan di sana.

Awan baru saja update bersama wanita berkerudung panjang itu. Mereka makan di mall sekitar kantornya. Jingga menekan like dan kembali melihat-lihat berandanya.


Beberapa saat kemudian, ia merasa bosan. Ia mematikan laptop-nya dan berpikir.

Awan...

Urusan jodoh memang rumit. Menutup diri, dikatai jual mahal. Sudah membuka diri, tibalah yang lebih darinya. Manusia memang memiliki algoritma perasaan terparah dari makhluk apapun di bumi ini.

But she believes Awan deserves the best girl on earth. He's charming and simple. He's hot with his own way. Oops!

Jingga memukul pipinya pelan. Ia memutuskan untuk tidur lebih cepat.

Jingga | ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang