#17

789 40 1
                                    

"Hanya ingin memperjuangkan, Lin. Ga salah, kan?"

***

Mari kita putar waktu ke tiga puluh menit sebelumnya. Awan sedang menunggu Alin keluar dari bank. Awan benar-benar tak bisa menahan rindunya pada Alin. Kali ini, tak peduli Alin sibuk atau tidak, Awan akan menjemputnya. Awan akan mengajaknya makan malam.


Awan menyetir mobilnya sedikit lebih jauh dari halte agar terlihat lebih alami bagi Alin. Beberapa saat kemudian, ia melihat Alin keluar gedung sambil menenteng tasnya yang berwarna coklat.

Awan menyetir dengan kecepatan biasa. Ia berhenti tepat di hadapan Alin.

"Hai Alin. Masih inget sama saya?"

Alin terdiam cukup lama sebelum menjawab, "Iya, Mas Awan."

Wajah Alin tampak berbinar sebelum Awan berujar, "Nah, iya, saya! Kamu kosong, nggak? Saya mau ngajak makan malam."

Binar di mata Alin memudar. Ia tampak salah tingkah sebelum menjawab, "Makan di mana, Mas?"

"Di daerah sini aja, Lin. Kamu mau makan di mana? Saya yang traktir, nih."

Lagi-lagi, Alin terdiam. Ia tampak menimbang-nimbang sesuatu.

"Oke, Mas. Kita ke BIP aja ya."

***

Awan tak salah memilih Alin untuk menjadi wanita yang ia sandarkan hatinya. Ternyata, wanita ini dewasa dan tertutup. Ia menjaga diri, tapi ia ceria. Ternyata, Alin merupakan pendengar yang baik.

"Iya, Lin, ada yang namanya Manchester City sama Manchester United. Emang kamu ga tau ya?"

Alin tertawa sebelum menjawab, "Saya ga tau sama sekali, Mas. Saya cuma tau ada klub bola yang namanya ada Manchester-nya. Saya pernah ke sana soalnya."

"Serius? Ngapain?"

"Liburan."

"Sama siapa? Pasti menyenangkan ya?"

"Sama--" Alin berdeham sejenak sebelum melanjutkan, "yah, sepupu. Tapi sepupu jauh."

"Pasti ribet juga ya jadi perempuan. Ke mana-mana harus ada temennya. Libido pria ketinggian, sih."

"Mas Awan juga pria, lo."

"Saya menjaga diri, Lin. Saya ga mau asal mainin perempuan. Kasian calon istri saya kalau saya main-main sama perempuan lain."

"Terus ngapain Mas Awan ngajakin jalan saya sekarang? Kita belum tentu jodoh. Terus kata Mas barusan Mas mau jaga hati jodohnya Mas. Jadi ngapain Mas ngajak saya ke sini?"

Awan terdiam sejenak sebelum menjawab, "Hanya ingin memperjuangkan, Lin. Ga salah, kan?"

Alin bungkam karenanya. Ia menunduk. Entah apa yang ia tatap.

"Saya salah ngomong, ya?"

"Nggak, Mas." Alin menyendokkan kembali baso pesanannya. "Saya lupa saya ada acara. Kita harus segera pulang."

"Acara apa? Kenapa acaranya di rumah? Pengajian?"

Alin menahan tawanya. Ya ampun, ia tampak manis dan menggemaskan sekali.

"Bukan acara itu, Mas. Acara TV!"

Awan tertawa.

"Oke."

Mereka makan dalam diam. Saat hendak pulang, tiba-tiba Awan berkata, "Selfie, yuk!"

"Mas Awan!" seru Alin. "Katanya mau jaga hati jodoh!"

Awan sempat cengengesan sebelum berkata, "Sekali-sekali ga apa-apa kan, ya, Lin?"

Alin mendesah sebelum mengangguk.

Setelah berfoto, Awan berkata, "Lin, boleh kita bertukar nomor? Biar kalau kamu pulang sendiri ga usah takut. Kantor kita kan sebelahan. Saya tungguin."

"Oke, Mas."

Jingga | ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang