#12

887 41 0
                                    

Jingga mencabuti beberapa sticky notes dari sekat antara ia dan Awan. Kontrak antara ia dan kantor tinggal tiga bulan lagi. Sudah saatnya memutuskan tujuan kepergian yang selanjutnya.

"Ga, ada janji makan siang ga?" ujar Awan dari mejanya.

"Nggak, Kang. Emangnya kenapa?"

"Saya mau ngajak makan ketoprak di depan kantor."

"Boleh."

Jingga dan Awan memang menjadi dekat sejak kejadian sebelumnya. Walaupun Awan tak optimis, tapi ia yakin ia bisa memenangkan hati Jingga.

Keduanya bekerja seperti biasa. Awan sempat melihat Jingga bolak-balik berbicara dengan beberapa drafter.

"Neng, jangan ngobrol sama orang lain dong. Sama Akang aja."

Erza cekikikan di belakang Awan. Awan memukul Erza dengan cepat.

"Bikin malu aja. Aya naon, Za?"

"Mau ngembaliin bore log yang kemarin saya pinjem buat desain pondasi, Wan. Kamu sih, desain bangunannya ribet amat. Saya jadi kesusahan, kan."

"Sabar ya, Wan, tapi worth it kok. Saya desain supaya tahan 80 tahun."

"Luar biasa. Merancang bangunan yang tahan 80 tahun aja bisa, apalagi merancang masa depan bersama kamu, ya?"

Awan terkejut dan mengalihkan pandangan ke Jingga. Kelihatannya, wanita itu tak mendengar perkataan Erza .

"Tong keras-keras, Za!"

"Hehe."

***

Awan dan Jingga sedang menyantap ketoprak di pinggir jalan depan kantornya. Jingga serius makan, sedangkan Awan sibuk menambah sambal ke makanannya.

Sejak dahulu, Awan penyuka pedas. Ia sangat bersyukur ketika melihat Jingga tak canggung makan di pinggir jalan atau melihat Awan yang keringatan karena makan pedas.

Saat tengah menyendokkan ketopraknya, Awan dikejutkan oleh gadis yang ia temui di restoran milik temannya tempo hari. Gadis berkerudung panjang itu tampak sedang berbicara dengan pemilik angkringan.

Mata Awan tak berpindah dari wanita itu. Bahkan, ia berhenti makan karena terpana. Jingga saja sadar akan keanehan Awan.

"Duh, si Akang, Neng-nya ga mau dipanggil, tuh?"

Jingga yang mengatakan itu. Muka Awan memerah.

"Udah, Nengnya jangan diperhatiin terus. Habisin dulu, gih."

"Nggak gitunya, Ga. Takut ilang."

Jingga tertawa.

"Elah, Kang, ga bakal ilang juga."

Kontan Awan merasa malu. Ia menyukai Jingga, tapi kini ia membicarakan wanita lain di hadapannya. Apakah Jingga baik-baik saja? Tapi ia memang menyukai wanita di restoran. Lalu bagaimana dengan Jingga?

Saat tengah sibuk dengan pikirannya sendiri, tiba-tiba ia melihat wanita itu pergi. Ia bangkit dan segera mengejar wanita itu.

Ternyata, wanita itu masuk ke gedung di sebelah kantornya. Berarti, wanita itu adalah pegawai bank.

***

Jingga berteriak memanggil Awan. Pria itu malah berlari keluar angkringan. Ia memilih untuk mengejar wanita itu dibandingkan makan. Padahal waktu istirahat mereka sempit!

Dengan kesal, ia menyuruh sang pemilik angkringan untuk membungkus ketoprak Awan. Ia membayar, dengan cepat menghabiskan makanannya, dan masuk ke kantor sambil menenteng ketoprak milik Awan.

***

Drafter: juru gambar bangunan

Aya: ada

Naon: apa

Tong: jangan

Jingga | ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang