#11

916 61 1
                                    

"Ga, jangan ga dewasa gitu."

"Mereka keluarga kamu lo."

Suara Erza dan Tata berdenging di telinga Jingga.

Ia lelah dihakimi.

Di pesawat, Tata membahas topik itu lagi. Kepalanya pening.

Ia dipaksa untuk tak egois pada orang yang sudah egois padanya.

Tata sempat meracau, "Kamu harus tunduk sama orangtua kamu, ga peduli apapun yang terjadi," sementara pandangan Jingga melanglang ke luar pesawat.

Ia disuruh menunduk dan menunduk lebih rendah hingga kepalanya menghantam tanah. Ia bahkan tak akan maju bila tak memutuskan untuk melawan.

Awan paham kondisi Jingga saat itu. Ia bertukar duduk dengan Tata. Jingga tak mengacuhkan Awan. Melihatnya, Awan merasa pedih.

"Sakit, Ga?"

Jingga menoleh.

"Emangnya wajah Jingga pucat, Kang?"

"Oh, bukan sakit itu." Awan menggeleng. "Sakit di sini." Ia menunjuk dadanya.

"Nggak."

"Yakin?"

"Seratus persen."

"Oke."

Keduanya terdiam.

"Saya minta maaf, Ga, atas perkataan saya, Mas Erza, atau Mbak Tata yang mungkin ga enak buat kamu. Jujur, saya paham banget sekarang sama keadaan kamu. Ekspektasi tinggi? Didatangi setelah sukses?"

Jingga tak menjawab. Namun, ia jelas tengah memperhatikan Awan.

"I don't know what happened between you and your family, but I swear that I won't judge you."

Jingga menoleh. Ia menatap Awan dengan pandangan jemu.

"That was just an excuse. After I tell my story to everyone, they ask me to say sorry to my parents. Berapa kali lagi saya harus tersungkur? Lalu saya harus balik lagi sama orangtua saya? Setelah lebam di wajah, luka di tubuh, dan nyeri di hati?"

Perlahan, Awan mulai memahami situasinya. Keping demi keping kehidupan Jingga sudah mulai terpetakan di pikirannya.

"Siapa gadis yang membawa anak kecil tadi?"

"Adikku."

Awan terdiam sejenak sebelum berujar, "I know you will never be okay after those years. Semuanya harus kamu jalani sendirian, kan?"

Mata Jingga berkaca-kaca, tapi mulutnya terkunci.

"Nggak salah egois di saat-saat seperti ini, tapi kamu salah mengekspresikannya dengan cara itu. Yah, abu-abu, sih. Kamu tak akan menang melawan ayahmu jika kau tak bersuara lebih tinggi. Benar kan?

"Sekarang gimana? Sudah lega? Pikiranmu baru saja keluar sebanyak itu, lho. Semuanya adalah beban yang kautanggung seumur hidup, bukan?"

Awan pintar. Ya, Awan pintar. Ia mampu merajut informasi terkecil menjadi gambaran utuh. Ia mengerti keadaan Jingga tanpa menyalahkannya.

"Iya, Kang."

"Udah, sekarang kamu ga usah mikir yang aneh-aneh dulu. Tenangkan pikiran. Jangan masukkan perkataan Mas Erza atau Mbak Tata ke hati. Setelah itu, baru kamu pikirin. Saya nggak membenarkan perbuatan kamu, but it seemed like you didn't have another way to express your feeling."

***

Itu adalah kali pertama Jingga dihargai, tak dihakimi, dan dirangkul. Ia mendapatkan gambaran objektif mengenai pandangan orang terhadap perbuatannya, tapi ia tak sakit hati.

Awan tahu ia tak punya jalan lain selain membentak. Awan mengerti perbuatannya salah, tapi Awan tak memarahinya.

Untuk pertama kalinya, Jingga merasa bahwa ia dimanusiakan oleh seseorang.

---

Note:
Satu dari dua 'amanat' yang saya bawa untuk Jingga sudah keluar. Ya, memang ada orangtua yang selalu mengatur anak-anaknya. Ya, memang ada orangtua yang pilih kasih.

This is reality, guys.

Bagi saya, orangtua sebenarnya tak berhak 100% mengatur pilihan hidup anak, karena toh nantinya anak yang akan menjalaninya. Orangtua hanya boleh maju hingga tahap memberi masukan. Which is, banyak terjadi di sekitar saya. Banyak sekali.


Awal saya share part sebelum ini, jujur, banyak teman-teman yang marah karena saya mengangkat tema anak durhaka. Nggak, kok, saya nggak membenarkan perilaku durhaka, tapi saya juga tak setuju dengan perilaku superposesif atau superprotektif dari orangtua untuk anak, semanis apapun alasannya.

Sikap Awan mirip dengan teman saya. Ia tak membenarkan jika saya berbuat salah, tapi ia mencoba mengerti posisi saya sebelum menasihati. Seringkali ia hanya menyuruh saya berpikir sendiri, karena katanya saya sudah dewasa.

Jingga | ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang