#13

833 40 0
                                    

Awan berjalan gontai menuju mejanya. Ia cukup terkejut melihat bungkus makanan di sana. Di atasnya, terdapat sticky notes bertuliskan:

Sudah saya bayar.

Awan menatap Jingga. Ia menggunakan headphone. Tampaknya, ia tak ingin diganggu.

Awan membuka bungkus makanannya. Ia tahu itu adalah ketoprak yang sebelumnya ia pesan. Perasaannya jadi semakin bersalah.

***

Tata menatap heran pada Jingga dan Awan. Ia ingat betul Awan mengajak Jingga makan siang tadi. Tentu saja ia mendengar ajakan Awan. Ketika melihat Awan yang sedang makan ketoprak di mejanya, kecurigaannya bertambah.

"Lah, Wan, ngapain?"

Awan mendongakkan wajah.

"Ya makanlah, Mbak."

"Saya kira tadi kamu makan bareng Jingga."

"Itu--"

"Eh, Mbak Tata." Jingga melepaskan headphone-nya. "Saya udah kirim draft rancangan--"

"Kalem. Ga jadi makan siang bareng Awan?"

Jingga terdiam sejenak sebelum menjawab, "Tanya sama Kang Awan aja, deh, Mbak. Tadi aja dia ngibrit sambil ngejar perempuan."

"Apa?!"

Awan tak berani menatap Tata. Ia menunduk. Wajahnya panas.

"Wan, serius?" Tata menggelengkan kepalanya. "Saya kira kamu serius sama Jingga."

Awan hendak menjawab, tapi Jingga menyela, "Aduh, daripada sama saya, sih, Mbak, perempuan tadi lebih yahud. Lebih shalihah."

Tata menatap Awan dengan tatapan jemu.

"Saya ga ngerti mau kamu, Wan." Ia berhenti untuk mengambil napas. "Tapi, apapun yang terjadi, jangan pernah mempermainkan perempuan. Ingat itu."

***

Jingga tahu. Jingga sadar. Jingga mengerti.

Saat ia mengasumsikan bahwa ia tak sedang ge-er, Jingga memang tak terlalu berharap pada Awan. Ia sadar bahwa sebelum Awan menikah, ia sangat mungkin berjodoh dengan siapa saja. Ketika Awan berusaha mendekatinya, ia hanya berharap bahwa yang ia lakukan adalah benar.

But he's such a jerk.

Jingga menatap pantulan wajahnya di cermin toilet. Ia sudah tahu tipe Awan seperti apa: wanita berkerudung panjang yang sopan.

Oh, ternyata Awan baik padaku karena ia menyukai tipe yang sepertiku, bukan karena aku.

Jingga saja yang berbesar kepala. Jingga saja yang terlalu terbuai. Harusnya ia terus mengingat prinsipnya masalah jodoh.

Ia menunduk. Kisah cintanya tak pernah lancar. Atlanta, Awan, ...


Ia tak jadi menangis. Dengan cepat, ia mencuci muka dan keluar dari toilet.

Jingga | ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang