#7

1.2K 45 0
                                    

Awan berjalan lambat-lambat. Ia sengaja membuat Jingga berjalan di hadapannya. Ia menatap Jingga dari kepala hingga kaki.

Jingga selalu menggunakan rok, kerudung yang mengulur hingga dadanya, dan baju longgar. Ia tak menggunakan gamis. Ia ceria dan bersahabat. Ia kurang suka didekati. Selain itu, kedatangan pria bernama Atlanta (yang Awan tebak adalah mantan Jingga) tak mempengaruhi keceriaannya.

Baginya, Jingga adalah lautan misteri. Mengapa ia mengenal seseorang di tempat itu? Mengapa ia tak menceritakannya pada kawan-kawannya?

"Deuh, Kang Awan, tong cemburu! Jingganya diliatin terus deh. Takut Jingganya diterkam Kang Atlanta tadi, ya?" bisik Erza.

Awan kaget. Sejak kapan Erza mendekatinya dan berbisik di telinga kanannya? Karena geli, ia meninju lengan Erza. Erza jatuh di atas pasir.

"Nyeuri, Kang, nyeuri!" seru Erza sambil terkekeh.

Jingga dan Tata menoleh. Melihat para wanita sudah menoleh, kejahilan Erza malah makin bertambah.

"Eh, ga jadi deh, Kang Awan, kasakit abdi mah tong diubaran, da Kang Awan nyeuri ogé, nya? Nyeuri haté moal beunang diubaran."

Awan bersyukur karena lingkungan sekitarnya redup sekali. Apa jadinya jika Jingga mendapati wajahnya sudah seperti kepiting rebus untuk yang kedua kalinya.

Sumpah. Erza. Minta. Dihajar.

Awan langsung melompat ke atas Erza dan kedua pria itu bergumul di atas pasir. Melihat kelakuan kedua pria yang aneh itu, Tata dan Jingga tertawa lebar.

"Kang Awan, Mas Erza, jangan 'begituan' di sini. Ini tempat umum, lho!" seru Jingga sambil menahan tawanya.

Awan dan Erza terkejut. Mata keduanya seolah-olah berbisik 'oh-iya-saya-baru-sadar-kalau-posisi-saya-mencurigakan' ke Jingga. Dalam waktu singkat, keduanya buru-buru berdiri.

"Ga usah repot-repot, kali. Mandi aja nanti di hotel," ujar Tata.

"Ide bagus! Mandi malam-malam di pantai mah ga akan bikin sakit!"

Ketiganya tertawa.

***

Kamar Jingga dan Tata bersebelahan dengan kamar Erza dan Awan. Di kedua kamar, terdapat balkon yang menghadap ke pantai. Saat itu, Jingga tengah berdiri di balkon. Ia tengah membaca novel online ketika jendela sebelah dibuka. Awan keluar dari sana.

"Buset, Ga, rajin amat. Pagi-pagi baca dokumen, sekarang baca HP."

"Nggak, kok, Kang. Ini cuma baca novel online."

"Baca novel online kok serius-serius amat?" kata Awan sambil tertawa.

Jingga ikut tertawa. Ia melanjutkan bacaannya.

"Ga, boleh kepo, nggak?" ujar Awan tiba-tiba.

Jika Jingga jatuh cinta pada Awan, ia yakin salah satu alasannya adalah kejujurannya. Ia selalu to the point, tidak berbelit-belit.

"Sok wé, Kang."

"Yang tadi siapa?"

"Mantan saya."

Awan terdiam sejenak sebelum melanjutkan, "Berarti kamu pernah tinggal di sini, ya?"

Jingga enggan menjawab pertanyaan ini, tapi ia merasa tak wajar jika menyembunyikan hal ini dari Awan. Alasannya satu: untuk apa?

"Iya."

Jingga menatap Awan. Ia tampak berpikir keras. Rambutnya basah karena baru mandi dan tampak acak-acakan. Ganteng juga....

Jingga memukul-mukul pipinya dengan pelan. Jangan mikir aneh-aneh!

***

Jingga berasal dari sini. Ia tak berkata apa-apa soal itu.

Rasanya aneh. Ia tak menyembunyikannya, tapi ia enggan menceritakannya. Awan jadi merasa menyesal karena sudah bertanya terlalu banyak.

Tiba-tiba, Jingga menepuk-nepuk pipinya sendiri. Buset, lucu amat. Sini, Akang bawa pulang!

"Udah malam, Ga. Tidur sana."

Jingga menatapnya dan mengangguk. Ia meminta izin untuk masuk duluan.

Awan dibiarkan bertiga dengan angin dan bulan. Ia larut akan pikirannya yang berputar di sekitar satu nama: Jingga.

***

Tong: jangan

Nyeri: sakit

Diubaran: diberi obat

Da: soalnya

Nya: ya

Moal: tidak

Beunang: bisa

Kasakit: penyakit

Gerah: panas

Wé: aja

Jingga | ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang