Awan terdiam di depan laptop-nya. Sesungguhnya, ia benar-benar penasaran dengan wanita yang ia temui tempo hari di restoran milik Ivan; temannya yang senang merokok dengan cerutu.
Ia mengingat percakapannya dengan Ivan yang menyebalkan untuknya.
"Yakin Ivan ga kenal?" desak Awan. Ia baru berani bertanya saat wanita itu meninggalkan restoran.
"Sumpah, Wan, nggak!"
Awan mendesah pelan, membayar kopinya, dan keluar dari restoran. Hari sudah cukup gelap. Hujan reda ketika maghrib menjelang.
Awan mulai mengetikkan 'Restoran Palama' di pencarian Twitter. Ia mulai mencari tweet pada tanggal ia bertemu dengan wanita itu. Jika ia menggunakan Path dan disambungkan dengan Twitter, maka usaha kepo-nya takkan sia-sia. Sayang hasilnya nihil.
Ia mengangkat muka. Matanya beradu dengan Jingga yang sibuk mencoret kertasnya.
Entah mengapa, ia merasa bahwa Jingga spesial. Ia tak cantik seperti Natasya--kembang kantornya--atau populer seperti Miranda--artis Instagram yang juga sekantor dengannya. Jingga hanya ada di situ. Jingga hanya duduk di hadapannya. Jingga hanya mengetik di laptop-nya. Padahal Jingga tak satu divisi dengannya--ia berurusan dengan bangunan darat dan Jingga bangunan laut. Padahal mereka tak pernah berbicara.
Basically, she is just there; and it catches his attention.
Sayangnya, Awan sedang sial. Jingga mengangkat muka dan mendapati Awan yang sedang menatapnya.
"Hai, Kang Awan!" sapa Jingga. Ia tak mempermasalahkan Awan yang menatapnya. Ia langsung menunduk dan menenggelamkan diri di pekerjaannya.
Nah, kan, bikin penasaran!
Oh, tunggu, jadi apakah Awan tertarik pada si gadis teh atau Jingga?
Awan membiarkan pertanyaan itu tergantung. Ia bangkit untuk membuat kopi.
***
Jingga sadar betul Awan sedang memperhatikannya. Ia mengangkat muka, menyapanya, dan menunduk kembali.
Awan kenapa, sih? Bikin geer aja!
Beberapa saat kemudian, ia melihat Awan bangkit dan berjalan menuju pantry. Jingga bernapas lega. Paling tidak, ia tak perlu merasa risih setelah ditatap seperti tadi. Walaupun, ia akui, yang menatapnya adalah pria dengan kharisma tinggi....
Ia menatap sekat antara tiap meja. Sepertinya terbuat dari plastik buram. Ia masih bisa melihat orang-orang yang duduk di sebelahnya. Ia juga bisa melihat Awan di hadapannya.
Sebenarnya, ia senang ditatap seperti itu. Sudah lama ia tak diperhatikan. Rasanya mendebarkan. Seperti kembali ke masa-masa ia remaja. Seperti....
Ia menampar pipinya pelan. Ia tak boleh memikirkan masalah ini, Kudu propésional, kata urang Bandung mah!
Ia melihat sticky notes di laci mejanya. Tiba-tiba, ia mendapatkan ide.
***
Urang: orang

KAMU SEDANG MEMBACA
Jingga | ✓
RomanceSemburat jingga. Awan yang berarak. Petang menjadi semarak ketika keduanya bertemu. Sore menjadi megah, senja menjadi indah. Ini adalah kisah Jingga dan Awan yang berjalan beriringan dengan segala kekurangan untuk membuat sore tak terlupakan. Me...