[ 6 ]

1.9K 83 1
                                    

[ Still flashback ]

Karina's P.O.V

Pagi itu kami berangkat sekolah bersama-sama. Dia menjemputku pagi itu dan kami berjalan menyusuri koridor sekolah berdua. Semua mata tertuju pada kami sehingga aku risih dan malu. Aku mulai merasa tidak nyaman dan keringat dingin mulai membanjiri tubuhku. Tepat di saat itulah, William melingkarkan tangannya di pinggangku dan membuatku tenang. Ia seakan-akan sedang meng-claim-ku 'ini-adalah-pacar-baruku-jangan-dekat-dekat'. Aku merasa aman di dekatnya.

"Kamu belajar baik-baik ya di kelas. Jangan macem-macem, lho. William sayang Karina," katanya mengecup dahiku dan meninggalkanku berjalan menuju kelas.

Hm, begini rasanya dicintai?

***

Seiring berjalannya waktu, aku mulai menyadari bahwa aku juga mulai memiliki perasaan yang sama seperti William.

Sekarang, tak hanya William yang mengucapkan 'aku sayang kamu', tapi aku juga. Aku tak tahu apa arti sayang sebenarnya tapi tindakan baik William kuterjemahkan sebagai kata sayang dalam benakku.

Ia memang bukan orang yang romantis, tapi ia suka melakukan hal-hal kecil yang meluluhkan hati. Hanya sekedar membukakan pintu mobil ketika aku masuk dan keluar, membukakan pintu untukku, mengambilkan makanan untukku, meminjamkan catatannya, menyapaku di pagi hari via video call sampai menemaniku sebelum tidur (via video call juga). Aku yang belum pernah tau rasanya dicintai, tentu merasa sangat senang dan merasa sangat berharga ketika diperlakukan seperti ini. Hubungan kami berjalan lancar sampai 11 bulan lebih.

"Baby, hari ini kita belajar bareng di rumah lo ya? Rumah gue lagi heboh banget keluarga pada dateng," kata William.

"Ohh yaudah, ortu gue juga lagi di luar kota sih. Asal lo ga macem-macem aja, HAHAHAHA," candaku.

"Ihh aku berani apa sih sama cewe secantik kamu? Samuderapun aku arungi untuk menyelamatkanmu," kata William.

Gombal.

"Idih apaan sih. Jijik banget tauga," kataku tertawa terbahak-bahak.

"Lo tau ga, lo jauh lebih cantik kalo lagi ketawa gini. Makanya jangan cemberut terus. Mukanya jangan jutek-jutek. Eh jutek ke orang lain gapapa, jangan ke gue. Ketawanya ke orang lain jangan, ke gue aja," gombal William

"Idih," jawabku sambil berlari menyusuri koridor, menghindari kejaran William.

Tentu saja aku tidak bisa berlari menghindarinya. Dia kan anak futsal, larinya jauh lebih cepat. Meskipun aku sudah lari duluan, dia tetap bisa mengejarku.

Kemudian ia memelukku dari belakang, "Hahaha ketangkep deh ah payah."

"Udah deh ah diem aja anak futsal mah," jawabku berusaha melepaskan pelukannya.

"Jangan coba-coba lari dari gue lagi," katanya dengan nada mengancam dan volume suara yang pelan.

Awalnya aku tak tahu apa maksud kalimat itu, sampai suatu hari . . .

***

Pelajaran IPS memberi kami tugas. Menulis artikel tentang Pranata Sosial. Pasangannya .. bukan memilih sendiri. Iya, dipilih berdasarkan undian.

Aku sekelompok dengan Joshua. Anak cowo kelasku yang lumayan tinggi, tim inti basket, putih, jago basket (ya iyalah), idaman para wanita di kelasku. Tapi aku tidak menyukai Joshua layaknya kaum hawa lainnya.

"Rin, pulang sekolah perpus ya cari bahan buat IPS," kata Joshua sewaktu jam istirahat.

"Iya, Josh. Oke. Gue tunggu di depan perpus ya pulang sekolah. Tapi jangan lama-lama, gue ada janji hehe," jawabku cengengesan.

"Yoi, gaada masalah sih gue mah, asal lo kerja cepet, kita cepet kelarnya, lo cepet pulangnya," jawab Joshua.

***

Pulang sekolah, Joshua sudah menungguku di depan perpus. Aku mengeluarkan hpku dan mengetikkan pesan singkat untuk William : 'Gue cari bahan buat kerjain tugas IPS sama Joshua di perpus. Bentar doang kok.'

Kemudian aku masuk ke perpustakaan bersama Joshua dan segera menuju rak-rak buku khusus IPS untuk mencari bahan-bahan dan materi yang dibutuhkan.

Setelah 1 jam mengerjakannya, kami berdua selesai dengan segala tugas IPS sialan ini. Aku berdiri dan membawa semua buku referensi IPS yang aku dan Joshua ambil tadi. Aku hendak mengembalikan buku itu ke tempatnya lagi, ketika tiba-tiba aku terpeleset dan berusaha menyeimbangkan tubuhku lagi. Tapi gagal. Buku yang berat yang kubawa ini membuatku jatuh.

Aku memejamkan mataku. 'Aduh jatohnya pasti sakit, ugh' gumamku.

Tapi ketika aku membuka mataku, aku ternyata tidak terjatuh. Iya, Joshua menangkapku tepat pada waktunya, sehingga aku tidak jadi jatuh. Tapi posisi kamu membuat suasana jadi canggung. Aku berada di pelukan tangannya.

Saking canggungnya sampai aku tidak sadar, ada sepasang mata yang mengamati kami dari tadi.

Hope [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang