Karina's P.O.V
Aku menelepon Chelsea sesaat setelah Nicholas pergi. Aku butuh teman untuk bercerita semua tentang masalahku ini.
"Chelseaaaaa, gue kangen banget sama lo," teriak Karina sesaat setelah teleponnya diangkat.
Chelsea kaget kemudian tertawa, "Hahahahhaa iyaaa gue juga kangen sama lo. Lo mah jadi sibuk gitu sejak sama Mr. CEO. Gue dikemanainnn ihh."
Karina dibuatnya geli, "Ihhh gue ga lupain lo, lo ga kemanamanaa, tetep di hati kokk."
"Eaaaaaa, HAHAHHA, tumben nih, ada apa nelpon gue," tanya Chelsea tiba-tiba.
"Itu dia Chel. Gue mau curhat," kata Karina ragu.
Chelsea tertawa, "HAHAHAHAHA yaudah sini curhat buruan."
"Jadi .. kemaren gue lagi jalan ke taman sore-sore ga sama Nicho. Lagi ngerefresh otak ceritanya. Trus tiba-tiba ada telepon gitu ngancem gue, bilang kalo ngebunuh orangtua gue aja gampang banget, apalagi ngebunuh gue. Gue diminta ngejauhin Nicholas dalam waktu seminggu. Gue gaboleh ketemu lagi sama Nicholas. Kalo gue ngelanggar, nyawa gue sama Nicholas ada dalam bahaya. Tapi di sini tuh bukan gue yang direbut dari Nicholas, tapi Nicho yang direbut dari gue. Gue emang belom bilang ke Nicho kalo gue sayang dia, tapi gue sayang banget Chel sama dia. Gue bahkan rela kehilangan nyawa gue demi nyelametin dia," kata Karina sambil terisak.
Chelsea menjawab dengan halus, "Yaampun Rin.. Jangan nangis. Everything's gonna be okay. Gue yakin lo berdua ga bakal kenapa-napa. Lagian pengawalan keamanan Mr. CEO kan top number one. Ga bakal bisa nerobos lah orang asing mah."
Karina berhenti dari tangisan bombaynya, "Iyasih, Chel. Tapi tetep aja gue takut. Orang mah kalo udah jahat bisa ngelakuin apa aja."
Chelsea menjawab, "Yaudahlah, berdoa aja yang terbaik, Rin. So, give me the good news!"
"Kayanya gaada. Paling .. gue diajak ketemu orangtuanya Nicho bulan depan. Gue deg-degan sih, tapi bisa teratasi lah. Gue jauh lebih takut kasus ini. Gue berharap hubungan gue sama Nicho bisa lancar-lancar aja, gue mau ketemu orangtua Nicho, tapi kalo si penjahat main duluan, gue takut gabisa ketemu orangtua Nicho," jawab Karina melantur.
"Shussshh, ngomong apa sih, Rin? Optimis dong! Lu harus berusaha juga, jangan pasrah-pasrah aja. Jangan lupa berusaha buat kenangan indah, supaya lo ga nyesel di kemudian hari," kata Chelsea.
Iya, bener juga ya, gumam Karina.
"Whoaa okay Chel, thanks a lot!" kata Karina akhirnya lega. Seakan beban satu ton di pundaknya sudah menguap.
Chelsea terkekeh, "No problem, sistah. Gue kerja dulu ya, byee!"
Kemudian Karina menutup teleponnya dan mandi.
Selesai mandi, tubuhnya terasa segar.
Ia kemudian berjalan ke kamar dan merebahkan dirinya. Terlalu banyak pikiran dalam otak kecilnya. Ia meratapi nasibnya sampai tertidur.
***
'Cinta, kamu harus kuat, kamu pasti bisa melewati masa-masa kritis ini. Maafin mama papa ya kalo kami udah gabisa biayain kamu lagi. Tapi kamu udah di tangan yang bener, Mr sama Ms. Whitemiller akan tanggung masalah biaya ini semua. Maafin mama papa ya, Cinta. Kami akan berusaha kasi tau Axel kalo kamu akan berhasil, kalo kamu akan menemuinya secepat mungkin.'
Kemudian kedua orangtuanya pergi meninggalkannya yang setengah sadar itu di ruang operasi.
Ia hanya menangis meratapi nasibnya. Ia ingin sekali menggenggam erat tangan Axel. Ia ingin ada Axel di sampingnya sekarang, walaupun ia tau, Axel tak menyukainya. Cintanya bertepuk sebelah tangan.
Sebelum obat bius itu menguasai tubuhnya, ia memikirkan satu nama, memanjatkan namanya dalam doa.
Nicholas Axel Alexander
***
Karina bangun dengan panik. Mukanya merah ketakutan. Mimpinya terasa sangat nyata. Bahkan ia merasa itu ada benarnya. Terasa seperti mimpi yang berasal dari kisah nyata. Tapi kenapa? Mengapa?
Kemudian ia keluar kamar, mendapati Nicholas belum pulang. Ia membuka laptopnya dan mencari nama itu di google.
Nicholas Axel Alexander
Holy crap!
Semua bagian google memunculkan muka Nicholas. Karina tak mengerti. Ia hanya tak mengerti. Kemudian ia membuka satu link website asal. Ketika web itu memunculkan informasinya, Nicholas pulang. Karina segera menutup laptopnya, tanpa peduli web itu telah terbuka.
"Nic, udah pulang? Lama banget, gue sampe udah tidur terus bangun lagi tau ga," kata Karina.
Nicholas memeluk erat Karina, "Maafin gue ya, Rin. Maafin gue. Ga nyangka bakal selama itu ketemu sama Ray."
"Ray?" tanya Karina.
"Iya, kakak cowo gue namanya Ray, trus tadi gue ketemuan sama dia di Diamond Sky," jelas Nicholas.
Karina meng'oh'kan Nicholas kemudian bertanya, "Masih laper? Mau makan apa?"
"Laper sihh. Makan apa aja sih gue ga masalah," kata Nicholas.
Mukanya menunjukkan betapa laparnya dia.
Karina berpikir sejenak, "Chicken Cordon Bleü ye bang."
"Wah jago uga lo," kata Nicholas berbinar-binar.
"Iya dong, gini-gini gue anak tabog tauu," kata Karina berjalan menuju dapur.
"Gue mandi dulu ya, Rin!" teriak Nicholas.
Karina hanya tersenyum, "Iye jangan lama-lama."
***
Kemudian mereka makan siang setengah sore bersama. Karina cukup puas dengan masakannya.
"Mhmm, enak juga, Rin. Sering-sering masak deh," kata Nicholas dengan mulut penuh.
"Anything for you, baby," kata Karina mencium pipi Nicholas.
Nicholas hanya nyengir bahagia.
"I love you, Rin."
***
Selesai makan, mereka merebahkan diri di ruang televisi. Tempat itu nyaman sekali untuk beristirahat singkat.
Nicholas mengambil remote kemudian menyalakan televisi dan langsung jatuh cinta dengan channel HBO.
Karina ikut menonton sejenak. Tapi rasa ngantuk menguasai dirinya.
Karina mulai terlelap, ketika sebuah pemikiran muncul di benaknya.
Nicholas Axel Alexander.
Kenapa namanya tak asing buatku? Kenapa namanya tampak sangat familiar. Sejak kapan ada 'Axel' di antara Nicholas dan Alexander? Sampai suatu kenyataan menghantam pemikiran Karina.
Axel?
'Iya, Nicholas Axel Alexander. Nama kokonya Victoria.'
'Kamu tau, Axel? Kamu adalah cinta pertamaku. Fransisca Cinta Nathalie.'
Surat itu. Surat 10 tahun yang lalu.
Deja vu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hope [Completed]
Romans#SequelOfCintaxel Ketika Karina kehilangan segala yang selama ini dia pikir indah -kekayaan, kasih sayang, keluarga yang bahagia- ia akhirnya menyadari bahwa dunia ini keras dan kejam. Di situlah dia bertemu dengan pangeran berkudanya, yang berusaha...