[ 16 ]

1.5K 69 4
                                    

Author's P.O.V

Nicholas tertidur tidak nyenyak. Setelah tidur kurang lebih 4 jam, ia dibangunkan oleh hpnya yang berdering sejak 5 menit yang lalu. Kemudian Nicholas mengecek siapa yang meneleponnya baru saja.

Ray.

Ia menelepon kembali Ray.

"Yeah, bro, sorry ketiduran tadi. Karina lagi di UGD, abis pulang dari rumah bokap nyokap tiba-tiba ada yang nembak ngasal dan kena Karina. Gue rasa sih . . . ini ga kebetulan," kata Nicholas diikuti dengan hembusan nafas kasar.

Ray terkaget, "Hah? UGD? Gila si orang itu udah mulai, Nic. Kita harus mulai buruan."

"Tapi gimana? Karina ngga bisa. Gue takut Karina kenapa-napa," kata Nicholas ketakutan.

Ray mendengus agak kesal, "Yaudah, gue perketat deh keamanan rumah sakit. Make sure ga ada orang-orang aneh yang ngunjungin dia selama kita ga ada."

"Okee. Jadi apa plan hari ini?" tanya Nicholas sambil menguap.

Masih jam 3 pagi. Astaga.

"Ke office gue aja dulu. Kita discuss di sana," kata Ray. "See you there."

Kemudian Ray menutup teleponnya. Nicholas mengantongi kembali hpnya dan menguap.

Gila, psikopat ini, ganggu idup orang aja, gumam Nicholas.

***

2 jam kemudian, dokter masuk ke ruangan Karina untuk mengecek kembali kondisinya.

"Karina will be okay. She will get up as soon as possible. She is a fighter. I know that, you too, we all know it. Just pray all the best for her. Excuse me," kata dokter itu beberapa menit setelah memeriksa kondisi Karina.

Nicholas bernafas lega, "Thank you."

Dokter itu hanya menganggukkan kepala kemudian berjalan keluar ruangan.

Nicholas duduk di samping Karina. Ia memegang tangan Karina, menggenggamnya erat kemudian berdoa. Ia berharap Karina bangun sebelum ia pergi. Ia ingin memastikan Karina akan baik-baik saja.

Setelah berdoa, Nicholas pergi ke kamar mandi untuk mencuci mukanya. Ia masih tidak habis pikir. Siapa yang tega menyakiti Karina? Apa motivasi orang tersebut? Tapi satu hal yang pasti . . . Karina akan selalu jadi prioritas Nicholas. Bahkan jika nyawanya harus diberikan untuk menyelamatkan Karina, Nicholas akan melakukannya tanpa pikir panjang.

Kemudian Nicholas kembali ke kamar Karina dan mendapati Karina sudah terbangun. Nichola menghembuskan nafas lega. Sangat lega. Bagaimana tidak bahagia ketika ia mendapati kekasihnya, belahan jiwanya, berhasil melewati masa-masa kritisnya.

"Good morning, Rin. Udah bangun? Masih sakit ga?" tanya Nicholas khawatir.

Karina terlihat bingung, "Engga kok, gue gapapa. Kenapa gue ada di sini, Nic?"

"Tadi malem ada yang nembak lo gitu. Jadi sekarang di UGD. Kalo lo oke, ntar sore udah boleh pulang kata dokternya," kata Nicholas.

"Ohhh. Sekarang lo mau kemana?" tanya Karina lemah.

"Mau ke kantornya Ray. Harus nyelesaiin kerjaan," jelas Nicholas berbohong, ya meskipun itu tidak sepenuhnya bohong.

"Ohh, take care ya Nic," kata Karina. Hanya itu yang keluar dari mulutnya. Hanya itu. Padahal Karina sendiri berharap ada kata-kata yang lebih special keluar dari mulutnya.

Nicholas tersenyum, kemudian mengecup dahi Karina, "I will be okay. Lo yang harus waspada, Rin. Gue mau liat lo masih dalam keadaan oke nanti waktu gue balik. Stay safe, baby. I love you."

Karina hanya mematung melihat Nicholas keluar dari kamarnya. Padahal Karina sendiri berharap ada tiga kata special yang keluar dari mulutnya.

Tapi nihil.

***

Setelah Nicholas meninggalkan kamar Karina, ia segera mengendarai mobilnya menuju kantor Ray.

"Gimana ya Nic? Dari informasi yang gue dapet sih, dia emang komplotan, cewe-cowo. Ga sendirian. Terus gue rasa cowonya itu mantannya Karina. Tapi . . . cewenya gue gatau bro. Terus satu hal lagi, mereka punya senjata sama gedung gitu. Dan mereka punya orang yang support dana terus-terusan," jelas Ray.

"Gila masalahnya makin rumit aja. Gue takut nih Karina kenapa-napa. Siapa ya kira-kira yang support dananya? Berarti kita gabisa main fisik gitu aja dong. Harus lebih pinter dari mereka," kata Nicholas mengusap mukanya dengan kedua tangannya.

Ray mendengus, "Itu dia. Gue takutnya dia punya senjata sama alat komunikasi yang oke dan kita bisa kalah cerdik sama dia."

"Entah kenapa gue ga gitu penasaran banget sama cewenya ya bro. Gue penasaran sama orang yang support dana. Kok kayanya aneh gitu sih," kata Nicholas.

Ray bertanya, "Aneh gimana maksudnya?"

Nicholas menunduk, "Gue punya feeling ngga enak aja. Apa mending gue balik ke rumah sakit dulu ya?"

***

Karina kemudian menelepon Chelsea. Ia sangat bosan dan membutuhkan teman untuk bercerita. Semua masalah yang ia hadapi sudah semakin rumit seperti benang ruwet dan terlihat seperti tak ada jalan keluar.

"Chelseaaaaa . . . Gue kangennn," kata Karina ketika teleponnya diangkat.

"Yaampun Rin, biasa aja kali. Gue emang ngangenin banget ya," kata Chelsea tertawa.

Karina mendengus, "Pede level max. Eh temenin gue dong. Lagi sendirian nih di Crystal Hospital. Masa tadi malem ada yang nembak-nembak mobil Nicho trus kena gue gitu."

"Astaga. Lo gapapa kan Rin? Gue kesana deh ya. Lo sendirian kan?" kata Chelsea bersemangat.

Ada yang aneh, gumam Karina.

"Em.... Iya, s-se-ndiri," kata Karina.

"Gue otw ya Rin," kata Chelsea sebelum menutup teleponnya.

Ah mungkin cuma gue doang kali yang parnoan, gumam Karina.

Beberapa menit kemudian, Karina sudah asik dengan iPhone 6s-nya. Ia merindukan hpnya itu, karena selama ini dia tidak punya waktu banyak untuk menggunakan hpnya.

Kemudian Karina mendengar ketukan pintu.

"Masuk," kata Karina dari dalam.

Chelsea masuk dengan muka cengirannya.

"Haaaii Karina. Yaampun, you look teribble, Rin," kata Chelsea memeluk Karina.

Karina merasa tidak nyaman.

Chelsea tidak melepaskan pelukannya pada Karina meskipun mereka sudah berpelukan beberapa detik.

Kemudian Karina merasakan nyeri di dadanya. Seperti ada benda tajam yang menusuknya.

Kemudian Chelsea melepaskan pelukannya.

Karina kaget mendapati pisau yang menancap dadanya.

Chelsea hanya nyengir.

"Chel, apa-apaan?" tanya Karina sangat lemah.

Kemudian semuanya seakan kabur. Pandangannya mulai gelap.

"Lo bukan sahabat gue, sialan."

Kalimat Chelsea yang terakhir yang bisa Karina dengar.

Kemudian semuanya hitam. Gelap.

***

Unknown's P.O.V

"HAHAHHAAHAH sorry gue kelewatan, Will. Pisaunya . . . nancep di Karina," kataku pada William, melalui free call.

"KURANG AJAR! GUE KAN MAUNYA DIA BALIK KE GUE HIDUP-HIDUP, CHELSEA! GUE GAMAU DIA BALIK KE GUE UDAH MENINGGAL! LO NGELANGGAR PERJANJIAN KITA! LIAT AJA CHEL, GUE BIKIN LO SENGSARA!" teriak William di seberang sana.

Aku memutuskan free call-nya.

"Bodoamat. Gue udah punya backup plan."

Hope [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang