5 || Berkenalan

9.3K 413 21
                                    

Sepekan berikutnya, tepat di hari Sabtu, Sung Min memarkir mobil di restoran yang sama seperti Sabtu lalu. Terhitung sejak Senin hingga Jumat dalam pekan ini dia tidak keluar makan siang. Pekerjaan di kantor sedang sangat sibuk dengan serangkaian pertemuan mendadak dengan beberapa pemegang saham.

Meski kadang dia sering kehilangan fokus karena benaknya bertanya-tanya apakah gadis itu baik-baik saja dalam sepekan ini? Tapi toh tetap saja kehidupannya harus berjalan, dengan harapan ibu dan anak itu baik-baik saja tentunya.

Sung Min masuk restoran dengan jantung berdegup luar biasa dan pengharapan bahwa Hyang Gi dan ibunya sudah ada di dalam, dengan keadaan baik-baik saja. Kelihatannya, harapannya terkabul.

Mereka berdua duduk di sana dengan dentingan sendok garpu. Satu cake berwarna ungu dengan olesan selai bluberi di atasnya, terhidang di meja di depan mereka. Hyang Gi menoleh ke arah Sung Min saat Sung Min mengikuti pelayan restoran menuju satu meja. Bocah lucu itu sepertinya mengenali Sung Min karena ketika mata mereka bersitatap, senyuman bocah itu merekah.

"Anyeong, Paman Sung Min!" sapanya sambil melambaikan tangan. Ibunya menoleh tepat ketika Sung Min membalas senyuman bocah itu dan membalas melambaikan tangan, demi berusaha sopan, sambil terus mengikuti pelayan restoran yang kemudian mempersilahkannya untuk duduk di kursi, di meja nomor sepuluh.

Hyang Gi mendekatkan wajahnya ke ibunya, entah apa yang dia bisikkan tapi yang bisa terlihat adalah bahwa bocah itu kemudian turun dari kursinya dan berjalan menghampiri Sung Min.

"Hai, Paman. Apa kau datang seorang diri ke sini?"

Sung Min menarik seujung senyum, "Seperti yang kau lihat, Hyang Gi-ya."

"Oh, begitu. Uhm, bagaimana jika Paman makan siang denganku dan Mum? Aku dan Mum sedang mengadakan pesta untuk pertunjukan musikalku yang pertama besok."

Eh, makan siang? Kau ada pertunjukan musikal? Kupikir kau sedang merayakan ulang tahun,"

"Mum tidak pernah merayakan hari ulang tahun, Mum bilang, perayaan semacam itu tidak ada dalam Islam. Tapi usiaku sudah enam tahun dan aku tidak keberatan. Kami biasa berpesta setiap kali aku mendapat nilai bagus di sekolah, jika Mum sedang di sini," Hyang Gi berkata dengan bibir mengerucut, "jadi bagaimana? Apa Paman mau ikut berpesta?"

"Biarkan aku berpikir sebentar,"

"Aku punya cake lezat di sana. Apa Paman mau mencicipinya?"

"O, cake berwarna ungu itu?"

"Ya, warnanya ungu dan itu warna kesukaan ibuku. Cake-nya juga bikinan Mum. Rasanya enaaak dan kujamin Paman akan minta potongan berikutnya!"

Sung Min tergelak sambil perlahan melirik gadis itu yang masih duduk diam di atas kursi dan matanya menatap Hyang Gi yang dengan tingkah lucunya menggenggam tangan Sung Min.

"Jadi Paman boleh bergabung?"

"Hu-uhm, tentu. Nanti biar kutraktir makan siangnya,"

Sung Min tergelak lagi, "Memangnya kau punya uang, hm?"

"Aku punya banyak. Halmeoni di rumah memberiku uang banyak setiap hari sebelum aku berangkat sekolah. Paman tidak perlu takut. Paman boleh pesan dua porsi, tidak perlu khawatir."

Hati Sung Min mencelos ketika Hyang Gi menarik-narik tangannya agar pindah duduk ke meja mereka.

Astaga, bagaimana ini.

Entah bagaimana kelanjutannya, tapi Sung Min sudah ada di meja satunya.

"S—selamat siang," dia hanya bisa kikuk ketika pada akhirnya duduk juga, satu meja dengan ibu-anak ini.

[✓] A Wedding Dowry That She AskedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang