[8] Doa Naik Kendaraan

3.6K 314 23
                                    


"Jangan lupa beli daging segarnya ya, Oppa. Belikan tiga kilogram. Satu kilogram daging utuh dan dua kilogram daging giling." Vanessa Heinz berpesan pada suaminya yang sudah duduk di belakang kemudi. Kim Hyang Gi, yang duduk di samping sang ayah, nampak sangat bersemangat. "Dan keran air," tambah Vanessa.

"Arasseoyo, yeobo-ya (iya, sayang)..." sahut Lee Sung Min sembari mengedipkan sebelah matanya. Pria itu merapikan topi kelabu yang hinggap di kepalanya.

"Akan kusampaikan salam untuk Paman Hee Chul nanti. Bye, Mum. Love you!" kata Kim Hyang Gi setengah bersorak. Gadis kecil itu mengenakan kaus bergaris, plus jaket musim dingin yang kini sudah tersampir di dashboard mobil.

Lee Sung Min mulai memindahkan tuas mobilnya, melirik ke bagian kursi belakang mobil untuk memastikan bahwa peralatan shalatnya dan juga Hyang Gi sudah berada bersama mereka.

"Al?" Vanessa Heinz menggerakkan alisnya ketika berbicara pada Kim Hyang Gi. Gadis kecil itu melirik sebuah kertas warna-warni yang tergantung di spion dalam, lalu nyengir.

Bocah itu mulai konsentrasi, "Allahu akbar, Allahu akbar, Allahu akbar. Subhaanalladzi sakhkhoro lanaa haa dzaa wamaa kunnaa lahuu muqriniin wainnaa ilaa Rabbinaa lamunqolibuun. Aamiin..."

"Aamiin," desis Vanessa Heinz dan Sung Min yang kini sedang sibuk membereskan sabuk pengaman Hyang Gi.

"Kedengarannya kau sudah hafal," kata Sung Min setelah memastikan sabuk pengaman terkunci dengan baik. Kim Hyang Gi hanya mengangguk senang.

"Bye, Al. Bye, Oppa. Hati-hati di jalan. Kami menyayangi kalian," kata Vanessa Heinz lagi seraya mengusap perutnya. Lee Sung Min menyunggingkan senyuman lebar sementara Kim Hyang Gi melambaikan tangan.

"Assalamu'alaykum, uri beautiful lady..." kata Lee Sung Min.

"Assalamu'alaykum, Mum," timpal Hyang Gi.

"Wa'alaykumussalam warrahmatullah," sahut Vanessa Heinz.

Dan mobil melaju setelahnya, meninggalkan Vanessa Heinz yang kemudian bergegas menutup gerbang rumah mereka. Wanita itu lalu masuk ke dalam rumah dan berpikir bahwa sebaiknya ia segera menuntaskan pekerjaannya menyeterika pakaian.

Lee Sung Min berbelok di jalan berikutnya, dengan GPS mobil yang menunjukkan arah ke Masjid Pusat Kota Seoul. Kim Hyang Gi sibuk melihat jalanan yang tertutupi salju. Cuaca sedikit mendung siang ini.

"Hyang Gi-ya," Sung Min membuka percakapan. Ia sedikit bingung tentang apa yang sebaiknya dibicarakan dengan gadis kecilnya ini saat berduaan. Karena jika mereka sedang bertiga di dalam perjalanan, Vanessa Heinz akan punya banyak stok pembicaraan apapun. Atau meskipun hanya sekadar mendengarkan ibu satu anak itu bertilawah.

"Dad, sepertinya akan turun hujan..." gumam Kim Hyang Gi.

"Uhm, sepertinya begitu. Semoga bukan badai."

"Aku takut sekali dengan badai, Dad. Kalau sedang badai, biasanya aku dipeluk Mum, atau Appa," celoteh bocah itu lagi. Lee Sung Min terkekeh.

"Tenanglah, Dad akan memelukmu seharian jika ada badai."

"Benarkah?" tanya Hyang Gi sembari memalingkan wajahnya, untuk melihat wajah sang ayah. Sung Min menganggukkan kepala sembari tetap fokus menyetir.

"Geuresseo," tandas pria itu.

"Apa Dad akan membacakan doa seperti yang Mum lakukan? Mum bilang kita tidak pernah tahu apa yang akan terjadi selanjutnya, jadi kita sebaiknya berdoa agar Allah melindungi kita," kata bocah itu lagi.

[✓] A Wedding Dowry That She AskedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang