9 || Berontak

6.5K 296 10
                                    

"Anakmu tidak mau sekolah pagi tadi." 

Kim Young Woon menyetir mobil dengan pikiran kesal. Teringat lagi beberapa menit yang lalu, ia baru melepas dasi yang sesiangan mencekik lehernya tanpa henti. Susunan jadwal meeting dengan beberapa klien membuatnya sibuk dan penat tiada istirahat. Jam makan siang pun masih dilaluinya bersama beberapa kolega yang membahas peluasan lahan bisnisnya untuk tahun ini. Beberapa kontrak terpaksa belum ditandatangani karena persetujuan belum mendapatkan titik temu. Dia lelah dan berita yang disampaikan ibunya secara langsung kali ini membuatnya naik darah. 

"Jadi Hyang Gi tidak sekolah hari ini?"

"Ya begitulah," kata Jung Eun Ji. "Hyang Gi meronta sepanjang aku membujuknya. Kemudian lari ke kamar dan mengunci diri. Aku sampai harus memohon pelan-pelan agar Hyang Gi mau membuka pintu untuk mengantarkan makan siang."

"Lalu kenapa Eomma tidak memberi tahuku tadi?"

"Aku tahu kau sedang sibuk dan banyak pikiran, Young Woon-a. Hanya tidak mau menghancurkan konsentrasimu atas perkara ini."

"Anak itu benar-benar. Ini pasti Vanessa yang mengajari Hyang Gi pemberontakan seperti ini. Dia tidak pernah memberontak sebelumnya!"

Kim Young Woon melempar dasinya yang sudah terlepas, ke sofa. Ia lalu bangkit dan dengan langkah berderap, menuju kamar putrinya di lantai atas. Jung Eun Ji mengekor di belakang.

Kamar Kim Hyang Gi masih tertutup dan tidak ada suara apapun yang terdengar. Senyap.

"Hyang Gi-ya, buka pintunya!"

Kim Young Woon mengetuk pintu. Nada suaranya masih terdengar lunak, meski napasnya memburu dan emosinya seperti ingin tumpah. Dia penat dan dia pusing. Pulang ke rumah bermaksud untuk istirahat dan justru ini yang dia dapat.

Tidak ada jawaban. Jung Eun Ji meremas tangannya sendiri ketika melihat rahang Kim Young Woon mengeras dan itu berarti situasi hanya akan bertambah buruk jika putranya ini melepas emosi.

"Kau dengar Appa, Hyang Gi-ya. Buka pintunya atau terpaksa Appa dobrak!"

Kim Young Woon berseru setengah meraung. Tangannya terkepal dan beberapa kali menghantam lembar pintu yang masih berdiri kokoh.

"KIM HYANG GI!"

Selang beberapa detik, pintu terbuka pelan. Lampu kamar menyala terang dan Kim Young Woon bisa melihat putrinya sedang duduk seorang diri, bersandar pada tembok kamar di dekat pintu. Kedua kakinya tertekuk dan tangannya berada di atas lututnya. Gadis kecil itu tidak menangis tapi juga tidak merespon kehadiran orang-orang yang menyeruak masuk ke kamarnya. Matanya terpancang ke jendela kamar yang tertutup tirai tipis berwarna merah muda. Rona senja di luar sana sudah terlihat. Hari sebentar lagi malam dan kaki ayahnya yang berbalut celana bahan warna kelabu, kini menghadang di depannya.

"Halmeoni-mu bilang tadi kau tidak sekolah."

Kim Young Woon bicara sambil menunduk. Tangannya berkacak pinggang dan Jung Eun Ji menghampiri Hyang Gi yang serta merta menepis rengkuhan neneknya itu.

"Kim Hyang Gi, apa kau tuli?"

Gadis kecil itu masih memfokuskan mata biru cemerlangnya ke jendela. Tidak peduli usapan lembut neneknya di bahu kanan. Dia muak.

"Oh bagus. Jadi hal seperti ini yang diajarkan oleh ibumu selama kau tinggal di penginapan itu pada akhir pekan. Dia mengajarkanmu untuk membangkang, eh? Mengajarimu untuk melakukan apa yang terbersit di dalam lubuk hatimu. Bertingkah laku kurang ajar dan tidak menuruti perintah orang tua," Kim Young Woon melangkah satu kali, mendekat ke pintu. "Kau marah pada Appa karena tidak mau menjemputmu di sekolah, begitu? Lalu kau tidak mau sekolah untuk menunjukkan betapa hebatnya kau," Kim Young Woon melangkah lagi sementara Hyang Gi mulai terusik dengan perkataan ayahnya. Firasatnya mendadak buruk. "Kau mau berlagak hebat di depan ayahmu sendiri, hm? Baik. Appa tunjukkan padamu apa itu kehebatan."

[✓] A Wedding Dowry That She AskedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang