[1] Pertama Kali

7K 374 59
                                    

Karena aku ingin berbagi kebaikan yang diciptakan Allah atasku,
kepada seseorang yang ditakdirkan untuk bersamaku
bahkan sejak sebelum aku lahir...


Lee Sung Min tercenung berkali-kali setiap kali ia teringatkan akan kalimat terindah dari sekian kalimat indah yang dilontarkan perempuan yang kini jadi istrinya itu. Beberapa kalipun ia berusaha mencerna, Lee Sung Min selalu terbentur pada kenyataan bahwasanya kebaikan yang diciptakan Allah atas Vanessa Heinz adalah perkara kecantikan, atau bisa jadi lebih dari itu.

Mata sipit pria berusia tiga puluh tahun itu membentuk eyes-smile ketika ia terpaku pada gerakan-gerakan yang dibuat oleh kedua orang yang kini masuk dalam kehidupannya.

Vanessa Heinz dan Kim Hyang Gi.

Kedua perempuan yang berhasil berada sejajar dalam jajaran perempuan yang sangat pria itu sayangi. Sejajar dengan ibu dari Lee Sung Min; Kang Kyung Seok.

Tak salah rupanya ia memutuskan untuk meminang Vanessa Heinz sesegera mungkin, meski beberapa deraan menghadangnya. Tapi toh segalanya berjalan mulus dan sekarang mereka bertiga berada dalam lingkup satu keluarga yang utuh.

Mahar keislaman yang diberikan Lee Sung Min atas seorang Vanessa Heinz, cukuplah menjadi bekal bagi perempuan itu untuk menaati sang suami.

"Kau bisa saja meminta rumah mewah atau hal-hal lain sebagai mahar, Essa..." kata Lee Sung Min ketika ia berada dalam cengkrama pertamanya dengan Vanessa Heinz. Dia bahkan masih kikuk ingin membahas apa.

"Aku lebih tertarik dengan rumah di surga, Oppa..." sahut Vanessa Heinz manis. Senyum perempuan itu terkulum dan itu membuat Sung Min menjadi agak gemas.

"Klise," Lee Sung Min mendecih pelan, lalu tertunduk. "Kau mengharapkan aku yang bahkan tidak tahu apapun tentang Islam. Ilmuku masih nol. Mungkin kalau kau bersuamikan Al Qasam, kemungkinan besar kau masuk surga jadi lebih banyak."

Vanessa Heinz menarik tangan kanan suaminya, menciumnya dan meletakkan punggung tangan itu ke pipinya yang agak dingin, hingga kemudian rasa hangat dari punggung tangan nan putih itu menjalar, membuat perempuan itu nyaman.

"Dalam Islam, segala sesuatu yang dilakukan istri atas kehendak suaminya, merupakan nilai tambah dalam keimanannya, Oppa," kata Vanessa Heinz, masih melekatkan pipinya dengan punggung tangan sang suami. "Kau bertanggung jawab atasku, atas Kim Hyang Gi, dan atas anak-anak kita nanti. Segala yang kulakukan, berada dalam kuasamu, selama itu adalah baik bagiku dan agama."

Lee Sung Min termenung kala itu, meski dadanya bergemuruh hebat ketika mengalami sentuhan-sentuhan pelan yang diberikan Vanessa Heinz di sekitar punggung tangannya.

"Kau imamku," kata Vanessa Heinz lagi.

Pria itu terkejut. Dia tahu apa yang dimaksud imam; yaitu orang yang memimpin shalat. Al Qasam bilang bahwa imam Masjid Pusat Kota Seoul adalah Al Qasam. Tugas lelaki itu adalah memimpin shalat.

Apa dirinya juga akan seperti itu? Dia baru saja hafal membaca bacaan shalat. Apa yang bisa diharapkan?

"Tapi―" Sung Min terdengar ragu, "―tapi aku bahkan baru bisa shalat. Belum ahli seperti imam lainnya."

Vanessa Heinz terkekeh mendengar pengakuan suaminya, "Kau menjadi imam dalam shalatku, dalam kehidupanku dan dalam hal apa saja yang berhubungan dengan rumah tangga kita, Oppa. Kau menjadi pengingatku, menjadi seseorang yang bertanggung jawab atas aku. Itu saja."

"Tapi―" Lee Sung Min mulai kalut, jelas takut ia takkan bisa menjadi imam yang baik. "Bacaan shalatku mungkin takkan lebih baik darimu, Essa..."

"Itulah gunanya kehidupan, Oppa," sahut Vanessa Heinz. Tangannya berpindah, menggenggam tangan kanan Sung Min yang sejak tadi ia tempelkan pada pipinya. "Manusia hidup untuk terus belajar. Bacaan shalatmu mungkin belum baik, tapi kurasa akan menjadi baik jika kau mau belajar."

[✓] A Wedding Dowry That She AskedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang