1 || Memerhatikan

26.8K 757 27
                                    

Gadis itu datang lagi. Berbeda dengan tujuh belas hari sebelumnya, dia tidak terlihat ceria seperti yang biasanya diperhatikan oleh seorang pria berambut hitam di restoran tempatnya menghabiskan waktu makan siang.

Lee Sung Min, si pria berambut hitam, adalah pria pekerja yang mengisi perut sekaligus melepas penat dari rutinitas kantor yang sangat sibuk pada pagi hari, sebelum nanti kembali berkutat dengan setumpuk berkas dan beberapa pertemuan yang harus dijalani.

Ini bukan tentang betapa ia sangat kurang kerjaan hingga sempat-sempatnya meluangkan waktu untuk memerhatikan gadis itu, hanya saja daya tarik pada sosok tersebut membuatnya terkadang enggan untuk memusatkan perhatian pada hal lainnya.

Sudah beberapa hari ini, Sung Min selalu merasakan kejanggalan pada jantungnya setiap kali mendengar pelayan restoran menyambut pelanggan-pelanggan yang datang. Kejanggalan bahwa pada kenyataannya Sung Min menyadari, bahwa dia selalu memilih meja di sudut kanan restoran agar view yang ia dapat bisa langsung terpatok pada pintu utama restoran, tempat pelanggan pertama kali disambut oleh pelayan restoran.

Tujuh belas hari, dan tidak ada satupun niatan untuk Sung Min mendekatinya. Gadis itu akan duduk di meja mana saja untuk kemudian memesan menu makan siangnya dan kemudian keheningan akan melanda areanya. Dia akan makan dalam diam. Namun dengan raut berbeda. Dia makan dengan pancaran semangat yang begitu menggebu. Pancaran semangat akan sesuatu.

Sung Min tidak tahu namanya, setidaknya belum, tapi gadis itu sukses menaikkan mood Sung Min hingga level terbaik. Sukses membuat Sung Min menciptakan senyum di ujung bibir dan kemudian Sung Min bisa menikmati makan siangnya dengan sempurna.

Tujuh belas hari, Sung Min memerhatikan bahwa dia selalu memesan nasi dengan bebek bakar daun jeruk dan semangkuk sup hangat, dan air mineral sebagai minuman utama, di samping bermacam jus stroberi segar yang kadang juga dipesan.

Dari yang dia perhatikan, gadis itu nampaknya bukan warga Korea Selatan. Wajahnya yang jelas-jelas keturunan Eropa, sedikit membuat Sung Min belingsatan ketika beberapa kali mata besarnya bergerak dan secara—entahlah—kebetulan melirik ke arah Sung Min yang kemudian hanya bisa tertunduk dan berpura-pura menyibukkan diri dengan ponsel atau gadget lain yang sedang ia pegang. Namun itu tidak akan lama, karena gadis itu akan kembali fokus pada makanannya. Menyeruput air mineralnya perlahan dan yah—wajahnya selalu bersemangat. Seolah ada keyakinan diri yang besar dalam diri gadis itu meski tak dipungkiri, sekilas terbesit keraguan di sana.

Pria ini bukannya bermaksud tidak sopan, tapi bayangan wajah gadis itu senantiasa hilir mudik di dalam kepala Sung Min. Hidung mancungnya, lengkungan bibirnya saat menghela napas pendek, garis alis matanya dan segala hal yang terpampang dalam indera penglihatan Sung Min, semuanya menarik.

Dan satu lagi, dia berhijab.

Dari yang bisa diteliti Sung Min dengan seksama, gadis yang entah siapa namanya itu adalah seorang muslim taat. Karena sesaat setelah si gadis menghabiskan makan siangnya, dia akan beranjak dari sana dan menuju tempat muslim lain beribadah. Di daerah Itaewon, Seoul, ada sebuah bangunan menjulang yang disebut Masjid Raya Seoul, di mana banyak muslim lainnya menunaikan ibadah mereka tak lama setelah suara panggilan yang merdu, berkumandang.

Sung Min tidak begitu memerhatikan pentingnya peribadahan itu sebelumnya. Namun setelah sosok gadis yang selama tujuh belas hari ini mengusik perhatiannya, dia selalu menyempatkan diri untuk mampir ke sana. Bertanya-tanya seorang diri tentang apa yang mereka lakukan di dalam dan belum juga menemukan jawabannya karena dia hanya bisa terpaku berdiri mematung di depan anak tangga.

"Maaf, Tuan, apa ada tambahan lagi?"

Seorang pelayan restoran memecah konsentrasi Sung Min dalam memerhatikan raut wajah yang dirundung gelisah itu. Sung Min mendongak dan mengurai senyum seraya menggeleng.

"Tidak, terima kasih."

Sung Min menyahut cepat, agar pelayan itu segera berlalu hingga ia bisa memusatkan perhatian lagi pada gadis itu. Bahkan dering ponsel menjadi sangat mengganggu kegiatan rutinitas dia hari ini. Maka ia memutuskan untuk mengnon-aktifkan ponsel agar bisa melanjutkan kegiatan mencuri-pandang ke arah gadis itu dalam ketenangan yang sempurna.

Gadis itu masih di sana, terdiam dalam waktu yang cukup lama. Sung Min mengernyit. Wajah gadis itu terlihat sekali murung dan seolah ada beban besar menghimpit pikirannya. Tepat pada saat itulah, Sung Min melihat gadis itu bergegas mengambil tisu yang tidak jauh dari tangan kanannya, lalu mengusapkannya pelan pada kedua matanya.

Apakah dia menangis?

Kenapa?

*****

[✓] A Wedding Dowry That She AskedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang