13 || Park Yoo Jin

6.5K 295 16
                                    

"Kau terlihat lebih kurus, Sung Min-a!"

Kang Kyung Seok mengomel lagi ketika menuang sesendok nasi ke dalam mangkuk makan. Makan malam yang sempat dihadiri Sung Min karena Kyung Seok beralasan bahwa beliau merindukan putranya lebih dari apapun. Lee Chun Hwa baru saja kembali dari gudang, selesai merapikan sepeda motor bututnya.

"Yeobo, di mana kacamataku?"

Kyung Seok meletakkan kembali tempat nasi dan dengan geleng-geleng kepala beranjak menuju meja di dekat televisi, dan kembali dengan kacamata tua milik sang suami.

"Ini. Kau meninggalkannya di kursi sore tadi. Bagaimana bisa kau mereparasi sepeda motor tuamu itu tanpa kacamata?"

"Hei, aku mereparasinya dengan sepenuh jiwaku. Aku dan sepeda motor yang kau bilang butut dan tua itu mempunyai koneksi khusus. Hal-hal yang takkan kau mengerti, Sayang."

Sung Min terkekeh pelan mendengar argumen ayah pada ibunya. Kyung Seok yang masih tidak percaya mendengar pernyataan Lee Chun Hwa barusan, menarik sebuah kursi untuk sang suami.

"Arasseo. Kalau begitu kau tidak punya koneksi khusus dengan masakanku, hm? Begitu? Buktinya kau selalu makan menggunakan kacamata!"

Chun Hwa duduk di singgasananya, mengerling sedikit ke arah Sung Min dan menghadap Kang Kyung Seok lagi.

"Bukan begitu. Aku hanya tidak mau kehilangan detil kecantikan setiap kali aku menatap wajahmu, Yeobo."

Aigoo.

Sung Min bahkan hampir tersedak mendengar rayuan ayahnya!

"Kau sangat pandai merayuku ya. Bahkan ketika uri Sung Min ada di sini!"

Kang Kyung Seok menepuk pundak suaminya perlahan. Sung Min mengibaskan tangan cepat, sedikit merasa bersalah karena melihat ibunya tersipu sebab kehadirannya di antara gombalan sang ayah.

"Bukan begitu, Eomma. Kalian mesra sekali. Woa, aku jadi malu. Aku bahkan belum pernah merayu wanita seperti yang dilakukan Aboji barusan. Sounds like i should get lessons from my own father," desisku sambil memutar bola mata. Aku menggedikkan bahu dan meraih sumpit, "geurae, sebaiknya kita makan sekarang."

Sepasang orang tua itu masih tergelak, kemudian selanjutnya Kyung Seok menyendokkan nasi untuk suami yang telah hidup bersama dengannya selama kurun waktu 30 tahun ini. Pikiran Sung Min tiba-tiba saja melayang pada Vanessa Heinz dan Kim Hyang Gi.

Bahkan saat berjauhan berkilo-kilometer dengan mereka, pikiran Sung Min masih sempat-sempatnya menghadirkan mereka. Sebenarnya dia hanya bertanya-tanya, apa jadinya jika mereka memiliki makan malam yang intim sekali bertigaan. Hanya kami bertiga.

Ya. Bertiga.

Vanessa Heinz akan menyendokkan nasi untuk Sung Min. Lalu kemudian mungkin Hyang Gi akan merengek meminta Sung Min untuk menyuapinya pelan-pelan. Atau mungkin merengek meminta makanan yang ada di mangkuk makan Sung Min. Atau mungkin Vanessa Heinz akan bertanya apakah masakannya dirasa asin atau hambar oleh Sung Min.

Atau apa saja.

Apa saja yang biasa bisa terjadi di meja makan dalam suatu keluarga yang harmonis.

Oh bagus, Lee Sung Min! Teruslah bermimpi! Kau bahkan masih ingat dengan jelas syarat yang Vanessa Heinz ajukan. Kau tidak mungkin melupakannya kan? Lalu lihat sekarang. Ibu dan ayahmu yang membesarkanmu. Apa mereka terima jika anak lelaki yang mereka miliki satu-satunya berubah sedemikian rupa hanya demi cinta?

"Sepertinya bel berbunyi."

Sung Min mendongak melihat sang ibu yang beranjak dari tempat duduknya, berjalan menuju pintu depan. Sung Min memang sekilas mendengar bunyi bel rumah beberapa detik lalu. Sepertinya ada tamu.

[✓] A Wedding Dowry That She AskedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang