[2] Dibujuk

5.5K 310 30
                                    

Tubuh mungilnya masih meringkuk, dengan mesranya memeluk boneka beruang kutub kesayangan. Bantal tidurnya entah sudah di mana, hasil terkena tendangannya beberapa saat tadi.

Pagi ini, Kim Hyang Gi sedang merasa kesal, teringat ucapannya dengan Lee Jae Jin kemarin, saat jam istirahat.

"Eomma bilang, aku akan punya adik, Hyang Gi-ya," kata Jae Jin sembari memakan ayam goreng yang ada di dalam tempat makannya. Kim Hyang Gi mengerucutkan bibirnya, khas anak usia enam tahun setiap kali mendengar sesuatu yang baru.

"Kapan?" tanya bocah itu ingin tahu.

"Molla (tidak tahu), Eomma bilang segera. Katanya adikku ada di dalam perut Eomma," sahut Jae Jin, pipinya bergerak-gerak karena kegiatannya mengunyah bekal makan siang tadi. Juni yang baru datang dari tempat cuci tangan, ikut bergabung dengan Lee Jae Jin dan Kim Hyang Gi. Baek Seung Jo mengekor kemudian.

"Hyang Gi-ya, aku bawa bulgogi," kata Baek Seung Jo setelah membuka kotak makannya. "Kau mau?"

"Woa, kelihatannya enak, Seung Jo-ya," kata Jae Jin sembari mengambil satu lembar daging iris dari tempat makan milik Baek Seung Jo.

"Kau juga boleh mengambilnya, Juni. Eomma masak banyak dan Eomma bilang aku harus berbagi," kata Baek Seung Jo lucu. Rambut anak itu nampak acak-acakan.

"Jae Jin bilang dia akan punya adik," kata Kim Hyang Gi sambil mulai membuka kotak makannya. "Seung Jo sudah punya adik. Apa itu asik, hm? Seung Jo-ya?"

"Aku juga ingin kalau begitu," timpal Juni.

"Asik. Tentu asik," sahut Baek Seung Jo, "tapi Eomma kadang jadi lupa menyisir rambutku. Aku suka menyisir sendiri, kalau sisirnya masih bisa kujangkau."

"Apa adikmu sering menangis?" tanya Jae Jin dengan mata terbelalak. Rasanya dia akan mendapat semacam saingan jika adiknya suka menangis seperti dirinya.

"Uhm," kata Seung Jo sementara mulutnya penuh terisi nasi dan bebrapa lembar daging iris tipis masakan ibunya.

"Apa menyebalkan?" tanya Juni ingin tahu.

"Uh-huh," Seung Jo menggelengkan kepalanya. Tangan mungilnya meraih botol air minum berwarna hijau terang miliknya yang masih penuh, lalu meminumnya beberapa teguk. "Eomma bilang adik itu harus disayang, bukan jadi menyebalkan."

Jae Jin mengerutkan keningnya, kepalanya berusaha mencerna kalimat teman kelasnya itu. "Kurasa asik jika punya adik..." desisnya kemudian.

"Adikku suka sekali menonton pororo. Kami nonton bersama di sore hari, sehabis mandi," kata Baek Seung Jo lagi, menceritakan kisahnya dengan sang adik yang berusia dua tahun.

Kim Hyang Gi menghentikan laju kunyahannya lalu beralih pada air minumnya sendiri, "Kurasa aku akan minta Mum dan Dad untuk memberikan adik juga. Kedengarannya menyenangkan."

"Tapi kalau ke supermarket, Eomma tidak lagi menggendongku, karena sibuk mengurus Eun Jo," tambah Seung Jo dengan kening berkerut-kerut, mengingat-ingat, "Appa bilang karena aku tambah berat. Jadi kalau kami pergi berempat, Appa yang gendong. Juni-ah, apa makananmu tidak dimakan? Apa aku boleh memakannya?"

Juni memindahkan sebagian makan siangnya ke dalam kotak makan Baek Seung Jo yang kemudian makan dengan lahapnya. Jae Jin bertepuk tangan, "Appa pasti juga masih kuat menggendongku. Ah, geurae... aku sudah tidak sabar untuk punya adik. Mungkin jika aku memintanya lagi, mereka bisa memberikannya lebih cepat. Mungkin besok aku sudah bisa punya adik dan menunjukkannya pada kalian," lanjutnya, teringat akan semua permintaannya yang senantiasa diluluskan oleh kedua orang tuanya, Jae Jin berkata senang dan melanjutkan makannya lagi.

[✓] A Wedding Dowry That She AskedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang