[9] Kisah Unta

5.5K 267 19
                                    

PENGHANGAT ruangan sudah bekerja dengan baik ketika aku dan Alessandra berbaring di atas ranjang yang empuk. Kamar Al masih terang benderang karena kami sedang menunggu suamiku yang masih sibuk di dapur, entah membuat apa. Ayam goreng buatanku sudah habis dilahap beberapa jam yang lalu sebelum kami shalat isya bersama. Kurasa Sung Min Oppa sedang membuat minuman hangat untuk menghangatkan perut. Kuharap ia membuat cokelat hangat.

Dan di luar sepertinya salju mulai turun dengan deras.

"Al, apa kau masih ingat, Nabi siapa yang bisa bicara bahasa binatang?"

"Aku tahu, Mum. Nabi Sulaiman! Benar?"

Aku mengangguk, "Selain Nabi Sulaiman, ada juga Nabi lain yang bisa bicara dengan binatang, Al..." aku berkata sembari memeluk gadis kecilku. Melirik wajahnya yang tadi terlihat mengantuk, menjadi segar dan penuh tanda tanya.

"Benarkah? Apa ia bicara dengan semut juga?" tanya Alessandra. Aku tahu, dia penasaran.

"Tidak, bukan dengan semut. Beliau bicara dengan unta. Kau tahu unta? Masih ingat?" aku mencoba mengumpulkan ingatan Al tentang unta. Anakku sering bingung antara unta dengan kuda.

"I know camel, Mum. Di punggung nya ada punuk untuk menyimpan air!" Alessandra menyahut seru. Aku tergelak, mengacak rambutnya.

"Ada apa dengan unta?"

Sung Min Oppa tiba-tiba sudah duduk di pinggir ranjang. Kami (aku dan Al) berdua menoleh, melihat pria tampan itu membawa tiga gelas cokelat hangat. Di luar salju sedang turun dengan banyak. Serupa badai tapi tidak mengkhawatirkan.

"Ini, Dad! Mum bilang, Nabi Muhammad bisa bicara dengan unta!" Al bersorak heboh.

"Benarkah?" Sung Min Oppa kelihatannya tertarik. Alis kanannya terangkat dan matanya menatapku. Ya ampun, jangan bilang kalau wajahku merah dilihat seperti itu oleh suamiku sendiri...

"Eo," aku menyahut singkat.

"Ceritakan, Mum! Ceritakan!" Al memberondong sambil menarik-narik piyama yang kukenakan. Sung Min Oppa meminta kami untuk menghabiskan cokelat hangat sebelum memulai cerita.

"Dad juga ingin dengar, Hyang Gi-ya. Tapi sebaiknya kita habiskan dulu cokelat hangat ini. I made it for you."

Setuju, Alessandra mengambil cokelat hangat bagiannya yaitu gelas terkecil. Sung Min Oppa memberikan cokelat hangat bagianku setelah sebelumnya ia meminumnya sedikit, membuatku mengukir seulas senyuman.

Sung Min Oppa memang begitu. Dia selalu mampu membuat wajahku merona.

"Sudah habis, Dad..." Al nyengir, aku tertawa pelan.

"Janji untuk menyikat gigi selesai ibumu bercerita nanti?" Sung Min Oppa bertanya pada Al.

Al mengangguk, "Dad juga."

Sung Min Oppa melakukan tos dengan Al, kemudian bergegas bergerak dan mengambil tempat di sisi kanan Al, bersebrangan denganku yang ada di sisi kiri Al.

"Ppali, Essa... kau tak lihat kami sudah tak sabar?" Sung Min Oppa menampilkan wajah merajuknya setelah sukses menyembunyikan sebagian tubuhnya di balik selimut. Kepalanya bertumpu pada tangan kiri dan tangan kanannya melingkar di perut Alessandra.

"Ayo ceritakan, Mum..." Al ikutan merajuk.

Melebarkan senyum, aku menyibak beberapa helai rambut yang tergerai, ke belakang telinga. Dalam hati mensyukuri pekerjaanku sebagai pengisah, dan merasa senang mengetahui betapa suami dan anakku begitu antusias untuk mendengar kisah-kisah.

[✓] A Wedding Dowry That She AskedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang