"Gila ...." Aku mencoba menarik oksigen sebanyak mungkin. "Nyesel pake acara ngebut segala," ujarku sambil duduk di trotoar.
"Lagian, udah kubilang naik MRT aja malah maen ngebut aja!" protes Firma.
"Aku, 'kan ... gak punya ... E-KTP, gimana?" belaku dengan napas tersenggal-senggal.
"Ya cash lah! Emang cuma KTP-E doang! Banyak kali cara bayarnya."
"Maaf deh maaf," sesalku.
Firma hanya berdecak kesal. "Eh makan siang dulu yuk? Laper nih," ajak Firma sambil menunjuk salah satu kedai di belakangku.
"Kamu aja ... aku ... gak lapar kok," jawabku singkat. Lama gak maen basket selama lima tahun lebih, fisik jadi lemah gini, parah! batinku dalam hati.
"Aku traktir?"
"Oke!" jawabku cepat. Firma hanya tertawa pelan dan berjalan di depanku. "Kau mau apa?"
"Samain aja deh."
Firma mengangguk pelan. "Ah, kau pilih saja mau makannya di mana? Aku pesan dulu, ya," ujar Firma sembari meninggalkanku.
"Ah, Fir, lantai dua gak papa?"
"Gak papa," jawab Firma singkat. Segera aku menaiki tangga kayu di sudut ruangan yang berbentuk huruf L. Sesampainya di lantai dua, kuedarkan pandanganku ke segala penjuru. Siang itu memang cukup sepi, terbukti hanya ada lima-enam meja yang terisi. Hanya kurang dari sepuluh meja yang kosong. Belum sempat aku memilih, Firma sudah berdiri di sampingku.
"Udah?"
Aku menggeleng pelan.
"Yaelah, lama amat disuruh milih juga susah."
"Ya maaf."
Firma memandang sekeliling dan menunjuk salah satu meja di sudut ruangan. "Gimana? Itu di beranda."
Aku mengangguk setuju. Tidak sampai sepuluh detik, aku sudah mengistirahatkan punggung dan kakiku di kursi kayu yang nyaman.
"Kenapa kau? Kaya yang capek."
"Emang! Tadi abis diacak 'sepeda tour' ke bunderan HI," ledekku pelan seraya meregangkan tubuhku. Tidak lama, angin siang menyapa tubuhku dengan lembut. Aku memejamkan mataku menikmati belaian angin yang begitu memanjakanku.
"Permisi, ini minumannya, Kak." Aku segera bangkit dan kulihat seorang wanita tengah meletakankan dua gelas tinggi berwarna merah. "Yang Ini strawberry ... dan yang ini jambunya."
"Makasih, kak!" ujar Firma pelan seraya tersenyuma. Wanita itu hanya mengangguk dan pergi meninggalkan kami. "Dik, kau jambu aja ya?"
Aku mengangguk pelan dan menyeruputnya dengan tenang.
"Jadi, coba jelaskan soal diri kau dik, tentunya dengan tahun kau itu, aku penasaran," ujar Firma sambil menyeruput jus miliknya.
"Hmm, apa ya? Kamu pengen tau soal apa?"
"Aku ... ah kau tahun kelahiran berapa?"
"Sembilan enam," jawabku pelan. Sontak Firma tersedak-sedak mendengar jawabannku.
"Apa? Tahun 1996?" tanya Firma lagi.
Aku hanya mengangguk pelan sambil menyeruput jus milikku.
"Berarti ...." Firma berpikir sejenak. Mulutnya berkomat kamit entah apa yang sedang dia ucapkan. "... lima puluh tahun! Usia kau di tahun ini lima puluh tahun," ujar Firma. Kini, giliranku yang tersedak hebat. Gile, bener juga ya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Masa Depan : Love, Friends, Fact and Hope
General FictionT A M A T #205 di Fiksi umum (16 Mar 2017) [Cetakan/Editan pertama Mei 2016] [Cetakan/Editan kedua Agustus 2016] [Cetakan/Editan ketiga September 2017] Apa yang akan kamu lakukan jika kamu terbangun di masa depan? Itulah yang terjadi dengan Dika Ma...