Terdengar suara engsel pintu dari pintu apartemen Firma. Sekilas kulihat mukanya sedikit memerah. "M-masuk kau."
Aku hanya mengerutkan dahiku heran. Kenapa tuh anak? tanyaku dalam hati. Namun rasa penasaranku aku tepis dan segera masuk. Kulihat apartemen Firma cukup luas dan tertata rapi, kudapati juga Anna juga tengah sibuk sendiri di ruang tengah.
Wangi, gumanku pelan sambil memejamkan mataku. Harum bunga lavender begitu kental di apartemen Firma. Kulihat seisi ruangan namun tak terlihat bunga lavender.
"Fir?"
"I-iya?" tanya Firma yang masih berdiri di belakangku. Kulihat ia tengah mengarahkan pengharum ruangan lavender ke pojok ruangan dan di atas kepalaku. "Kenapa?" tanya Firma.
"Ha ... ha ... ha," jawabku sambil tertawa garing dan segera melangkah masuk. "Hmm?" Aku berhenti sejenak melihat dua buah pintu yang ditempel sebuah kertas di masing-masing pintu. Yang satu bertuliskan "KAMAR FIRMA"yang satu "KAMAR DIKA".
"Itu kalau kau lupa dimana kamar kau!" jelas Firma yang sepertinya paham pertanyaan di dalam benakku. Aku hanya tertawa garing lagi melihat ini dan segera masuk. Sepulang dari rumah Pak RT Firma memintaku untuk menunggu di luar apartemennya karena hendak mandi terlebih dahulu. Aku hanya mengangguk pelan. Toh, cuma mandi doang, pikirku. Namun apa yang terjadi berbeda dengan kenyataan. Selama lima puluh menit aku menunggu di luar dan baru diizinkan masuk tadi. Segera aku mengambil handuk yang ada di kamar. Tidak lupa baju saat aku kecelakaan yang dicuci di rumah sakit kubawa dan segera pergi ke toilet.
"Hmm?" Aku kembali terdiam melihat selembaran kertas yang tertempel di pintu dekat dapur.
"Toilet. Ketuk dulu sebelum masuk," ujarku membaca tulisan di kertas itu. Si Firma ternyata lama karena ini semua, gumamku dalam hati sambil mengetuk pintu toilet itu.
"KYAAA!!!" teriak Firma di dalam toilet. Mendengar teriakan itu aku ikut kaget dan melangkah mundur. "Si-siapa?" tanya Firma terbata-bata.
"Aku."
Hening.
"Kenapa kau gak manggil aja sih! Kaget tau! Kalau aku jatuh gimana coba?" tanya Firma lagi sedikit sewot.
"Kan aku ngikutin yang ditulis di kertas Fir," jawabku membela. Sejenak tak ada jawaban dari dalam. Tidak lama Firma segera keluar sambil menundukan kepala. "Akhirnya."
"Tunggu! Diam kau!" teriak Firma lagi. Aku terdiam melihat Firma segera pergi ke ruang tengah lalu kembali masuk ke toilet. Ngapain lagi tuh anak? tanyaku dalam hati. Baru saja hendak kuketuk kembali Firma sudah keluar dari toilet
"Gih masuk!" Aku mengerutkan dahiku mendengar Firma.
"Bener?"
"Iya!"
"Ya sudah." Aku segera melangkah masuk. Busyet, wangi lavender lagi, gumamku dalam hati. Tapi ... wajar sih orang dia abis mandi. Mungkin dia gak mau aku nyium bau sabun dan shamponya. Walaupun masih ada sedikit, ujarku tertawa kecil yang masih berdiri dengan baju lengkap sambil melihat kesekeliling toilet.
"Jangan mikir yang aneh-aneh kau! Lebih dari lima menit aku matiin lampu dan airnya!" teriak Firma dari luar, "kukunci juga!"
"A-apa! Ini juga lagi mau mandi!" ujarku pelan sambil mengambil beberapa gayung air dan menumpahkannya ke kakiku. Terdengar suara air yang kutumpahkan terlihat seolah-olah aku sedang mandi. Bersamaan dengan itu terdengar langkah kaki Firma menjauh. "Dasar! Emang gue tentara gitu. Lagian lima menit kan bentar banget," gerutuku sambil membuka baju. Beberapa detik kemudian lampu toilet mati secara tiba-tiba. "Oke Fir! Lima menit!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Masa Depan : Love, Friends, Fact and Hope
General FictionT A M A T #205 di Fiksi umum (16 Mar 2017) [Cetakan/Editan pertama Mei 2016] [Cetakan/Editan kedua Agustus 2016] [Cetakan/Editan ketiga September 2017] Apa yang akan kamu lakukan jika kamu terbangun di masa depan? Itulah yang terjadi dengan Dika Ma...