Chapter 19. Accident

232 38 8
                                    

"Gimana?" tanyaku lagi. Firma dan Citra saling pandang satu sama lain.

"Masuk akal sih, tapi, kira-kira kau kapan berangkatnya?" tanya Firma.

"Mungkin besok atau lusa," jawabku lagi sambil memakan apel yang sudah ku potong kecil-kecil. "Kalau menurut mu Cit?"

"Ah, aku sih setuju-setuju aja. Lagian kan ini juga kaya kakak ngumpulin kepingan kepingan puzzle gitu."

"Iya, kaya game di Assasins Creed Rogue, ngumpulin kepingan-kepingan memori," tambahku lagi. Citra dan Firma hanya mengerutkan dahinya bingung dengan perkataanku.

"A-aku gak tau soal game kak," komentar Citra. Firma mengangguk setuju. Ah iya, bego banget gue ngomong gitu ya, gumanku dalam hati.

"Yaudah, I'm in!" ujar Firma. "Citra mau ikut?" tanya Firma lagi.

"Wait—" Aku memotong pembicaraan mereka, "—aku sangat mengapresiasi kalian, tapi bukankah kalian juga ada urusan sendiri? kuliah misalkan?" tanyaku dengan tatapan serius.

"Lagi libur semester Dik," jawab Firma kalem, "lagian, aku lagi gak ada kerjaan sih, teman-temanku juga pada pergi hiking dan kebetulan aku sakit jadi ya gak ikut, makannya aku ikut sama kamu aja," jelas Firma sambil menahan dagunya dengan tangan kanan. Aku hanya mengangguk pelan. Ya lumayan lah ada warga pribumi tahun ini, setidaknya disini gue kan kaum terbelakang, gumanku lagi. "Citra gimana mau ikut?"

"Anu ... aku gak tau kak, lagian takut gak di—"

"Tenang soal pak RT aku entar omongin," potong Firma. Citra hanya terdiam.

"Citra kalau kamu mau ikut boleh, tapi kalau enggak juga aku gak maksa. Kamu juga Fir, aku gak maksa buat kamu gak ikut," ujarku mengingatkan. Firma segera mengacungkan jempolnya, sedangkan Citra hanya mengangguk.

"Eh bentar ya," ujar Firma sambil berlari keluar.

"Kenapa?" tanyaku pada Citra. Citra hanya menggelengkan kepalanya. Tak lama Firma datang sambil mengendong seekor kucing.

"Ah Katie!" ujar Citra sambil menghampiri Firma. Seekor kucing peliharaan ras Siberian milik Firma yang pernah ia ceritakan kepadaku di rumah sakit. Warnanya abu-abu ke hitam-hitaman dan sedikit warna putih menghiasi di sekitar lehernya, matanya besar coklat, bulunya sangat lebat dan rapi, kumisnya yang panjang dan banyak juga sangat gemut menambah figur kucing rumahan yang sangat dimanja oleh pemiliknya.

Tiba-tiba kucing itu melompat dan berjalan ke arahku. Ku pandang mata kucing tersebut dan begitupun sebaliknya, lalu aku coba menyentrikan jariku diatas kursi disampingku, tidak lama kemudian Katie melompat ke kursi tersebut. Aku menyentrikan jariku diatas meja dan Katie pun melompat kembali ke atas meja.

"Wow, keren!" ujar Firma sambil bertepuk tangan. Aku hanya tersenyum dan mengelus-ngelus kepala Katie.

"Lho kak Dika suka kucing juga ya?" tanya Citra.

"Enggak Cit, cuma aku lebih 'memilih' kucing ketimbang hewan yang lain," jawabku sambil mengelus-ngelus Katie yang tengah tiduran diatas meja. "Tapi kalau boleh milih aku pengen punya Red-Panda," ujarku lagi sambil tertawa.

"Red-Panda?"

"Iya Fir, kaya gabungan panda sama musang, lucu tau! Tapi kalau gak bisa, panda aja juga gak papa, kalau enggak hewan yang sifatnya pemalas dan mau tiduran sambil di elus-elus," jelasku.

Meong.

"Wah kamu juga setuju ya," celotehku sambil mengeletiki lebih cepat. Merasa nyaman, Katie hanya mengeliat kesana kemari. Citra mencoba menyentikan jarinya berusaha memanggil Katie, namun Katie tidak mengubrisnya. Berkali-kali Citra mencobanya namun hasilnya nihil.

"Lho kok ke aku enggak sih?"

"Ya kamu kurang keras kali," ujar Firma sambil berusaha menyentrikan jarinya namun Katie tetap tidak mengubrisnya. "Eh kok? Katie... Katie sayang," namun hasilnya sama. Aku segera menaruh telapak tangan kiri ku di atas meja dan menyentrikan jariku di bahu kiriku, dengan cepat Katie berjalan menyusuri tangan kiriku dan berdiri di bahuku.

"Uhuk!" Aku sengaja terbatuk memamerkan kejadian ini. Firma dan Citra hanya mencibir melihat kejadian ini. Aku tertawa melihat tingkah mereka.

"Katie, Jump!" ujarku sambil menyentrikan jari diatas meja, dan Katie melakukan seperti apa yang aku perintahkan. "Uhuk!"

"Ah! Diem kau Dik!" ujar Firma sedikit agak jengkel melihat kucingnya tak melakukan seperti apa yang tuannya. Aku hanya tertawa penuh kemenangan dan berjalan ke dapur.

"Eh Fir, aku jemur andukku dimana ya? Biar cepet kering," tanyaku kepada Firma. Firma hanya menyentrikan jari mereka ke arah luar.

"Hah?!" ujarku yang kebingungan melihat tingkah mereka.

"Noh di luar aja, kan ada tali di atas pintu juga, disana aja," ujar Firma menjelaskan sambil sibuk mengusap-usap Katie. Citra hanya menganguk-angukan kepala. Paham akan mood mereka sedikit terganggu hanya karena masalah Katie, aku segera melangkah keluar.

Pada cemberut mereka, ujarku dalam hati sambil membentangkan handukku. Tak sengaja aku mendengar suara yang tengah mendesah. "Hm?" aku segera melihat ke sumber suara. "Eh?!" Dengan cepat aku membungkukan badanku, bersembunyi dari tembok pembatas. Terdengar suara desahan tersebut semakin keras. Merasa penasaran, perlahan aku mengintip ke arah suara aneh itu.

"He—hei buruan buka," ujar lelaki berambut cepak itu, sambil terus menciumi leher perempuannya. "Iya bentar," jawab si wanita itu sambil merogok tasnya yang berwarna merah. Terlihat sesekali tangan lelaki itu mencoba meraba ke tubuh bagian atas wanita itu. "Kalau ada yang liat gimana?" tanya si wanita itu. "Gak ada orang kok, buruan kok lama?" ujar si lelaki itu.

Aku menelan ludah melihat kejadian itu. Wah parah nih, aku merangkak ke arah pintu dan mencoba mengambil perhatian Firma dan Citra dengan menyentrikan jariku. Firma dan Citra hanya melirik ke arahku. Aku memandang mereka berdua dan menyentrikan jariku.

"Emang kita kucing apa digituin?" sewot Firma. Citra mengangguk setuju.

Aduh! ujarku dalam hati sambil menepik jidatku. Meong. Katie segera berdiri di depanku dengan ekornya terkibas-kibas ke kanan kekiri. Bukan kamu Katie tapi majikanmu, ujarku sambil mengusir Katie ke dalam rumah.

"Hoy Fir, Cit," ujarku dengan suara pelan. Firma dan Citra hanya memandangiku. Raut wajah bertanya tergambar di muka mereka. "Itu ...." Aku menujuk ke kamar lantai bawah yang menyerong ke kanan dari arahku.

"Apa?" tanya Firma sambil tetap duduk. Desahan dua insan yang sedang dibutakan semakin terdengar.

"Aduh gimana ini?" ujarku sambil menggaruk-garuk kepala. "Kalau pergi entar disangka bohong, kalau main dobrak entar gak ada bukti, manggil orang buat saksi eh malah kucing yang datang" ujarku lagi. "Oh! Iya!" Aku mendapat ide.

"Pstt!!"

"Hm..." ujar Firma yang terlihat malas melihat ke arahku. Aku segera membentuk lingkaran dengan jempol dan telunjuk kiriku, lalu menusukan telunjukku ke lingkaran tersebut. Lalu menunjuk ke arah kamar tersebut. Firma yang awalnya terlihat malas berubah menjadi marah. Matanya menjadi melotot ke arahku.

"Itu Fir ... Itu," aku berusaha menujuk ke arah kamar tersebut. Firma memandang ke arahku sepertinya paham dan segera beranjak dari tempat duduknya.

"Cit tunggu dulu disini ya," ujar Firma yang segera melangkah pelan-pelan ke arahku dan merangkak ke dekatku. "Mana?" tanya Firma. Aku segera menunjuk ke kamar dibawah, terlihat pasangan itu masih berdiri diluar dan sudah semakin gila. Aku dan Firma menyaksikan hal itu, tak lama mereka masuk ke kamar tersebut dan segera menutupnya. Bersamaan dengan itu kami saling pandang satu sama lain.

***

Dipublikasikan pertama kali:
16 Juni 2016
Dengan sedikit pengubahan:
29 Septemer 2016

Masa Depan : Love, Friends, Fact and HopeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang