"Kau udah siap, Dik?" tanya Firma memandangku.
"Kita udah di sini masih nanya gitu," ujarku sambil menggendong tas ranselku di bahu kiriku. "Lagian yang aku bayangin sih naik bis, kok kita malah ke bandara?" Aku berbisik kepada Firma seraya menyapu setiap sudut bandara Soekarno Hatta.
"Yey, Ciamis kan deket Tasikmalaya, kita nanti turun di Tasikmalaya."
"Pakai parasut?"
"Enggaklah!" jawab Firma cepat.
"Gak ada yang ketinggalan lagi?" tanya pak RT yang mengantarku dan Firma ke bandara.
"Enggak ada pak, cuma segini kok bawaan kami," jawabku seraya menujuk ke arah Firma yang membawa dua tas sekaligus. Melihat barang bawaan Firma yang begitu banyak, lagi-lagi aku tertawa pelan.
"Gak usah ketawa kau! Sekalian piknik aku!" ujar Firma sambil memukul bahuku. Aku hanya mencibirnya. "Citra yakin gak ikut? Liburan kita," canda Firma. Citra hanya menggeleng seraya tersenyum. "Aduh maaf ya malah ngerepotin buat ngerawat Katie."
"Gak papa kok kak, lumayan ada temen main, Anna juga seneng kok!"
"Oh iya ...."Firma segera mendekat ke arah Citra. "Coba kamu latih Katie, panggil dia kaya gini." Firma menyentrikan jarinya berkali-kali. "Masa kita yang udah kenal lama sama Katie kalah sama tuh kakek-kakek, tuh kakek-kakek langsung deket sampai Katie mau ngikutin perintahnya," Citra mengangguk, terlihat wajahnya begitu serius menanggapi perkataan Firma. Pak RT yang mendengar itu terlihat kebingungan.
Dasar, masih dendam ternyata, gumanku seraya menggelengkan kepala.
"Baik pak, saya pergi dulu Insha Allah jika hasilnya nihil saya akan segera ke sini, dan berusaha menerima kenyataan," kataku seraya memandang pak RT.
"Bapak paham perasaanmu, dan bapak cuma bisa berdoa dan mendukung keinginanmu. Jadi, kalau ada apa-apa bilang aja, selama bapak mampu akan bapak bantu." Aku mengangguk pelan. "Lalu soal yang 'itu' bagaimana?" tanya Pak RT lagi. Sejenak aku terdiam mendengar hal itu. Bukan karena bingung, melainkan aku sangat paham apa maksud perkataan Pak RT. Aku hanya tersenyum pasrah dan mengangkat kedua bahuku.
"Mau gimana lagi pak ...." Aku terhenti tak melanjutkan perkataanku. Terlukis raut sedih dan khawatir dari wajah pria di depanku. "Jika 'itu' terjadi, itu artinya saya tidak bisa kembali ke tahun 2016. Dan itu artinya, saya akan tinggal menetap dan berkeluarga di 2046." Pak RT hanya mengerutkan dahinya sesaat setelah mendengar perkataanku. Tak lama kemudian, ia hanya terkekeh pelan.
"Lho? emang udah nemu calonnya?"
Aku tertawa pelan mendengar pertanyaan pak RT. "Ada pepatah mengatakan, jodoh adalah rahasia yang tidak akan terungkap oleh kita, walau begitu kadang Tuhan memberikan singal singal akan jodoh kita. Intinya sih, niat ada pak. Tapi mungkin saya bakal nyari pekerjaan dulu sebelum berikrar dalam ikatan suci yang di ridhoi oleh Tuhan." Sontak pak RT tertawa seraya menepuk-nepuk bahuku.
"Kamu ini masih muda tapi udah matang pemikirannya."
"Kan saya udah lima puluh tahun pak, casing-nya doang yang sembilan belas tahun," jawabku seraya tertawa.
"Terus ... bagaimana hubunganmu dengan Firma? Bapak dengar dari Citra katanya kalian bertengkar hebat soal kasus kemarin."
"Ya memang benar kami bertengkar, tapi besoknya dia nganter saya buat beli beberapa pakaian dan tas, terus makan malam," jawabku sambil tersipu malu. Ya ... sampai terjadi hal diluar rencana yang membuatku gugup ketika pulang.
"Menurutmu ... Firma orangnya bagaimana?" Aku melirik Firma yang tengah bercengkrama bersama Citra, sesekali Firma tampak tertawa dan tersenyum dengan senyuman yang khas. Melihat hal itu, tanpa kusadari aku tersenyum pelan. "Jawab! Bukan malah mesem-mesem sendiri."
"Ya gimana ya pak, kita lihat aja nanti. Yang jelas, walau kemarin dia cerita soal masalah orang tuanya, toh, bukan dia yang salah," ujarku pelan. Pak RT kembali mengerutkan dahinya dengan ekspresi terkejut.
"Kamu sudah tau?" Aku mengangguk pelan dan kembali melihat Firma. "Semoga hal itu tidak membuatmu terganggu untuk mempersuntingnya."
"Gak kok pak," jawabku pelan sambil tersenyum. Eh? Aku segera melihat wajah pak RT yang tengah terkekeh pelan. "Eh, ah pak, udah siang nih mau pergi."
"Oh iya hati-hati ya, jaga nak Firma ya!"
"Tenang aja pak." Aku kembali melihat Firma. Sadar tengah diperhatikan ia kembali memandang ke arahku. "Kalau ada yang macam-macam, saya gak bakal diam saja, saya akan turun tangan juga kok." Kulihat Firma tersenyum mendengar perkataanku. "Kan kasian pak kalau si pelakunya patah-patah atau bisa-bisa mati karena dia, nanti urusan ama polisi ribet lagi!" bisikku dengan suara yang sengeja dikeraskan agar Firma mendengar. Sontak, Firma segera mendekatiku hendak memukulku lagi, namun beruntung aku bisa mengelak.
"Yaudah pak, kami berangkat dulu ya. Assalamu'alikum," ujar Firma sambil mencium tangan orang yang sudah diangapnya orang tua sendiri, begitupun aku.
"Aku pergi dulu yah," Firma berpamitan dengan gaya anak muda, tak lupa ciuman pipi dan pelukan melekat di badan Citra, begitupun sebaliknya. Aku memandang pak RT membayangkan aku melakukan hal serupa pada pak RT, spontan aku yang tengah minum langsung tersedak hebat, Parah, bapak-bapak berkumis saling cipika-cipiki terus pelukan, lah gimana kalau cowok bertato saling berteriak ketika ketemu terus berpelukan layaknya cewek yang baru ketemu sahabat setelah terpisah beberapa tahun, gumanku sambil menyeka air di daguku.
"Lah, kau kenapa Dik?" tanya Firma. Aku memberikan isyarat kalau aku baik-baik saja
"Citra, pergi dulu ya," ucapku berpamitan kepada Citra.
"Iya kak, hati-hati ya." Aku mengangguk pelan. "Dan anu ...," ujar Firma pelan. Aku membalikan badanku dan memandang Citra. Terlihat ia hanya tertunduk dengan wajah bingung. Sadar apa yang terjadi, aku segera merogok tasku seraya mendekatinya.
"Tak perlu diucapkan bila susah, ingat soal ini?" Aku mengeluarkan gantungan tas berbentuk bidak kuda dari kantong tasku, yang ku beli tempo hari. Citra mengangguk pelan. "Aku melangkah karena ini pilihan terbaikku, dan aku siap menerima resikonya, termasuk aku terpaksa hidup di tahun yang berbeda untuk selamanya dengan status yang berbeda," Citra memandang dalam-dalam mataku dengan ekspresi bingung. Aku hanya tersenyum melihat ke tidak tahuannya. "Sekalipun aku kembali, aku tidak akan melupakanmu, dan keluargamu, kehidupanku sekarang akan aku simpan dan ingat dalam setiap karyaku." Citra hanya tersenyum.
"Arigatou gozaimasu, oneechan," ujarku lagi dengan bahasa Jepang. Mendengar hal itu Citra kembali memasang wajah bingung. Aku hanya tertawa pelan melihatnya.
"Dik, cepet!" panggil Firma. Aku hanya mengangguk dan kembali memandang Citra.
"Assalamualaikum," ujarku pelan dan segera berlari sambil melambaikan tanganku.
***
Dipublikasikan pertama kali:
21 Juni 2016
Dengan sedikit pengubahan:
5 Desember 2016
KAMU SEDANG MEMBACA
Masa Depan : Love, Friends, Fact and Hope
General FictionT A M A T #205 di Fiksi umum (16 Mar 2017) [Cetakan/Editan pertama Mei 2016] [Cetakan/Editan kedua Agustus 2016] [Cetakan/Editan ketiga September 2017] Apa yang akan kamu lakukan jika kamu terbangun di masa depan? Itulah yang terjadi dengan Dika Ma...