"Makasih, Pak!" ujarku menjabat tangan Pak Jaya—polisi—yang mengantarku kembali ke rumah sakit.
"Sama-sama, dan tolong jangan membahayakan diri sendiri."
Aku mengangguk pelan.
"Baiklah selamat malam atau ... mungkin pagi, saudara Maulana," ujar Pak Jaya sambil masuk ke mobil lalu meninggalkan rumah sakit.
Sial, gerutuku seraya melihat jam di layar handphone-ku. Selama lima jam lamanya aku diinterograsi karena kecalakaan yang mengakibatkan Firma terluka. Selama itu mereka hanya menanyakan pertanyaan yang sama berulang kali. Hal itu membuatku sedikit emosi, ditambah belum ada kabar tentang Firma. Namun, mengingat situasi dan keadaan, semua itu berhasil kutahan. Kuambil handphone-ku dan segera menekan nomor telepon milik Kak Dok.
"Assalamu'alaikum, Dika, di mana kamu?" tanya Kak Sus dari sebrang.
"Ah, Kak Sus, aku udah di ... IGD! IGD!" jawabku.
"Ah, langsung aja cari ruang operasi ...."
"Firma di operasi?" tanyaku terkejut.
"Ah ...." Sesaat tak kudengar suara Kak Sus.
"Halo Kak! Kak!"
"Assalamu'alaikum Dika," ujar Kak Dok lagi disebrang.
"Kak, Firma di operasi?"
"Lebih baik kamu ke sini saja. Nanti kakak jelaskan."
Segera aku berjalan sedikit tergesa-gesa, mencari ruang operasi di mana Firma berada. Mataku dengan cepat menyambar ke setiap lorong untuk mencari Kak Dok dan Kak Sus. Sesekali kudongakan pandanganku melihat tanda panah yang berada di atas.
"Dika, sini!" panggil Kak Dok. Aku segera menoleh ke kiri dan berlari ke arahnya.
"Bagaimana kabar Firma, Kak?"
"Tenang, ia tengah di operasi sekarang. Bagaimana denganmu?"
"Sebenarnya Firma kenapa?"
"Tenang. Nanti Kakak ceritakan, yang jelas semuanya masih terkendali."
"Masih?" tanyaku dengan nada bingung. "Masih terkendali? Bagaimana kalau nanti ...."
"Dika, tenang!" potong Kak Dok. "Firma akan baik-baik saja."
Ck! Aku bergumam dalam hati. Ada perasaan jika Kak Dok hanya menyembunyikan keadaan Firma, agar aku tenang.
"Bagus, lebih baik kamu duduk sana," usul Kak Dok. Aku hanya terdiam dan duduk di samping Kak Sus.
"Sini panggil Kak Sus ramah. "Mau minum?" tawar Kak Sus seraya menyerahkan sebotol air mineral.
Aku menggeleng pelan. Kubiarkan kedua sikutku bertumpu di kedua lututku, menahan tubuhku bagian atas. Tangan kananku dengan kuat menahan kepalaku, menutupi sebagian wajahku. Sedangkan tangan kiriku menjuntai di antara kedua lututku. Entah mengapa, semenjak aku duduk, suara-suara Firma terus menggema. Senyum manisnya pun ikut terlukis walau mataku sudah terutup.
"Kamu kenapa?" tanya Kak Sus yang membuatku terjaga.
"Ah, enggak kok, Kak. Cuma ... seandainya aku tidak menyebrang mungkin Firma ...." Aku tak melanjutkan perkataanku.
"Sudah-sudah. Firma juga tahu, mungkin kamu punya alasan tertentu," ujar Kak Sus.
Aku mengangguk pelan. "Bagaimana jika saat itu hanya ada kami berdua?"
"Pasti ada orang yang membantu," jawab KakSus pelan.
"Dan mereka tidak mengenal kita? Yang ada mungkin mereka mikir berkali-kali, Kak."
KAMU SEDANG MEMBACA
Masa Depan : Love, Friends, Fact and Hope
General FictionT A M A T #205 di Fiksi umum (16 Mar 2017) [Cetakan/Editan pertama Mei 2016] [Cetakan/Editan kedua Agustus 2016] [Cetakan/Editan ketiga September 2017] Apa yang akan kamu lakukan jika kamu terbangun di masa depan? Itulah yang terjadi dengan Dika Ma...