Wanita itu bagaikan Juliet, menunggu kedatangan sang Romeo kembali ke dalam pelukannya.
Berhari-hari, bahkan berbulan-bulan, ia sering melamun. Menatap dari jendela kamar apartemennya, menunggu. Berharap seorang pria akan datang dan memanggilnya turun untuk menemuinya dan memeluknya, serta memberikan sebuah ciuman.
Tapi itu takkan pernah terjadi, pikirnya.
Ia masih tak bisa melupakan rasa hangat dari ciuman itu. Sangat lembut dan memabukkan. Tapi itu sudah lama. Dan itu adalah ciuman terakhirnya bersama pria itu.
"Fallen," panggil seorang pria, diikuti suara pintu yang terbuka.
Wanita itu tersadar dari lamunannya dan berbalik menatap pria itu. "Ah, Fred," ucapnya.
Pria bernama Fred itu terdiam sejenak menatap Fallen. "Kau menangis lagi?" tanyanya dengan nada khawatir seraya berjalan mendekati wanita itu.
Fallen hanya tersenyum dan mengedikkan bahu.
"Sudah berapa kali kubilang, jangan sering melamun dan menangis, Fallen," kata Fred menghela napas. Pria itu menatap sekeliling. Hampir seluruh dinding di ruangan ini dipenuhi oleh es-es yang runcing. Kamar ini hampir mirip goa es. Sedikit teriakan saja bisa menjatuhkan es-es runcing yang ada di atasnya.
"Kau tak pernah tau rasanya."
"Aku tau, Fallen. Aku tau apa yang kau rasakan," jawab Fred cepat. "kau tak mungkin terus seperti ini. Bibi Paige terus mengkhawatirkanmu kau tau? Dia takut kau akan menjadi gila, seperti saat kejadian setelah kecelakaan itu. Kau bahkan hampir mengakhiri hidupmu sendiri."
Fallen menghirup napas dalam-dalam. "Untuk kedua kalinya... aku kehilangan seseorang yang sangat kusayangi," ungkapnya pelan.
"Hei, dia tak mati. Sam tak mati, oke?"
"Aku tak tau," ucapnya pelan dan kemudian diikuti isak tangis. Fred memeluknya dan mengelus kepalanya.
Ini bukan pertama kalinya sahabatnya seperti ini. Sejak tujuh tahun lalu. Sejak Sam, salah satu sahabatnya menghilang. Hampir setiap hari Fallen selalu menangis. Di ujian akhir saat itu, Fallen hampir tak lulus, namun ia menguatkannya dengan mengatakan bahwa ia harus lulus dan segera mencari Sam setelahnya. Syukurlah, Fallen mengikuti perkataannya. Tanpa sepengetahuan Fallen, Fred dan Liam saling berbagi informasi untuk mencari keberadaan Sam dan ayah Liam. Mereka berdua menghilang secara bersamaan, dan Liam berpendapat bahwa ayahnyalah yang membawa Sam. Fred juga sependapat.
Namun sampai saat ini Fred belum mendapatkan kabar dari Liam tentang dua orang itu. Jika Fallen tau soal ini dia pasti akan memaksakan diri untuk ikut mencari Sam. Di tengah keadaannya yang seperti itu, tentu saja ia tak tega, dan terpaksa menyembunyikannya.
"Kapan Sam kembali? Aku merindukannya, Fred," kata Fallen di tengah tangisannya.
"Semua akan baik-baik saja, Fal. Dia pasti akan kembali," ucap Fred mencoba menenangkannya. Keadaan di ruangan itu semakin dingin, dan Fred tau ini semua karena kesedihan Fallen. Es-es yang runcing itu semakin memenuhi seluruh ruangan.
"Dimana kau, Sam?" gumam Fred dengan begitu pelan.
***
Raut wajah pria itu terlihat begitu lelah. Kerutan di wajahnya sudah semakin banyak di umurnya yang sudah semakin tua. Dia menghela napas sambil mengusap wajah setelah membaca beberapa kertas yang ada di meja kerjanya. Kemudian matanya beralih menatap ke jendela di sampingnya yang menampakkan langit senja. Matanya menerawang jauh. Selama ini, ia tak begitu banyak bicara dengan putranya. Sikap putranya cukup dingin padanya. Ia tak tau apa kesalahannya. Selama ini ia selalu menuruti keinginan putranya, meskipun pada kenyataannya ia juga tak pernah meminta banyak hal. Ia hanya ingin berbicara seperti biasa layaknya ayah dan anak...
KAMU SEDANG MEMBACA
FALLING APART
Fantasy"Kumohon pulanglah, Sam." Tujuh tahun Sam berada dalam ruangan itu. Tak berdaya untuk melakukan perlawanan pada David yang selalu memaksanya untuk mengeluarkan sisi iblis yang sebenarnya. Namun pada akhirnya ia berhasil diselamatkan oleh Liam, dan m...