"David bilang kau iblis," kata Fallen saat mereka ada di dalam mobil Daniel.
"Aku memang mengaku pada mereka kalau aku iblis. Dan aku berubah jadi iblis untuk membuktikannya," kata Daniel menoleh sejenak padanya sebelum berkonsentrasi pada jalan di depannya.
"Apa?" tanya Fallen tak percaya. "Bagaimana bisa?"
"Aku juga melakukan perubahan di umurku yang ke dua belas, sama seperti bangsa iblis pada umumnya. Seharusnya kau juga bisa Fallen."
"Tidak. Itu tak mungkin... kan?"
Daniel menoleh sejenak. "Kau masih tak percaya?"
Fallen diam sejenak untuk mengingat semua kejadian yang dilaluinya dalam kehidupan palsunya, ilusi itu. "Saat... David memberikan sihir ilusinya padaku, dan membuatku menjalani kehidupan palsuku, aku juga berubah jadi iblis. Dalam diriku ada sosok iblis bernama Evelyn yang belum bisa menyatu denganku. Semua itu... seolah begitu nyata," jelasnya.
"Sihir ilusi David dikenal paling hebat. Ketika seseorang itu sudah terkena sihir ilusinya, sulit untuk membedakan mana dunia nyata dan ilusi. Terkadang ilusinya itu memberitahu korbannya segala sesuatu bahkan yang paling rahasia sekalipun. Sehingga terkadang kita menganggap bahwa kita sudah melewati masa depan. Jadi bisa kukatakan... ya. Sosok iblis dalam dirimu itu nyata," jelasnya.
"Dan aku perlu membangkitkannya agar membuatnya menyatu denganku, benar kan?"
"Gadis pintar," puji Daniel tersenyum. Daniel membanting setir ke kiri dan berhenti di depan sebuah hotel. Fallen berpikir Daniel akan membawanya masuk kesana tapi tidak. Di depan bangunan bergaya Eropa itu ada sebuah telepon umum. Daniel menyuruhnya mendekati telepon itu.
"Hubungi salah satu keluargamu," perintah Daniel yang berdiri di belakangnya.
"Apa?"
"Dulu kau tinggal dengan siapa? Telepon sekarang. Katakan kalau kau ada di Paris bersama rekan kerjamu. Cepat."
Dengan gerakan cepat dan tubuh yang sedikit bergetar Fallen segera mengambil gagang telepon dan menekan nomor telepon rumah bibinya. "Kalau kau tak mengatakan seperti yang kukatakan tadi, aku bisa membuatmu tak sadarkan diri disini, sekarang juga. Orang-orang akan berpikir bahwa kau hanya pingsan, dan mereka akan menganggap aku adalah kekasihmu dan yang akan menolongmu," bisiknya.
Setelah dering ketiga akhirnya bibi Paige mengangkatnya. "Bibi Paige," sapa Fallen.
"Fal? Hei, sudah lama kau tak menghubungiku. Bagaimana keadaanmu disana?"
Untuk sesaat Fallen tak menjawabnya, pikirannya campur aduk antara meminta bantuan atau tidak karena Fallen juga sedikit kurang yakin dengan Isabel. Bibinya memanggilnya berulang-ulang hingga ia tersadar dari lamunannya. "A-aku sekarang ada... di Paris, bersama rekan kerjaku. Maaf aku... belum mengabarimu, bibi."
"Tak apa sayang, asal kau baik-baik saja sekarang. Hei, apa kau sudah mendapat kabar kalau pangeran Sam sudah kembali? apa dia sudah menghubungimu?"
Fallen kembali terdiam. Perlahan air matanya jatuh. Ia hampir saja terisak. Namun ia tau kalau bibinya mendengarnya pasti Daniel akan membuatnya tak sadarkan diri. Fallen menutup mulutnya, menahan isakannya.
"Fallen?" tanya bibinya disana.
"Ya. Ya, dia sudah menghubungiku. Aku benar-benar ingin bertemu dengannya," kata Fallen mencoba mengatur suaranya senormal mungkin agar bibinya tak curiga. Namun bagaimanapun juga, Fallen tak bisa menahannya. Isakannya keluar sekali dan cukup keras.
"Sayang, apa kau menangis?" tanya bibinya.
"Tutup teleponnya sekarang!" bisik Daniel di belakangnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
FALLING APART
Fantasy"Kumohon pulanglah, Sam." Tujuh tahun Sam berada dalam ruangan itu. Tak berdaya untuk melakukan perlawanan pada David yang selalu memaksanya untuk mengeluarkan sisi iblis yang sebenarnya. Namun pada akhirnya ia berhasil diselamatkan oleh Liam, dan m...