"Liam!" panggil Sam tiba-tiba dengan suara keras yang membuatnya terkejut. Sam berjalan mendekatinya dengan tubuh basah kuyup, dan ekspresi wajahnya dipenuhi kemarahan. Liam menatap mata Sam. Warna mata itu kini menjadi merah seperti darah. "kau bilang Fallen baik-baik saja," katanya dengan penekanan.
"Tentu saja, dia sendiri yang bilang begitu," jawab Liam.
"Sialan kau! Dia berbohong!"
"Apa?"
"Dia... dia tak baik-baik saja."
Liam diam sejenak. Kemudian ia menarik tangan Sam dan menyeretnya keluar bersamanya. "Katakan semuanya, Sam. Luapkan semuanya," kata Liam ketika mereka sudah berada di depan rumah. Liam bersyukur karena di kawasan rumahnya cukup sepi, sehingga takkan ada orang yang melihat. Hujan juga telah berhenti beberapa menit yang lalu. Ia tau Sam sedang dalam keadaan marah, apalagi mata itu kini berubah warna menjadi merah. Artinya sisi iblis Sam yang sebenarnya sudah keluar.
Liam melihat napas Sam memburu. Perlahan sihir hitam mengelilinginya dan Sam berubah jadi iblis. Sam mengangkat tinggi-tinggi sabit besar itu dan akan di arahkan kepadanya. Cepat-cepat Liam berubah jadi iblis dan menahan serangan sabit Sam dengan pedangnya.
"Sadarlah, Sam! Kau harus bisa mengendalikannya!" kata Liam dengan keras.
Meskipun sosok iblis adalah sebuah kerangka, namun mata Sam masih tetap bersinar dengan warna merah di tengah-tengah lubang hitam itu. Sosok iblisnya berbeda dari biasanya. Sabit besar yang menjadi senjata Sam berubah warna menjadi hitam, dengan ujung runcingnya yang kini menjadi dua. Fallen benar, Sam benar-benar seperti dewa kematian yang siap mengambil nyawanya.
Sam menatap Liam dengan mata merahnya itu. Tak lama, sihir hitam kembali mengelilinginya dan Sam kembali ke sosok manusianya. Begitu juga dengan Liam. Sam bernapas terengah-engah. Liam segera membantunya dan membawanya masuk ke dalam rumah. Ia mendudukkan Sam di sofa putih itu sementara Liam masuk ke dalam untuk mengambil segelas air. Setelah Liam kembali dan menaruh gelas itu di meja, ia menatap mata Sam yang masih berwarna merah. Ia duduk di hadapannya.
"Apa yang kau pikirkan tadi?" tanya Liam.
Sam masih bersandar seraya menutup matanya dengan tangannya. "Aku... aku mengkhawatirkan Fallen," ungkapnya masih dengan posisi yang sama.
"Apa yang terjadi padanya? Kau menemuinya?"
"Tidak. Aku melihatnya di tanah lapang di dekat sini," jawabnya kemudian bangkit dan menatap Liam. Matanya kini kembali ke warna biru. "dia... dia tertekan! dia meluapkan semua amarahnya disana!" kata Sam sedikit berteriak.
"Kau bilang Fallen tertekan? Hei bung, kau juga tertekan. Lihatlah dirimu, kau belum bisa mengendalikan dirimu saat kau jadi iblis bermata merah itu. Kalian berdua sama-sama tertekan," balas Liam.
Sam diam dan napasnya sedikit terengah-engah. Dia memang belum bisa mengendalikan iblis yang telah dibangkitkan David itu. Dia bingung. Dia ingin bertemu Fallen, tapi takut jika ia akan melukainya saat iblis itu menguasainya.
"Kau dipenuhi aura membunuh, Sam. Aku hampir tak bisa menahan seranganmu kalau saja kau tak segera sadar," ungkap Liam.
Sam menunduk dan memegang kedua sisi kepalanya. "Apa yang harus kulakukan?" tanyanya pelan.
Sebelum Liam bisa menjawabnya, ponselnya berdering di meja. Ia mengambil ponsel itu dan menerima panggilan itu. "Tidak. Dia tak ada disini," kata Liam menjawab panggilan dari orang yang menelponnya. "Oke, aku akan segera mencarinya," katanya lagi dan mematikan ponselnya.
"Siapa?" tanya Sam.
"Fred. Dia mendatangi apartemen Fallen. Penghuni kamar sebelah bilang dia belum kembali sejak dua jam yang lalu. Kapan kau melihatnya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
FALLING APART
Fantasy"Kumohon pulanglah, Sam." Tujuh tahun Sam berada dalam ruangan itu. Tak berdaya untuk melakukan perlawanan pada David yang selalu memaksanya untuk mengeluarkan sisi iblis yang sebenarnya. Namun pada akhirnya ia berhasil diselamatkan oleh Liam, dan m...