Aku tak lemah.
Aku tak ingin mengakui bahwa aku lemah. Semua orang bilang aku terlalu kuat dan berbahaya. Karena sihirku. Aku tak ingin kuat karena sihirku. Aku tak ingin sihirku menjadi alasan bahwa aku kuat dan tak terkalahkan. Aku ingin kuat karena diriku sendiri. Tapi, sekarang aku semakin melemah.
Fallen terbaring lemah di atas tempat tidur Sam. Separuh rambut depannya kini berubah warna menjadi putih tanpa alasan. Di luar, daun-daun berterbangan mengikuti angin dan membawa mereka melayang-layang di udara, dan berjatuhan ke dasar. Daun-daun itu semakin banyak yang terlepas dari pohonnya, menandakan musim gugur yang terus berlanjut hingga musim dingin itu datang. Daun-daun jingga itu seperti harapan Sam. Semakin mereka berjatuhan, semakin tipis harapan Sam agar Fallen bisa membuka matanya. Sam yakin bahwa kamarnya tak sedingin di luar, tapi tangan Fallen di genggamannya terasa cukup dingin. Hanya bunyi jarum jam yang bisa ia dengar, sambil berharap mata Fallen terbuka hingga ia bisa melihat kembali mata biru yang indah itu.
Seiring berjalannya jarum jam, rambut Fallen berubah menjadi putih kembali. Kini hampir setengah rambut coklatnya berwarna putih. Fallen juga jadi sedikit lebih pucat. Tangannya semakin dingin.
"Ya Tuhan, ada apa denganmu Fallen?" tanya Sam khawatir. Ia mengelus puncak kepala Fallen. Dalam hati dia berharap sihirnya bisa menyembuhkan Fallen, tapi apa daya. Dia tak tau apa yang sedang terjadi dengan Fallen. Dia hanya tau wanita itu sudah tak sadarkan diri di gazebo taman miliknya dengan rambut depan yang memutih.
Tak ada musuh disana. Tak ada apapun yang membahayakan Fallen di tempat itu. Tapi dia seolah diserang secara tiba-tiba dari kejauhan. Seolah orang itu menggunakan 'sesuatu' agar dapat menyerang Fallen. Ayahnya sedang berbicara dengan beberapa temannya di ruang kerjanya. Setelah Sam mengatakan semuanya pada ayahnya, pria itu segera memanggil orang-orang kepercayaannya untuk segera menyelesaikan masalah tentang David.
Pintu terbuka. Sam mendongak dan menatap Liam yang berdiri di ambang pintu. Dahinya berkerut. Matanya yang menatapnya menyiratkan tanda tanya. "Sam, apa yang terjadi?" tanyanya. Sam tak menjawabnya, tapi Liam menutup pintunya dan berjalan mendekati tempat tidur dan berdiri di sisi lain tempat tidur Sam.
Liam menunduk menatap Fallen yang terbaring di hadapannya, lalu ia mendongak dan kembali menatap Sam dengan tanda tanya.
"Aku tak tau, Liam. Aku tak tau," jawab Sam akhirnya. Sam menghembuskan napas panjang. Dia menggenggam dan mengelus punggung tangan Fallen dengan ibu jarinya. "Semuanya terjadi secara tiba-tiba. Dia sudah pingsan dan..." Sam menunjuk ke rambut Fallen, seolah itu menjelaskan apa yang terjadi setelahnya.
"Fred tak bisa kemari. Kau tau kan..."
"Yeah," jawab Sam mengangguk. Fred penyihir, jadi ia tak bisa masuk ke kota iblis kecuali dia sudah memiliki izin sebelumnya. "Katakan padanya, jika dia ingin kemari hubungi aku. Aku akan memberikan izin."
"Apa healer tak bisa menyembuhkan?"
"Ibuku bahkan sudah memanggil hampir sepuluh. Tapi mereka bilang Fallen tak sakit atau apapun."
"Lalu?"
"Dia hanya... lemah. Entahlah. Aku melihat semakin lama dia semakin melemah. Bahkan napasnya. Oh, ya Tuhan!"
"Ada apa, Sam?"
"Aku harus segera membawanya ke rumah sakit," kata Sam tergesa-gesa. Dengan gerakan cepat, Sam melesat keluar dari kamarnya sambil menempelkan ponselnya di telinga. Liam menunduk, Fallen bernapas terengah.
KAMU SEDANG MEMBACA
FALLING APART
Фэнтези"Kumohon pulanglah, Sam." Tujuh tahun Sam berada dalam ruangan itu. Tak berdaya untuk melakukan perlawanan pada David yang selalu memaksanya untuk mengeluarkan sisi iblis yang sebenarnya. Namun pada akhirnya ia berhasil diselamatkan oleh Liam, dan m...