22

1.7K 187 9
                                    

Pagi itu hujan turun.

Seluruh keluarga kerajaan dari pihak Peter, calon suami Scarlett, akan datang terlambat karena hujan yang turun tiada henti-hentinya. Mereka tidak bisa terus menunggunya. Pernikahan harus segera dilaksanakan, pikir ayah Scarlett.

Sedangkan Scarlett sendiri... ia berada di dalam kamarnya, dengan beberapa pelayan yang berlalu lalang masuk dan keluar dari sana. Mereka semua mendandaninya, memakaikan Scarlett gaun putih bersih, perhiasan-perhiasan mewah yang memenuhi tubuhnya, dan rambut merahnya yang terikat rapi. Ia menatap pantulan dirinya di cermin tinggi. Raut wajahnya sama sekali tidak menunjukkan bahwa ia bahagia. Tidak sama sekali. dia tertekan, itu pasti. Ia butuh kebebasan. Sisi liar dalam dirinya butuh untuk dibebaskan, sekarang! Scarlett sungguh tak bisa menahannya lagi.

Pintu kamar terbuka dan sang ratu masuk ke dalam kamar itu. Scarlett melihat pantulan ibunya lewat cermin. "Tolong keluarlah. Aku ingin bicara dengan putriku." Semua yang ada disana bergegas keluar dan menutup pintu kamar. Sang ratu mendekati putrinya dan menatap pantulan mereka di cermin. "Lihat, betapa cantiknya putriku." Ratu memegang rahang Scarlett, kemudian tangannya berpindah mengelus pipinya dengan punggung tangan. "Tn. Peter pasti akan sangat senang."

Tapi tidak denganku, batin Scarlett.

Sang ratu memegang kedua pundak Scarlett dan memutar tubuhnya agar menghadapnya. Sang ratu menatap kedua matanya. "Putriku sungguh telah dewasa." Ia lalu tersenyum. "Ingat, bersikaplah sopan terhadap calon suamimu."

Scarlett tersenyum. "Bolehkah aku meminta satu permintaan ibu?"

"Katakan saja, sayang."

"Beritahu Viktor agar mengambil beberapa bunga mawar."

"Lalu?" tanya ratu.

Scarlett menelan ludah. "Suruh dia membawanya selama acara berlangsung. Aku ingin ibu dan ayah membawa setangkai mawar juga."

"Itu terdengar cukup aneh, sayang. Tapi yah, tidak masalah." Sang ratu tersenyum. "Ini hari yang membahagiakan untuk putriku jadi aku harus mengabulkan keinginannya."

Scarlett balas tersenyum. "Terima kasih," ucapnya. Sang ratu mengelus pipinya. "Tak masalah, sayang." Kemudian ratu keluar dari kamar dan para pelayan tadi kembali masuk dan melanjutkan aktifitas yang sempat terhenti mendadak.

Di sisi lain keluarga Peter baru saja tiba dengan keretanya. Pintu gerbang istana segera dibuka dan kereta masuk ke halaman depan. Suara tapak kaki kuda membuat semua yang ada disana mengalihkan pandangan pada sebuah kereta kuda mewah yang berdiri dengan kesombongan di tengah hujan. Kemudian pintu kereta terbuka dari dalam, diikuti seseorang yang segera berlari menuju kereta dan membawakan sebuah payung untuk sang pria yang baru saja turun dari kereta.

"Kenapa hujannya tak mau berhenti?" tanya Peter pada seseorang yang memayunginya.

"Ini sudah berlangsung selama tiga jam, tuan," katanya.

Peter masuk ke dalam istana, kemudian raja dan ratu dari kerajaan utara mengikutinya di belakang. Aula istana telah di dekorasi sedemikian rupa dengan vas-vas berisi bunga mawar yang diletakkan di beberapa bagian. Seharusnya mereka bisa langsung menuju ke gereja untuk melaksanakan pernikahan itu tapi mereka harus menunggu sampai hujan reda.

"Dimana tuan putriku, Scarlett?" tanya Peter pada orang yang sama.

"Dia di kamarnya, tuan. Para pelayan sedang mendandaninya."


"Aku tidak ingin menemuinya." Itulah hal pertama yang diucapkan Scarlett pada Marvelaine yang sedang berdiri di sampingnya. Marvelaine menatap pantulan Scarlett di cermin. Scarlett berputar ke arahnya dengan wajah menekuk, ingin menangis. "Madame, kau tau aku tidak mencintai tuan Peter. Aku mencintai Viktor."

FALLING APARTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang