19. Bitter Surprise

112K 4.7K 63
                                    

Rumah kediaman keluarga Dirgantara terlihat sepi karena sebagian besar penghuninya sudah pergi. Kini hanya tinggal Yura dan Mira yang duduk santai di gazebo.

"Yakin mau pergi?" tanya Mira pada putri kesayangannya itu. Yura mengangguk yakin. Mira menghela napasnya pelan kemudian menatap anaknya dengan seksama. "Apa kamu tidak memikirkan keadaanmu? Ingat, kamu tidak sendiri lagi sekarang. Bisa saja kamu mengalami jetflight dan membahayakan untuk bayi yang ada di kandunganmu."

"Yura kuat kok, Eomma. Yaksokhae! Yura janji akan baik-baik saja termasuk dia." Yura mengelus perutnya yang masih rata.

Keputusan Yura untuk menyusul Athan ke Jepang sudah bulat. Berbekal alamat yang sudah diberikan Athan padanya, ia yakin bisa sampai di sana dengan selamat. Apalagi dengan kehadiran nyawa yang ada di dalam perutnya membuat Yura tidak sabar ingin segera memberitahu Athan secara langsung. Bahkan Yura meminta Aron untuk tidak memberitahu Athan tentang kepergiannya ke Jepang.

Agar kejutannya tidak bocor Yura juga tidak memberitahu Aron mengenai kehamilannya. Kemungkinan besar Aron akan membeberkan rahasia itu jika ia mengetahuinya. Karena menurut pengamatan Yura, Aron akan melaporkan semua tentangnya. Bahkan saat Aron mengetahui Yura sering mual dan muntah, ia terpaksa membohongi Aron jika maagnya kambuh.

"Ayah dan kakakmu melarang kamu pergi sendiri Yura. Karena kami takut jika kejadian dulu..." Mira menggantungkan kalimatnya. Ia hampir saja keceplosan dengan hal itu.

"Kejadian apa, Eomma?" tanya Yura dengan penasaran. Kejadian apa yang dimaksud Eomma Mira hingga raut wajahnya berubah sangat cemas?

"Gwaenchana, eopseo." jawab Mira pada akhirnya.

"Eomma. Jawab jujur pada Yura." Kini Yura memandang Mira dengan serius, ia ingin tahu tentang kejadian yang dimaksud oleh Eomma-nya. Ada sebuah kenyataan yang mungkin tidak diketahui oleh Yura.

"Bukan, Eomma hanya salah bicara tadi." Mira berusaha mengelak agar Yura tidak mencari tahu dan menanyakannya lebih tentang hal itu. "Eomma yakin Ayah dan kakakmu tidak akan mengijinkanmu pergi."

"Sayangnya Yura akan tetap pergi."

"Kau selalu keras kepala Yura. Bagaimana dengan Aron? Apa dia bisa menemanimu?" Setiap ibu pasti akan mencemaskan anaknya seperti halnya Mira saat ini.

"Trus yang ngurus perusahaan di sini siapa? Tidak ada? Biar Aron di sini saja, Yura pergi sendiri. Percaya padaku Eomma, anakmu ini akan baik-baik saja. Oke?" Yura kembali meyakinkan Mira dengan segala hal. Ia hanya ingin mandiri tidak bergantung kepada siapapun. Sudah waktunya Yura mengakhiri sifat manjanya selama ini. Ia bukan anak-anak lagi karena sebentar lagi ia akan jadi ibu.

--

Aron berlari menuruni tangga rumahnya. Tak ia pedulikan tatapan ibunya yang terlihat heran dengan anak laki-lakinya itu. Aron menekan tombol hijau di layar handphone-nya. Suara sambungan telepon masuk masih terdengar menandakan belum diangkat oleh pemiliknya. Wajah Aron terlihat gusar, ia bergumam tak jelas sambil menyalakan mobilnya.

"Hallo, woi lama amat angkat telepon gue. Ada hal penting yang perlu lo tahu." Suara yang berada di seberang sana mengucapkan permintaan maafnya karena ia harus mempimpin rapat pagi-pagi. Mesin mobil sudah menyala namun Aron tak kunjung menjalankan mobilnya karena ia lebih mengutamakan keselamatan dibanding harus menelepon sambil mengendari mobil dan berakibat fatal.

"Hari ini Yura pergi ke Jepang. Dan... sendirian." lanjut Aron. Suara Athan memekik keras sambil mengucapkan kata-kata kasar yang tak bisa dia kontrol.

"Kenapa bisa lo gak tahu kalau dia berencana pergi?" tanya Athan dengan nada tinggi. Kekhawatiran menyelimuti pikirannya. Suami mana yang tidak cemas dengan istrinya yang pergi tanpa sepengetahuannya. Dan hal yang terjadi pada Yura tahun lalu membuatnya teramat khawatir berlebihan.

Magic Marriage [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang