24. Away

111K 4.6K 61
                                    



Yura membuka pintu apartemen barunya. Tempat baru dimana kehidupannya tidak akan terusik lagi. Tidak ada seorang pun yang mengetahui jika ia tinggal di tempat itu, ia sengaja pergi dari rumah dan memilih tinggal sendiri. Ia butuh ketenangan setidaknya untuk saat ini.

"Ya ampun, gue merindukan kebebasan seperti ini." ucap Yura begitu ia berbaring di tempat tidur miliknya.

Tapi sejenak ia teringat apartemen yang ia tinggali bersama Athan selama ini. Tempat tinggal yang menjadi kenangan manisnya bersama Athan. Mulai dari kejadian konyol hingga romantis yang tak sempat Yura sadari. Begitu mengingat semuanya sangat menyesakkan dada, tak pernah terbesit jika itu diawali dengan sebuah kebohongan besar.

Setetes air mata Yura melesat keluar, tapi buru-buru ia menghapusnya. Yura merapikan apartemen yang akan menjadi tempat tinggalnya untuk hari-hari ke depan. Ia masih belum punya tujuan hidup sekarang. Hanya perlu menjalani hidup seadanya dulu. Mencoba tegar dan melupakan semua masalah yang sekarang menyelubungi hidupnya.

Ia hampir lupa jika statusnya masih seorang mahasiswa, nampaknya Yura memang sudah tertinggal untuk semester ini. Menyedihkan.

"Hah... sepertinya gue harus rajin belajar lagi nih. Otak gue dodol dah lama-lama." gerutu Yura sambil garuk-garuk kepalanya sendiri.

--

"Hidup lo suram, bro. Sumpah beneran." Celetuk Aron begitu memasuki ruangan Athan. Ekor mata Athan mengikuti gerak-gerik Aron.

"Pergi sana, jika lo cuma bikin gue tambah pusing."

"Sewot amat kayak mbak-mbak PMS." Aron menghempaskan pantatnya di sofa dan menatap Athan lekat. "Hidup itu memang penuh cobaan dan perjuangan, Than. Kalau lo nyerah begitu saja, hidup lo percuma."

Memang Athan merasa hidupnya terasa kosong dan sesuatu telah hilang entah kemana. Tapi rasa bersalahnya pada Yura semakin besar, rasa rindu pun ikut menyertai. Seandainya saja ia bisa mengendalikan semua permasalahan itu dan bisa mengulang waktu, Athan ingin memperbaiki semuanya. Ia tidak akan kehilangan Yura dan anaknya.

"Udah jangan bengong mulu. Abis ini kita meeting."

Athan tersadar dari lamunannya kemudian mengangguk pada Aron. Entah sampai kapan dia lebih sering melamun dan tidak fokus akan pekerjaannya. Padahal dia bukanlah tipe orang-orang yang sering mengabaikan sebuah pekerjaan.

"Ar, pagi tadi gue sempet datang ke rumahnya Yura. Kata eomma, Yura pergi dari rumah. Dan mereka belum tahu kemana Yura pergi. Apa mungkin dia pergi sama cowok itu?"

Aron mengerutkan keningnya sesaat, "Gue rasa nggak. Soalnya tadi pagi gue lihat tuh cowok pergi sendirian ke kampus."

"Mungkin saja kan dia menyembunyikan Yura. Bisa jadi dia pura-pura nggak tahu tentang keberadaan Yura. Tapi sebenarnya Yura bersamanya. Gue harus cari tahu."

Athan dan Aron masih asyik berbincang hingga mereka tiba di lift. Beberapa karyawan sudah berada di dalam lift, Athan dan Aron terpaksa menhentikan obrolan mereka tentang Yura. Jangan sampai masalah Athan bocor pada karyawan AY Corp. Urusan pribadi dan kerjaan tidak boleh campur aduk begitu saja.

"Kita bahas lagi nanti setelah meeting. Gue rasa memang nggak bisa tanpa minta bantuan lo, Ar. Jadi gue sering merasa nggak enak." kata Athan saat mereka keluar dari lift.

"Halah... jangan sok manis gitu muka lo. Jijik gue."

"Sialan." Athan tertawa ringan. Tawa yang tak pernah terlihat selama ini. Ia terlalu terpuruk dengan rasa kehilangan dan sakit yang teramat dalam.

--

"Abis ini gue ngapain lagi?" Yura mendengus kasar kemudian melemparkan tubuhnya pada sofa lembut berwarna abu-abu di apartemennya. Seharian mengurung diri di dalam apartemen membuat Yura didera kebosanan akut. Ia mencoba menghindar dari permasalahan yang akan muncul lagi meskipun kaburnya dia dari rumah merupakan permasalahan juga.

Magic Marriage [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang