26. Forgive Me

127K 5.3K 98
                                    

Minal aidzin wal faidzin semuanya. Maaf lahir dan batin yah.. maaf jika aku punya salah dalam bertutur kata dalam membalas coment-coment kalian, dan aku minta maaf jika aku selalu telat update cerita ini.

Sekali lagi aku meminta maaf yang setulus-tulusnya...

Selamat membaca...

---

Mata Athan begitu berat untuk dibuka, kepalanya serasa seperti habis tertimpa berton-ton barang berat. Jika ini bukan perumpaan mungkin Athan sudah tidak ada di dunia ini lagi. Dasar nasib lagi sial, ketika Athan menggeliat ia terjatuh dari atas tempat tidur dan menimbulkan bunyi benda jatuh yang cukup keras.

"Sial." umpat Athan begitu pantatnya mulus mendarat di lantai dengan posisi yang tidak keren sama sekali. Mana ada jatuh yang posisinya keren? Kejadian tadi mengingat Athan saat pertama kali ia berkunjung ke rumah keluarga Dirgantara. Kejadian yang memalukan bagi Athan. Sebuah senyum dan kekehan pelan muncul dari bibirnya.

Rambutnya yang terlihat acak-acakan semakin berantakan saat Athan mengusapnya asal. Kepalanya masih terasa berputar seolah dunia terjadi gempa bumi. Ia melihat sekelilingnya yang terlihat sangat mengerikan. Botol-botol minuman keras masih tergeletak di lantai.

Athan berusaha berdiri menopang berat tubuhnya, langkahnya masih sempoyongan dengan sesekali menabrak tembok. Lucu juga melihat dirinya yang hancur seperti saat ini. Ia baru tahu rasanya kehilangan istri yang teramat ia cintai. Seperti kehilangan arah tujuan.

Athan mencari-cari dimana ia meletakkan handphonenya semalam. Ia menemukannya diantara tumpukan bungkus makanan ringan yang tercecer di lantai. Masih dalam keadaan mati dan Athan segera mengaktifkannya. Beberapa pesan segera memenuhi notifikasi dan paling banyak adalah pesan dari Aron. Athan tertawa geli melihat kenyataan jika Aron sudah seperti pacarnya saja.

"Hallo.." ucap Athan begitu menekan tombol panggilan dari Aron.

"Syukurlah lo masih hidup, Than." kata Aron di seberang sana dengan kekehan yang aneh.

"Sialan lo. Tapi thanks ya. Seenggaknya lo masih mengkhawatirkan temen lo yang nggak tahu diri ini."

"Halah.. mandi sana lo masih ngelantur tuh. Ngomong nggak mikir dulu." Hening sejenak. "Dih kenapa gue jadi perhatian kayak gue cewek lo sih. Gue nggak mau tahu hari ini lo harus ngantor. Gue tunggu secepatnya Tuan Athanka Yoshioka." perintah Aron diktaktor.

Athan menatap handphonenya horor begitu Aron menutup teleponnya secara sepihak. "Busyet, yang bos itu dia apa gue sih?"

Dilemparnya benda persegi itu setelah ia mengabaikan perkataan Aron yang selalu terdengar sangat aneh dan sulit dicerna oleh otak. Athan bergegas menuju kamar mandi untuk menyegarkan kembali tubuhnya sebelum pergi ke kantor.

--

Yura menggigit bibir bawahnya. Dadanya tiba-tiba merasa sesak seketika. Tangannya masih enggan untuk sekedar mengetuk pintu ataupun menekan bel rumah. Kata apa yang akan pertama kali Yura ucapkan saat dirinya berhadapan dengan kedua orang tuanya? Eomma, maafkan aku atau maafin Yura. Ah itu terdengar sama saja.

Tangannya terangkat hendak menekan bel tapi ia urungkan lagi. Dengan mengumpulkan keberanian sejenak akhirnya ia berani menekan bel rumah. Tiga kali bunyi bel sudah terdengar namun tidak ada seseorang yang muncul. Bahkan bibi yang biasanya paling cepat membukakan pintu juga tak kunjung menampakkan diri.

Untuk keempat kalinya Yura menekan bel rumah hingga pintu rumah tiba-tiba terbuka. Mereka berdua sama-sama kaget, Yura dan Mira. Yura masih terpaku di tempatnya sedangkan Mira sudah membekap mulutnya sendiri dengan diiringi isakan yang memilukan. Sebulir air mata keluar dari mata indah Yura.

Magic Marriage [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang