Seven

7K 138 1
                                    

Aku menggeliat pelan dan mengerjapkan mata. Aku melirik jam, pukul 05.15 am. Aku duduk dan menstrecthkan badanku. Aku beranjak menuju kamar mandi, mencuci muka dan menggosok gigi. Aku turun keruang tamu memakai baju tidurku dan chunky knit cardigan kesayanganku dengan rambut kugulung berantakan. Aku menengok ke sana kemari, suasana masih sepi. Mungkin pada belum bangun. Mansion mama kalo dijam seperti ini agak menyeramkan apalagi sepi begini.

Aku melangkahkan kakiku menuju dapur, mengambil air dan melihat ke arah taman. Aku merasakan ada yang mendekatiku secara perlahan. Awalnya kubiarkan tapi lama kelamaan, aku merinding. Aku meyakinkan diriku sendiri, kalau hal itu tidak nyata. Aku merasakan hawa dingin di leherku. Gelas yang kupegang sudah bergetar. Seseorang memegang pundakku reflek aku memutar badanku dan menyiram siapapun itu dengan sisa air di gelas yang kupegang.

Oh my God!! Aku mengernyit dan memukul lengannya cukup keras.

"Lo ngapain hah?! Oghh, astagaa, jesus.. lo bikin gue kaget lagiii!!" Teriakku padanya. Aku memegang dada, aku merasakan kakiku sangat lemas, aku berpegangan pada meja sebagai penyangga. Dia hanya menatapku, mengelap wajahnya yang basah sambil terkekeh pelan. Oh c'mon, i almost had a heart attack because of him.

"What are you doin' here??!" Teriakku padanya. Bagaimana bisa dia ada di sini pada jam segini? Ini masih jam set 6 pagi, bahkan pembantu di rumah ini saja belum bangun. Bagaimana cara dia masuk?

"Good morning babe. Hehee sorry, i startle you." Ucapnya sambil mengelus pipiku lembut. Aku menepis tangannya, memundurkan badanku ke arah wastafel dan menatapnya tajam.

"What are you doin' here, dave?" Ucapku kesal. Dia menatapku sambil menggaruk rambut coklatnya. Aku melihat dirinya lebih seksama, warna matanya tidak nampak secerah 3 hari lalu. Aku masih menatapnya kesal. Dia tersenyum padahal bajunya basah. Kasian juga.

"Where's justin room? I need to talk to him, right now." Ucapnya. Aku mengerutkan kening. Aku hendak memberitahunya tapi dia berbicara lagi.

"Tunggu, sebelum kamu mengatakan dimana kamarnya, can i hug you? I miss you so much!" Ucapnya pelan bahkan menurutku dia berbisik. Dia semakin mendekat ke arahku. Aku melihatnya dan berkata 'stop'. Dia tidak berhenti dan tetap berjalan mendekat. Aku dan dirinya sekarang hanya berjarak sekitar 10cm. Dia memegang pinggang dan menarikku mendekat.

Aku benci pada tubuhku disaat seperti ini. Kenapa dia selalu tidak mau menurutiku. Dia malah sangat patuh pada dave. Aku mendongak untuk melihat wajahnya. Kali ini tanganku bebas, tidak terhimpit.

"Maaf kalo gue tidak sopan, maaf kalau gue masuk ke dalam rumah lo diam-diam, maaf kalau tadi gue mengagetkan lo." Ucapnya pelan. Aku menatapnya.

"Lo ngapain disini? Kalo lo mau masuk ya masuk lewat pintu depan. Ketok pintu dulu kek, Kasih kabar kek ke justin, biar dia stand by di depan pintu atau lo kan bisa nunggu ntar agak pagian, bukannya bikin tuan rumah hampir kena serangan jantung karena ngira ada hantu di rumahnya!" Omelku panjang. Dia sekali lagi hanya terkekeh pelan sambil menatapku.. Kenapa setiap kali dia memelukku seperti ini, aku tidak merasa risih? Justru aku merasa seperti dia tidak akan membiarkan aku lepas dan aku menyukai itu.

Lo ngomong apa si belle, jangan ngawur deh. Dia bukan orang yang tepat, belle. Jangan melakukan hal sembrono yang akan merugikan lo!

"Kamar justin ada di lantai 2. Cari sendiri, lo pasti tau yang mana kamarnya. Apa lo sudah selesai? Gue mau ke kamar." Ucapku malas. Aku harus prepare karna kalau tidak justin bisa mengomel seperti anak bayi. Dia menatapku lekat, meneliti seluruh wajahku. Apa yang dia pikirkan? Kenapa dia tampak sangat lelah walaupun masih terlihat ketampanannya.

Dia mengeratkan tangannya di pinggangku lalu mengangkat badanku hingga aku terduduk di pinggir wastafel. Aku memegang pundaknya dan sedikit berjengit saat dia melakukan itu. Sekarang posisiku berubah, wajahku dan wajahnya sejajar. Tanganku masih berada dipundaknya. Dia memajukan kepalanya, hembusan hangat nafasnya dapat kurasakan diwajahku. Ini tidak akan selesai batinku.

Unspoken DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang