C-03 : Looks Like

109 13 0
                                    

Ber-karaoke ria selama satu jam memakan waktu hingga sore pun tiba. Meski tempatnya sederhana kami bertiga telah puas bernyanyi bersama, menghabiskan waktu saling mengenal satu sama lain. Sayang kami bertiga harus terpisah karena jalan pulang yang berbeda.

Aku kembali melewati sungai yang—seakan—menjadi tempat favoritku berenung. Namun dari kejauhan kulihat keributan. Aku tak suka ikut campur urusan orang lain, apalagi urusan orang dewasa.

Namun salah seorang dari mereka, lebih tepatnya yang dikelilingi oleh empat pria itu, sangat kukenali. Pakaian yang dikenakannya masih sama saat ia memberi materi di sekolahku.

Kenapa ia ada di sini lagi? Bukannya ia orang sibuk?
Aku mulai kalut saat salah seorangnya meluncurkan serangan ke arahnya.

“AWAAAS!!”

Buk!

Langkahku terhenti melihat kenyataan yang kudapati. Lelaki bernama Ouma Shu itu berhasil menghindar setiap pukulan dan membalasnya kembali.

“Hebat,” kagumku. Padahal ia tak bisa melihat, bagaimana caranya dapat membalas semua serangan itu?

Salah seorang diantar pria itu menyadari kehadiranku. Bulu kudukku kembali berdiri.

Memang aku pernah belajar ilmu beladiri, tapi rasanya untuk orang yang lebih besar badannya dariku? Aku langsung menyerah. Aku harus lari! Tapi... kakiku tak bisa bergerak. Aku ketakutan...
Pria itu menarik tanganku dengan paksa.

“Aaakh! Lepas!”

Rasanya percuma melawan. Tenagaku tak seimbang dengan badan bongsor pria tersebut. Kutendang sekalipun kakinya tak jua pegangannya melonggor. Masih keadaan kalut, kakiku terus saja menendang kakinya hingga tak sengaja dengan keras menendang tulang keringnya. Pria itu mengaduh keras. Spontan dengan cepat ia menamparku hingga terjatuh.

“Aaakh!”

“Minori-chan?” kaget Ouma-san. “Oi, lepaskan gadis itu! Ia tak ada urusan denganku.”

“Kalau gitu cepat serahkan! Atau kau tak akan lagi dapat berjalan!” ancam pria paling jakung dan kurus itu.

“Sudah kukatakan kalian harus mengikuti prosedur yang berlaku!” jawab Ouma-san marah.

Empat pria itu kembali meluncurkan serangan. Ouma-san menahan serangan bertubi-tubi itu dan tersungkur di tanah. Ya Tuhan, perlakuan mereka sungguh kejam! Apa yang mereka inginkan?

“Aku tahu kau tak membawanya sekarang, pasti kau sembunyikan di suatu tempat di kantormu. Aku akan kembali menemuimu, kalau perlu mengacak-acak kantor kebanggaanmu itu!”

Pria itu meninggalkan kami dengan ancaman keras. Ia menyuruh—sepertinya—anak buahnya—tiga pria lainnya—untuk mengikutinya dari belakang.

Aku langsung menghampiri Ouma-san yang susah payah mencoba berdiri. Kubantu ia berdiri, memberikan tumpuan karena tongkat yang sering ia bawa jalan telah patah.

“Anda tak apa, Ouma-san?” tanyaku cemas.

“Sepertinya.” Jawabannya ragu, ia tak bisa berbohong akan keadaannya yang babak belur oleh empat pria kasar itu.

“Ada klinik dekat sini,” tawarku mengantarkannya ke klinik agar memarnya dapat diobati segera.

“Terimakasih.”


**GC: TRoE**

Dengan langkah perlahan kubawa ia ke klinik terdekat. Beruntung klinik tidak ramai pengunjung maupun pasien, salah seorang perawatnya langsung membantuku membawa Ouma-san masuk lalu mengobatinya.

GC: The Righthand of Eve [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang