Setelah membujuk Hasabaki-senpai dengan susah payah akhirnya kegiatan klub kami kembali berjalan, proyek film untuk bunkasai pun kami kerjakan hingga seminggu sebelum acara berlangsung.
Sesuai rencana, ide film diambil dari usulanku, masing-masing kami berakting sesuai dengan pengalaman kami akan kejadian lima tahun lalu, pada virus yang menutupi tubuh kami hanyalah animasi yang dibuat oleh para senpai yang sudah ahli mengedit gambar. Empat anak tahun pertama termasuk aku menjadi narasi dan pelakon yang sering kedapatan bagian banyak dalam berakting.
Kisah sepasang kekasih diambil oleh dua temanku, Aozu-kun dan Fukuoka-chan, mereka malah lebih terlihat sebagai sepasang kekasih sungguhan.
Sedangkan aku sebagai narator utama, alasan Yugawa-senpai karena suaraku hampir mirip dengan suara lagu tema tersebut.
Pada bagian credit akan ditampilkan informasi lagu Departure, tak perlu ditutupi kalau suara itu ialah milik Inori EGOIST, mungkin para penonton akan tercengang bagaimana lagu itu bisa kami dapati namun biarkan saja hal itu.
Dan kelasku pun disibukkan akan belajar memasak kue bagi siswi, tak lain Tamura Mariko sendiri yang jadi tutor di kelas masak dadakan ini, dia sangat lihai dalam membuat kue maupun menghiasnya. Dan para lelaki bersedia menghias kelas kami secantik mungkin. Para pelayannya akan diambil dua perempuan dan dua laki-laki, jika tamu semakin banyak maka pelayan akan ditambah hingga masing-masingnya lima, semoga saja ramai.
Lalu menunya... Mariko merencanakan mont black, cheese short cake, redvelvet cake, choco-pie, fruit-pie, berbagai cookie sebagai pelengkap, lalu minumannya ada berbagai es krim dan minuman soda.
Waah, aku sudah tidak sabar lagi menunggu hari pertama bunkasai dan bukanya cake cafe kelas kami!
Aah, untuk film ... jangan terlalu dilihat, aku benar-benar merasa malu jika kalian melihatnya. Tapi, filmnya sangat bermakna. Aku yakin banyak yang akan menyaksikannya dan riuhnya tepuk tangan akan film hasil klub kami.
**GC: TRoE**
Pulang hari ini betapa kagetnya aku saat yang kutemui bukanlah Ouma-san melainkan temannya yang pernah kutemui di klinik, Samukawa Yahiro-san.
"Ko-konnichiwa," sapaku.
Ia mengangguk tegas padaku. "Konnichiwa. Kalau tidak salah namamu Toyone Minori, kan?"
Aku mengangguk gugup, "Iya."
Ia terlihat serius, apa yang sedang terjadi? Apa aku melakukan kesalahan? Dicurigai mendekati direktur Fune Fondation, gadis ingusan sepertiku pastinya dicap sebagai gadis murahan karena telah lancang mendekati orang penting seperti Ouma Shu yang bisa saja mengambil kesempatan memerasnya. Semoga itu hanya pikiran burukku saja!
"Aku ingin meminta kau mengucapkan selamat tinggal pada Shu selamanya."
Kaget. Aku kaget dan sangat bingung dengan ucapan Samukawa-san. Maksudnya apa?
"Ia akan segera tiba di sini, aku sudah menebaknya." Ia membalikkan badan. "Lihat." Ia menggeser posisi berdirinya lalu berjalan ke arahku, kini ia ada di belakangku. "Dan jangan bilang aku ada disini."
Keningku berkerut. "Maksud Samukawa-san apa?" tanyaku dengan suara berbisik.
"Bukan bermaksud jahat, aku hanya ingin Shu kembali menerima kenyataan. Banyak tugas yang harus ia selesaikan, esok kami harus kembali ke Roppongi, namun Shu ingin menetap beberapa hari lagi di sini. Dan itu penyebabnya karena kau."
Aku??
Langkah Ouma-san semakin pendek dari tempatku berdiri. Mendengar pernyataan itu membuatku semakin aneh, ada perasaan meletup-letup dalam dada, wajahku malah merasa panas. Meski orang itu tak dapat melihat ekspresi wajahku tapi aku tetap malu menatap wajahnya langsung.
Selangkah lagi Ouma-san tepat di depanku Samukawa-san melangkah pergi meninggalkan kami berdua. Tongkat yang digunakan Ouma-san mengenai ujung sepatuku, ia pun berhenti.
"Maaf mengganggu langkah Anda," ucapnya sopan.
Aku tak bergeming sedikitpun. Ouma-san terdiam memahami keadaan yang tak tampak oleh matanya. Ia pun membuka mulutnya untuk mengucapkan sebuah kata yang langsung kupotong.
"Kudengar Anda akan kembali ke Ropponggi."
Mulut itupun membentuk bulan sabit dengan ujungnya ke atas. "Hm, besok." Ia tersenyum namun terlihat dipaksakan.
Aku tak tahu harus mengatakan apa lagi, apa harus langsung mengucapkan selamat tinggal? Entah sejak kapan rasanya terlalu berat. Aku hanya bisa bergumam tak jelas. Kami pun terdiam kembali dalam waktu lama.
Saat mulutku terbuka ingin mengeluarkan kata namun tak satupun yang keluar di bibir. Permintaan Samukawa-san terlalu berat untuk kulakukan.
"Jika tak keberatan ... kapan-kapan mampir ke Aoyama lagi, ya?" ucapku gugup.
"Minori-chan sekarang kelas berapa?"
"Eh, kelas satu SMA, kenapa?"
"Aa iie... eto... eto... sou desuka ne?"
"Hm," jawabku sambil mengangguk. "Dua tahun lagi..."
"Hm..."
"Ada lowongan tidak di Fune untuk lulusan SMA? Atau aku harus kuliah dulu?"
"Kamu bisa kuliah sambil kerja paruh waktu di Fune kalau mau."
"Hm... sou desuka. Apa tak masalah meminta tempat langsung ke direkturnya?"
"Tak apa."
"Kampus dekat sana ada tidak?"
"Ada, akan kukabari, kasih saja nomor teleponmu."
Ia memberikan handphone-nya padaku, kusimpan nomor teleponku, lalu kuhubungi ke handphone-ku, misscall kulakukan dan nomor Ouma-san kusimpan. Entah kenapa kami berdua bicara seperti sedang melakukan transaksi suatu hal yang penting, dengan suara berbisik-bisik dan kata-kata yang tersirat.
Kurasa karena kami berdua sama-sama tak tahu harus bicara apa, ia tahu harus mengucapkan salam perpisahan, dan akupun juga. Namun kata itu tak keluar sepatahpun, malah melenceng ke pembicaraan lain.
Aku susah menahan tawa sekaligus perasaan hangat dalam dada. Perkataannya seakan memberiku kesempatan, aku jadi girang akan perhatian kecil ini.
Kukembalikan handphone-nya. Saat kuberikan ke tangannya, ia memegang tanganku.
"Ini bukan perpisahan. Aku akan datang kembali kesini lagi."
Aku mengangguk menahan rasa. "Hm, aku selalu lewat jalan ini pulang sekolah. Selama dua tahun tak akan kemana."
"Ada banyak hal yang kuingin tanyakan, tapi satu yang ingin kupastikan. Minori-chan, apa yang dikatakan Inori padamu tentangku."
Eh? Kenapa ia bertanya seolah tahu tentang mimpiku?
"Tak ada."
"...Begitu, ya...."
"Tapi ... Inori-san memintaku untuk bernyanyi. Aku tak tahu maksudnya apa. Ouma-san kenapa bisa tahu hal itu? Mimpiku?" tanyaku mempertegas kata mimpi yang hanya aku yang tahu.
"Entahlah ... aku hanya menebak. Hanya perasaanku saja."
"Anda menutupi sesuatu padaku. Tidak mungkin Anda tanpa sadar tahu akan pertemuan tidak nyataku dengan Inori-san," ucapku kecewa.
"Kurasa ... kita memiliki mimpi yang sama." Akhirnya iapun mengaku.
"Sou-"
"Shu, kita tak ada waktu lagi, kita harus pergi." Samukawa-san memotong perkataanku, ia benar-benar mengacaukan suasana. Aku hanya bisa mengulum senyum kesal.
"Kalau begitu sampai nanti, Minori-chan," pamitnya.
Aku hanya menunduk, bergumam menjawab salam perpisahannya.
"Sayang, padahal bunkasai rabu depan," lirihku.
"Eh, sekolahmu mengadakan bunkasai?" Ouma-san melihat ke arah Samukawa-san penuh harapan. "Yahiro-"
"Tidak, Shu!"
KAMU SEDANG MEMBACA
GC: The Righthand of Eve [END]
FanfictionToyone Minori ialah salah seorang anak yang selamat dari peristiwa Lost Christmast ke-4. Lima tahun telah berlalu dan kini ia seorang remaja SMA dengan kehidupan normalnya... Suatu hari ia bertemu dengan seorang pria bernama Ouma Shu... Beberapa min...