Aku masih penasaran dengan ucapan Samukawa Yahiro-san, bahwa aku sangat mirip dengan seseorang.
Siapa?
Kutatap diriku di depan cermin, memandang keseluruhan wajah, mata, hidung, bibir, hingga rambut. Mirip dengan siapa? Ibu, tentu saja, aku bukan anak angkat!
Aku semakin penasaran. Dan entah kenapa aku membuat panggilan, menelepon Mamo-ni yang mungkin saja baru menghempaskan tubuhnya di kasur karena lelah bekerja seharian. Aku tak berharap Mamo-ni menerima teleponku, tapi ia benar menerimanya!
“Minori-chan, tak biasanya kamu menelepon onichan. Ada apa?”
Suara renyah itu terbayang olehku bagaiman ekspresi senangnya menerima telepon dariku. Hah, dasar sister complex!
“Onichan, apa ... aku miripnya dengan Inori vokalis EGOIST?”
“Gak tuh.”
Gubrak!
“Onichan!!” kesalku.
“Meski ada kemungkinan mirip, Minori-chan lebih manis dan ekspresif dibanding Inori.”
“Kau hanya ingin menepis kenyataan dari cintamu yang bertepuk sebelah tangan!” timpalku kesal.
“Hee, Minori-chan hidoi!”
“Jadi gimana? Apa aku memang mirip dengan Inori EGOIST?” tanyaku lagi.
“Coba cari jawabanmu sendiri, Minori-chan. Pakai wig gitu, yang mirip dengan gaya rambut Inori.”
Ukh, dia menyuruhku mencari jawaban dengan modal! “Kalau gitu transfer uang lima ribu yen baru aku bisa beli wig!”
“Heeeh?? Sejak kapan Minori-chan belajar pemerasan seperti itu? Kamu bukan lagi adik manis kesayangan Mamo-ni!”
“Bodo’! Auk ah gelap!!”
Dengan kesal kuputuskan panggilan, melempar telepon ke atas kasur, membiarkannya melantun beberapa kali dengan keras hingga akhirnya terselip di bawah bantal guling.
Aku kembali bercermin. Rambutku telah panjang lebih sebahu, biasanya kupotong agar tak sehelaipun melewati batas bahu.
Tapi kini aku seakan lupa menata rambut, membiarkannya terurai. Kucoba menata rambut semirip mungkin dengan tatanan rambut Inori.
Aku tertawa sendiri, menertawai sikap konyolku mencoba mirip dengan idola. Itu tak mungkin, aku dan dia sangat berbeda. Inori, dia sangat cantik, tak tertandingi. Sedangkan aku ... bukan apa-apa, dan bukan siapa-siapa. . . .
**GC: TRoE**
Dalam perjalanan Samukawa Yahiro mengendarai mobil mengantar Ouma Shu balik ke apartemen. Ia masih terlihat kesal karena akhir-akhir ini temannya itu pergi sendiri keluar tanpa ditemani seorang pun pengawal. Belum lagi ia akhir-akhir ini ia sering melepas tangan begitu saja dengan pekerjaannya.
“Apa yang kau pikirkan, Shu? Berkeliaran seenaknya di dalam jam bekerja!”
“Maaf, Yahiro, aku hanya ingin menenangkan pikiran.”
“Dan lagi, kenapa para pekerja itu memukulimu? Itu sudah keterlaluan! Mereka tak bersyukur telah diberi pekerjaan! Aku akan memecat mereka!”
“Tak perlu, Yahiro. Mereka hanya menuntut hak mereka, aku sudah memikirkan jalan keluarnya. Tenang saja.”
“Kau itu terlalu baik, Shu! Dasar.”
Yahiro tak dapat menentang ucapan sang direktur, diperdebatkan terus pun tak ada artinya. Ia tahu betul sifat Shu seperti apa—mungkin karena mereka telah berteman selama lima tahun—terlalu baik pada orang lain dan itulah kelemahannya.
“Gadis SMA tadi... kau mengenalnya dimana?” tanya Yahiro penasaran.
“Minori-chan? Hanya kebetulan.”
Ada jeda sebelum Yahiro memutuskan untuk menjelaskan apa yang tak dapat dilihat oleh temannya itu. “Andai kau dapat melihat wajah gadis itu.”
“Hm? Memangnya kenapa?” tanya Shu tak mengerti.
“Dia ... sangat mirip ... dengan....”
“Mirip dengan ... siapa?”
“Dengan Hare.”
Shu terpaku. Tatapan kosongnya terbayang wajah seorang gadis yang pernah menjadi teman satu kelasnya, teman seperjuangannya, Menjou Hare.
Gadis manis yang memiliki hati yang baik, selalu mendukung dirinya, selalu ada untuknya, dan mencintainya dengan sungguh-sungguh tanpa meminta balasan apapun terhadapnya.
Kematian Hare membuatnya terpukul, meski ia tak dapat membalas perasaan gadis itu Shu tetap menyanyanginya sebagai sahabat terdekatnya.
Kedua kelopak matanya menurun, bersamaan dengan kepalanya yang tertunduk.
Yahiro merasa menyesal telah mengungkit nama Hare, dalam hati ia sudah mengatakan pada dirinya untuk tidak mengatakan apapun. Pemandangan inilah yang tak ia harapkan.
Ia tahu betul bagaimana rasanya kehilangan seseorang yang sangat disayangi, ia pernah mengalaminya, apalagi Shu yang telah kehilangan dua gadis yang mencintainya secara bergantian.
“Hanya mirip, tidak identik,” jelas Yahiro kembali. Ia tak mau Shu menganggap gadis itu benar-benar mirip Hare.
“Dia....” Shu bersuara, “Dia menyanyikan lagu Inori, lagu yang sering kudengarkan.”
Yahiro masih terdiam, tetap fokus berkendara. Kemudian ia menebak tak percaya, “Lagu yang diciptakannya khusus untukmu itu?”
Shu mengangguk. “Departure, tak pernah kuunggah ke media online manapun. Karena itu aku kaget kenapa ia bisa tahu lagu itu. Ia bilang lagu itu ia dengar dalam mimpi.”
“Dalam mimpi? Tidak masuk akal.”
Shu ingin mengangguk setuju namun dalam hatinya berkata lain. Siapapun gadis itu, bagaimanapun bentuk wajahnya, suaranya yang hampir serupa dengan Inori, lagu yang dinyanyikannya, semuanya membuat Shu seakan dibawa bernostalgia.
Ia malah tak keberatan gadis itu menyanyikan lagu kekasihnya, lagipula gadis itu juga menyukai lagu EGOIST sejak awal. Shu semakin ingin mendengar suara gadis itu bernyanyi.
KAMU SEDANG MEMBACA
GC: The Righthand of Eve [END]
FanficToyone Minori ialah salah seorang anak yang selamat dari peristiwa Lost Christmast ke-4. Lima tahun telah berlalu dan kini ia seorang remaja SMA dengan kehidupan normalnya... Suatu hari ia bertemu dengan seorang pria bernama Ouma Shu... Beberapa min...