C-08 : the song and him

97 12 0
                                    

Selain di sekolah aku berencana mengambil gambar di tempat-tempat yang masih belum diperbaiki usai apocalypse. Tapi ... apa tak berbahaya?

Selain bangunan yang rentan runtuh, takutnya di daerah sekitar itu menjadi sarang orang-orang jahat berkumpul. Malahan katanya peredaran obat-obatan terlarang seperti narkotika tetap bergerak meski kejadian buruk menimpa negara.

Huh, orang mana sih yang otaknya geser? Seharusnya bersyukur selamat dari bencana, terselamatkan dari kematian malah mau masuk ke dalam kematian itu sendiri lewat pintu lain.

Gak deh, takut. Dekat-dekat rumah aja deh ambil gambar.

Pulang sekolah ini diam-diam aku mengambil gambar dengan kamera handphone, jika tak ada orang lain di sekitarku. Takutnya mereka risih.

Aliran sungai yang biasa kulalui kini terekam di kameraku. Sungai yang membawa air jernih yang terus mengalir menuju pantai. Sayang hanya ada sungai tanpa ada objek yang bergerak, padahal kupikir ada anak-anak kecil yang main kejar-kejaran di dekat sini. Apa karena hari sudah mulai dingin? Padahal baru saja masuk musim gugur.

Ah, andai aku bisa merekam daun mengering yang berguguran dari ranting. Pasti sangat cantik! Sayang hari itu tak terkejar dengan waktu pengumpulan rekaman untuk film.

Kuturunkan layar kamera berniat untuk menghentikan rekaman. Namun secara tak sengaja kameraku menangkap objek yang terduduk di kursi panjang bernaung rindangnya pepohonan.

Ia duduk menghadap sungai dengan tenangnya. Mataku membelalak senang melihat sosok itu.

Akhirnya bertemu jua.

Senyumku mengembang tanpa kusadari.

Dengan langkah tenang aku menghampiri kursi itu. Kulihat ia tersenyum dengan mata tertutup. Sedikit kugeser langkah ke belakang punggungnya, kulihat headset bluetooth yang menggantung di telinga kirinya. Ah, dia pasti sedang mendengar suatu hal. Radio? Lagu? Lagunya ... Inori?

Mengingat itu entah kenapa perasaanku tidak enak. Aku ingin sekali melangkah mundur untuk menjauhi sosoknya. Tapi langkahku terasa berat. Di saat sebelah kaki dapat bergerak untuk mundur, tak sengaja malah menginjak ranting hingga bunyi derikannya terdengar jelas.

Ia membuka mata, menolehkan kepala ke arahku. Padahal ia tak dapat melihat, seakan dapat melihat mencari tahu apa yang terjadi di sekitarnya dan memberikan senyum pada orang yang tak sengaja lewat di dekatnya.

"Minori-chan?"

Eh? Kenapa dia tahu aku di sini?

Aku belum menjawab panggilannya, masih membatu di tempatku berdiri.

"Bukan, ya? Maaf sudah salah-"

"Hai'," jawabku cepat, aku jadi merasa bersalah. "Ini aku Toyone Minori. Selamat sore, Ouma-san." Aku menunduk memberi salam meski tetap ia tak tahu sekalipun.

"Ternyata benar," ucapnya tersenyum. "Selamat sore."

Aku melangkah dan berdiri di sampingnya. "Ouma-san sedang apa di sini?" tanyaku penasaran.

"Untuk bertemu denganmu."

"Eh? A-a-a-aku?" kagetku kegagapan.

Ouma-san tertawa mendengar jawabanku. "Kau terdengar seperti ketahuan mencuri oleh polisi."

Aku terdiam, menundukkan wajah sangat malu.

"Maaf ya, kamu jadi alasan agar aku keluar dari tempatku bekerja. Akhir-akhir ini aku sangat lelah, jadi aku pergi keluar untuk mencari udara segar," jelasnya kemudian.

Aku menghela napas, mendengar penjelasan barusan sedikit membuatku kecewa. "Kupikir Ouma-san benar mencariku karena kehilangan dompet atau apa gitu."

GC: The Righthand of Eve [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang