C-15 : righthand sense

93 13 0
                                    

Hari ini....

Ia berdiri di samping tempat tidurku, awalnya matanya menatap lurus, entah kenapa aku merasa agak ada yang berbeda dari tatapannya yang seolah bisa tahu dimana keberadaanku.

"Bagaimana keadaanmu saat ini?" tanyanya.

"Hm, sudah merasa lebih baik." Kuangkat tangan kananku seakan memperlihatkan padanya bahwa kristal itu tidak ada lagi disana.

"Syukurlah."

"Ada kursi di sebelah kiri Anda, duduklah," tawarku memberitahu posisi kursi lipat.

Ia meraba pegangan kursi itu dan duduk.

Dalam keadaan berdua seperti ini aku merasa canggung, entah apa yang akan kubahas. Keadaannya? Dilihat bagaimanapun ia terlihat sehat tak terjangkit virus itu. Aku tersenyum, bersyukur ia tak apa-apa. Lalu apa lagi yang ingin kubicarakan dengannya?

"Tadi apa yang dibicarakan Haruka padamu?"

"Haruka?"

"Dokter yang tadi masuk memeriksa keadaanmu."

Aku mengangguk mengerti. "Aah, dokter cantik tadi!" gumamku. Ia tertawa mendengar panggilanku pada dokter tadi. Aku jadi tersipu malu. "Ehee, aku tak tahu namanya jadi ... karena dokter itu memang cantik," ujarku malu. "Jadi namanya Haruka-sensei, ya?"

"Hm, ibuku."

"Eh?" kagetku. "Ah, pantas terlihat mirip," gumamku mencoba meyakinkan diri sendiri karena masih tak percaya dokter yang memeriksaku ialah ibunya Ouma-san.

"Benarkah?" perkataannya seakan tak percaya. "Dari mananya?"

Aku berpikir keras. Tapi kalau diingat-ingat lagi gak terlalu mirip sih, apa Ouma-san lebih mirip ayahnya? "Aura..."

"Aura, ya?"

"Mungkin," gumamku ragu. "Ah, pantas tadi sensei bilang..."

"Bilang apa?"

Aku tergagap, tak berani melanjutkan kalimat. Yang benar saja? Kalau kuteruskan sama saja dengan 'pengakuan'. Untung saja ia tak bisa melihat wajahku yang tersipu.

"A-haha... tidak ada," elakku. Benar, aku harus mengajaknya bicara agar tak pergi keluar seperti kata Haruka-sensei tadi. Tapi apa?

"Sa-sayang sekali bunkasai sekolahku harus dihentikan. Padahal cafe kelasku sedang sibuk-sibuknya." Aku malah bicara tentang bunkasai??!! Aku payah!

"Hm, sayang sekali. Semoga tahun depan bisa berjalan dengan baik."

"S-sou desu yo ne? Tahun depan juga bisa. Hehe...."

"Semoga tahun depan aku bisa datang."

"H-humm, semoga...."

Akupun terdiam, tak ada gunanya membahas bunkasai. Aku berhenti tertawa gugup tak jelas. Hah, andai saja Mamo-ni segera datang, atau siapa saja yang menjengukku, aku tak bisa berduaan dengan laki-laki. Tapi disisi lain aku juga tak ingin ada orang lain yang masuk ke ruangan ini. Egois sekali.

"Minori-chan..."

"H-hai?"

"Apa kau tak merasakan hal aneh dengan tangan kananmu?" tanyanya. Ia tampak serius memperhatikan tanganku. Apa cuma perasaanku saja.

Telapak kiriku mengelus tangan kanan. "Hm, tidak ada yang aneh." Kubalik tanganku melihat keseluruhan, memastikan tak ada kristal sekecilpun tumbuh. "Aku malah sudah merasa membaik." Ya, tak biasanya.

Kupikir aku akan terbaring kembali sejak dua belas hari tertidur karena kekurangan tenaga tapi aku merasa sudah sangat baik bahkan tak sabar ingin segera keluar menghirup udara segar. Namun di luar udara masih dikuasai oleh virus itu.

Tiba-tiba di luar hujan padahal hari sangat cerah. Aku terkejut melihat fenomenal aneh itu.

"Hujan?" heranku.

"Hujan buatan," jawab Ouma-san. "Air yang disemprotkan berisi senyawa yang dapat menghancurkan virus yang kemungkinan masih berterbangan di luar. Ini sudah hari kedua."

"Apa dengan cairan itu kita bisa terhindar dari virus itu?"

"Semoga. Haruka dan yang lainnya sudah berusaha keras untuk mengatasi masalah ini. Katanya virus kali ini tidak sama dengan virus apocalypse lima tahun lalu. Jadi tak terlalu berbahaya."

"Syukurlah...," ucapku senang. "Berarti yang masuk ke tubuhku agak mengancam, ya?" gumamku.

"Hm. Karena itu aku menanyakan akan tangan kananmu. Minori-chan, apa benar tak merasakan apapun setelah disuntik cairan itu oleh Haruka?"

Cairan? Mungkin semacam vaksin atau obat yang diberikan padaku untuk mengatasi virus di tanganku. Tapi tetap saja yang kurasakan ialah tanganku sendiri, masih terhubung dengan sistem kerja saraf di kepalaku, mengikuti setiap perintah yang ada dalam otakku.

"Tak apa," jawabku yakin. "Ouma-san terlalu berlebihan."

"Karena cairan yang ia suntikan padamu bukanlah penawar."

Aku tak mengerti maksudnya.
Ia terlihat sangat susah menjelaskan cairan apa yang dimasukkan dalam tubuhku.

"Aku tak bisa mengatakannya padamu, maaf. Aku sudah janji dengan Haruka sampai ada efeknya, jika tidak berarti cairan itu menyatu dengan baik dalam tubuhmu. Itu saja."

"Jika berbahaya mungkin aku tak harus terbangun dan sudah terbujur kaku."

"Jangan ucapkan hal itu!"

"Ma-maaf...."

"Maaf, aku hanya ... takut apa yang terjadi padaku akan menimpamu."

Aku terdiam. "Akan kuberitahu pada Ouma-san dan Haruka-sensei jika merasakan hal aneh dengan tangan kananku."

Ia tersenyum lega, "Itu lebih baik."

Aku kembali melihat ke luar jendela. "Sampai kapan hujan buatan itu berlangsung?"

"Tak lama, karena senyawa yang dibutuhkan untuk membuatnya terbatas. Mungkin besok akan kembali dilakukan, batasnya sampai lima hari."

"Berarti tiga kali lagi, ya? Ah, aku bosan dalam kamar."

"Kalau gitu mau kubawakan apa agar tak bosan."

"A—ti-tidak usah, jangan buat Ouma-san repot karenaku," aku jadi merasa tak enak akan tawarannya.

"Hmm kalau gitu ... kau mau mendengar lagu?" Ia menawarkan headset yang terus dibawanya di telinga kirinya.

"Bo-boleh...."

Kuterima headset itu dari tangan metaliknya dengan tangan kananku. Sekilas aku merasa tubuhku tersentrum listrik hingga tak dapat bergerak.

Spontan tubuhku rubuh, namun dengan cepat bebanku diterima oleh Ouma-san. Ia menahan badanku, berusaha menegakkannya kembali.

Tubuhku terasa panas-dingin dengan denyutan hebat di tangan kanan. Apa ini efek yang dicemaskan?

"Minori-chaan! Waa—"

Panggilan itu, aku tahu itu suaranya Kayo, ia pasti terkejut melihat keadaanku, atau salah paham dengan apa yang terlihat di depan matanya.

"Cepat panggil dokter!" perintah Ouma-san, suaranya terdengar sangat panik, "Ouma Haruka-sensei!"

Mungkin Kayo masih tak mengerti dengan kondisiku, namun langkah kakinya terdengar menjauh dengan cepat.

Aku terus menahan rasa sakit mendera di tangan kananku ini, seakan sesuatu ingin keluar darinya.

GC: The Righthand of Eve [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang